Muara Gembong Hampir Tenggelam, Sekolah Tetap Berdiri Meski Terendam

Pantai Muara Beting, Foto: Shutterstock/Imam Buhori.
Ekspedisi Jawadwipa

Muara Gembong adalah salah satu kecamatan di daerah Bekasi, Jawa Barat. Asal katanya terdiri dari dua kata yaitu muara dan gembong dua kata yang memiliki makna tersendiri, muara yang diambil dari keadaan sekitar yaitu wilayah ini tempat terakhir air sungai citarum bermuara, setelah itu posisinya langsung disambut dengan lautan kemudian gembong diambil dari bahasa jawa yang artinya macan belang dan ini menurut tokoh pengamat sejarah dan peristiwa muaragembong selama hampir 15 tahun mengatakan kata gembong selaras dengan keadaan zaman dahulu daerah ini dahulu daerah rawa dan hutan sehingga banyak sekali macan belang di dalamnya dan dari sanalah nama gembong diambil.

Sebelum kata Muara Gembong muncul di dalam wilayan ini baru ada dua nama kampung yaitu Kampung Gaga dan Kampung Kelapa Dua, pada tahun 1946 Muara Gembong ini baru ada beberapa desa yaitu salah satunya Desa Pantai Sederhana dan Desa Pantai Mekar kemudian pada tahun 1984 Muara Gembong mengadakan pemekaran dan hasil dari pemekaran itu salah satunya lahirlah Desa Pantai Bahagia yaitu hasil pemekaran dari Desa Pantai Bakti.

Muara Gembong Hampir Tenggelam

Kawasan Muara Gembong saat ini setidaknya memiliki 6 Desa atau Kelurahan yang di antaranya adalah Desa Pantai Bahagia yang terletak di perbatasan Sungai Citarum dan Sungai Beting (anak Sungai Citarum). Menurut Perum Perhutani luas hutan mangrove alami di wilayah Muara Gembong 10.480 hektar. Namun, luas tutupan hutan sangat berkurang, sekitar 93,5 persen menjadi tambak dan lahan pertanian masyarakat.

muara gembong
Salah Satu Rumah Warga di Kampung Beting, Muara Gembong, Foto: Antara/Adeng Bustomi

Dulu ujung Muara Gembong tepatnya di Kampung Beting dijuluki sebagai “Kampung Dollar” pada tahun 80an, hal ini karena melimpahnya hasil tambak udang, hingga masyarakat berlomba-lomba untuk membuka area mangrove dan menggantinya dengan tambak-tambak milik masyarakat.

Namun julukan ini tak berlangsung lama karena bergantinya situasi menjadi bencana, tidak adanya mangrove membuat abrasi di Muara Gembong berlangsung parah, ratusan rumah tenggelam dan terancam hilang.

Di Kampung Beting, salah satu sekolah yang masih berdiri ditengah hantaman abrasi yang terjadi, MI Mansyaul Huda tetap menjalankan aktivitas belajar mengajarnya, dengan kondisi halaman sekolah yang terendam genangan air yang tidak bisa surut. Sekolah swasta berbasis agama ini masih menjadi tempat belajar bagi 30 hingga 40 siswa dari kelas 1 hingga 6.

Baca juga: Jakarta Akan Tenggelam, Melihat Perbedaan yang Signifikan

Abrasi berdampak besar pada kegiatan sekolah. Dinding dan lantai lembab, buku-buku rusak, dan meja kursi mulai rapuh. Menurut penuturan Bu Nelly salah satu pengajar di MI Mansyaul Huda “Halaman sekolah yang terendam, membuat kegiatan olahraga dan upacara bendera tak bisa dilakukan rutin. Bahkan, saat air laut naik, sekolah terpaksa diliburkan”.

Penulis: Kori Saefatun

Editor: Nugrah