Gempa Myanmar, Antara Bencana dan Pembatasan Junta Militer

Ekspedisi Jawadwipa

Gempa Myanmar yang terjadi pada 28 Maret 2025 kemarin, hingga saat ini masih dalam penanganan dan evakuasi oleh tim search and rescue (SAR). Pasalnya gempa dengan magnitudo 7,7 yang meluluhlantakkan negara Myanmar, ini menimbulkan lebih dari ribuan orang meninggal, update dari Kompas.com (05/04/2025) ada 3.354 tewas dan 4.508 dikabarkan terluka. Tim evakuasi dari penjuru dunia dikerahkan bahkan 10 kecoa cyborg dari Singapura diturunkan ke Myanmar untuk membantu operasi pencarian dan penyelamatan pasca terjadinya gempa tersebut.

Gempa Myanmar ini sendiri diketahui berasal dari Patahan atau Sesar Gempa Sagaing yang melurus utara-selatan sepanjang hampir 1600 kilometer membelah Myanmar menuju Laut Andaman. Kondisi dahsyatnya gempa Myanmar dikarenakan kegempaan yang terbilang dangkal, ini terjadi di kedalaman 10 kilometer dari permukaan bumi. Hal tersebut menyebabkan peningkatan jumlah guncangan di permukaan.

Dikutip dari Tempo, seismolog di Pusat Ilmu Bumi Helmholtz GFZ, Jerman, menduga bahwa gempa yang terjadi di Myanmar adalah gempa langka yang dikenal sebagai supershear dimana energi patahan akibat tumbukan lempeng bergerak sangat cepat di permukaan, melipatgandakan efek merusaknya. Hal itu hanya bisa terjadi jika panjang bidang patahan yang bergeser itu lebih dari 400 kilometer.

gempa myanmar
Kerusakan akibat gempa di Myanmar

Gempa Myanmar, Antara Bencana dan Pembatasan Junta Militer

Dalam proses penanganan gempa Myanmar ini sendiri beberapa media menyiarkan bahwa adanya konflik berkepanjangan di Myanmar juga menjadi faktor lemahnya infrastruktur di negara tersebut. Setelah kudeta militer yang terjadi di 2021, perang saudara di Myanmar tak terelakan. Situasi tidak kondusif ini tentu menyulitkan negara ketika terjadinya gempa bumi.

Akses informasi tentang gempa Myanmar ini menjadi terbatas, jurnalis asing  juga dilarang meliput kondisi kegempaan yang terjadi. Menurut NDTV(New Delhi Television), junta telah memberlakukan pembatasan terhadap jurnalis asing dengan alasan kesulitan akomodasi, pemadaman listrik, dan kekurangan air. “(Jurnalis asing) tidak mungkin datang, tinggal, mencari tempat berteduh, atau berpindah-pindah di sini. Kami ingin semua orang memahami hal ini,” ujar Zaw Min Tun, juru bicara rezim Myanmar saat ini dalam pernyataan audio yang dikeluarkan pada Minggu, 30 Maret 2025

Kondisi sulit dan kerusakan ini memaksa junta militer Myanmar tetap meminta bantuan internasional, hal yang termasuk jarang dilakukan sebenarnya. Respon dari dunia internasional sendiri sebenarnya memiliki ketakutan untuk mengirimkan bantuan-bantuan karena ketakutan sulitnya masuk bantuan dan tidak bisa menyasar kepada para korban.

Baca juga: Gempa Myanmar, Bagaimana Sejarahnya?

Indonesia juga turut prihatin atas situasi yang terjadi di Myanmar, penurunan relawan dan pemberian bantuan tetap dilakukan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono memastikan bahwa komunikasi antara Indonesia dan Myanmar tidak memiliki hambatan. Termasuk, soal pengiriman bantuan kemanusiaan untuk korban gempa di Myanmar. “Jadi hambatan komunikasi tidak, karena kita sama-sama ASEAN dan mereka juga menyampaikan bahwa mereka membutuhkan pertolongan,” kata Sugiono dari YouTube BNPB, Kamis (3/4/2025).

Penulis: Kori Saefatun

Editor: Nugrah

Referensi