6 Prinsip Keadilan LokaNusa

Ilsutrasi Keadilan (istockphoto/S-S-S)
Ekspedisi Jawadwipa

Prinsip keadilan yang pada dasarnya mengutamakan perlakuan yang adil dan setara bagi semua pihak baik itu dalam segi hukum, ekonomi, sosial, maupun aspek kehidupan lainnya. LokaNusa sebagai organisasi pelokalan Indonesia, mencoba membangun relasi kelembagaan kemanusiaan yang setara dan saling terhubung, berdiskusi, bahu membahu membantu serta menjembatani masyarakat dan aktor-aktor lokal untuk terlibat serta dalam pembangunan dan upaya pengurangan resiko bencana sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang mandiri.

Dalam hal ini LokaNusa bersama menyadari bahwa ada 6 prinsip keadilan yang menjadi acuan arah gerak serta merupakan prinsip universal yang harus didalami sehingga semangat keberlanjutan bisa tercapai.

6 Prinsip Keadilan LokaNusa

prinsip keadilan
Ilustrasi prinsip keadilan, Photo: freepik.com/macrovector

Adapun prinsip keadilan tersebut adalah:

  1. Keadilan Rekognisi (Recognition Justice)  

Di lapangan, organisasi lokal sering kali merupakan garda terdepan dalam menghadapi bencana mereka memahami konteks budaya, bahasa, dan kebutuhan masyarakat secara mendalam. Namun, dalam arsitektur kemanusiaan global, mereka masih sering diposisikan hanya sebagai pelaksana proyek donor.  Rekognisi dalam pelokalan berarti mengakui organisasi lokal sebagai pemimpin, bukan sekadar mitra pelaksana. Hal ini mencakup penghargaan terhadap pengetahuan berbasis budaya yang telah lama diterapkan dalam kearifan lokal dan menghapuskan praktik yang membuat suara mereka terpinggirkan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, ketika kebijakan kemanusiaan dibentuk, seharusnya organisasi lokal memiliki peran utama sebagai penggerak dan penentu arah respons yang sesuai dengan realitas komunitas mereka.

  1. Keadilan Distribusi (Distributive Justice)

Menurut Charter for Change 2021, meskipun organisasi lokal berada di garis depan respons kemanusiaan, mereka hanya menerima 3-5% dari total dana global. Ketimpangan ini terjadi karena persyaratan administratif yang rumit, dominasi organisasi internasional dalam distribusi dana, serta minimnya mekanisme pendanaan langsung bagi aktor lokal. Untuk menciptakan keadilan distribusi, sistem pendanaan harus direformasi memastikan transparansi dalam alokasi dana, menyederhanakan prosedur akses, dan memberikan lebih banyak kendali kepada organisasi lokal agar mereka dapat beroperasi secara mandiri dan berkelanjutan.

  1. Keadilan Prosedural (Procedural Justice)

Organisasi lokal kerap hadir dalam forum kebijakan, tetapi tanpa peran nyata dalam pengambilan keputusan. Banyak dari mereka hanya menjadi pendengar, sementara arah kebijakan tetap ditentukan oleh aktor internasional. Keadilan prosedural dalam pelokalan berarti memastikan keterlibatan mereka sejak tahap perencanaan, bukan sekadar sebagai pelaksana. Ini juga mencakup penghapusan praktik eksklusi dalam forum global serta peningkatan kapasitas mereka dalam manajemen dan kebijakan, agar dapat berpartisipasi setara dalam menentukan arah respons kemanusiaan.

  1. Keadilan Gender (Gender Justice)

Keadilan gender dalam pelokalan berarti memastikan lebih banyak perempuan terlibat dalam kepemimpinan organisasi kemanusiaan, mendukung inisiatif yang berfokus pada hak-hak perempuan dan kelompok rentan, serta mengarusutamakan perspektif gender dalam kebijakan dan praktik kemanusiaan. Dengan cara ini, respons kemanusiaan menjadi lebih inklusif, adil, dan efektif bagi semua kelompok yang terdampak.

  1. Keadilan Antargenerasi (Intergenerational Justice)

Pelokalan bukan hanya tentang respons jangka pendek, tetapi juga memastikan keberlanjutan bagi generasi mendatang. Jika sistem kemanusiaan tetap bergantung pada aktor eksternal, komunitas lokal akan terus berada dalam siklus ketergantungan. Untuk itu, forum pelokalan harus berfokus pada penguatan kapasitas organisasi lokal agar tetap bertahan dan berkembang setelah krisis berlalu. Selain itu, perlu ada investasi dalam membangun kepemimpinan generasi muda di sektor kemanusiaan serta memastikan bahwa sumber daya komunitas dikelola secara berkelanjutan, bukan dieksploitasi dengan cara yang merugikan masa depan mereka.

Baca juga: Praktik Filantropi: Mempersempit Ketimpangan, Menuju Pembangunan
  1. Keadilan Korektif (Corrective Justice)  

Selama bertahun-tahun, organisasi lokal telah dipinggirkan dalam sistem kemanusiaan global, terjebak dalam struktur yang tidak memberi mereka akses setara terhadap pendanaan dan pengambilan keputusan. Keadilan korektif bertujuan untuk mengatasi ketimpangan. Diperlukan alokasi dana dan peluang secara afirmatif bagi organisasi yang selama ini terabaikan, serta kebijakan transisi yang memberi mereka akses langsung ke pendanaan tanpa ketergantungan pada lembaga internasional. Selain itu, kebijakan donor yang secara sistemik menghambat kemandirian organisasi lokal harus ditinjau ulang, agar sistem kemanusiaan benar-benar berpihak pada mereka yang paling memahami kebutuhan komunitasnya.

Pelokalan harus menjadi langkah nyata menuju sistem kemanusiaan yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan menerapkan enam prinsip keadilan, organisasi lokal dapat berperan sebagai pemimpin, bukan hanya sekedar pelaksana. Sistem kemanusiaan global perlu memastikan distribusi sumber daya yang setara, keterlibatan nyata aktor lokal, dan penghapusan hambatan struktural. Jika hal-hal dalam prinsip keadilan ini dapat dijalankan maka langkah nyata menuju sistem yang lebih adil dan berkelanjutan sudah mulai berjalan.

Penulis: Kori Saefatun

Editor: Nugrah