Jembatan: Sarana Penghubung Kehidupan Sosial, Rawan Hancur

Ekspedisi Jawadwipa

Jembatan yang dikenal sebagai bangunan fisik yang memiliki struktur konstruksi sebagai peniadaan hambatan antar satu wilayah ke wilayah lainnya adalah alat vital dari peradaban manusia. Sarana ini tidak hanya berfungsi sebagai infrastruktur fisik yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain, tetapi juga memiliki makna sosial yang dalam. Saran infrastruktur ini juga merupakan simbol koneksi antar komunitas, ekonomi, dan akses terhadap berbagai fasilitas penting. Namun, ironisnya, jembatan-jembatan yang paling krusial bagi kehidupan sosial sering kali juga menjadi yang paling rawan terputus, baik akibat bencana alam, kurangnya perawatan, lain sebagainya.

Berdasarkan data geoportal BNPB (Badan Penanggulangan Bencana Nasional) mencatat per tanggal 1 Januari-31 Desember 2024 total ada 445 jembatan yang rusak akibat bencana alam, jumlah yang cukup tinggi, hampir setara dengan rusaknya rumah peribadatan akibat bencana juga. Bencana yang paling mempengaruhi kerusakan sarana ini ialah karena adanya banjir bandang, gempa bumi serta tanah longsor atau tanah bergerak.

Jembatan: Sarana Penghubung Kehidupan Sosial, Rawan Hancur

jembatan

Akibat dari sarana yang putus pasalnya bisa memutus juga berbagai aktivitas masyarakat, mulai dari ekonomi, pendidikan hingga bahkan terisolasinya masyarakat dari dunia luar.

Tak jarang juga sarana yang sudah dibangun dengan konstruksi yang dianggap kokoh dapat mudah terbawa arus, atau rusak karena gempa yang dahsyat. Hal ini karena siklus bumi yang sukar diprediksi, baik dari bencana hidrometeorologi berupa hujan deras yang mengakibatkan banjir bandang ataupun gempa bumi di dalam inti lapisan bumi, semuanya punya potensi yang sama untuk menyebabkan bencana dan meluluh lantahkan konstruksi ciptaan manusia.

Apalagi sehubungan datangnya libur lebaran yang akan terjadi pada akhir Maret nanti, bencana hidrometeorologi yang banyak terjadi akhir-akhir ini sudah seharusnya menjadi perhatian ekstra, mengingat akan lebih banyak orang yang memobilisasi karena adanya arus mudik. Dikutip dari detik.co, akibat banjir yang terjadi di Kabupaten Bogor terdapat 7 jembatan yang rusak, dan untuk mengantisipasi adanya mobilisasi saat mudik maka BPBD Kabupaten melakukan langkah inisiatif untuk meminjamkan jembatan Belly dari TNI sebagai jalur sementara.

Jembatan hanya satu contoh sederhana penghubung kehidupan sosial, belum lagi kondisi jalan yang rusak fatal akibat bencana yang terjadi, bahkan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, pesimistis karena beberapa kerusakan berat akibat bencana alam di sejumlah daerah tidak bisa langsung diselesaikan dalam waktu singkat di moment mudik lebaran.(Infrastruktur Rusak Imbas Banjir Jangan Sampai Ganggu Arus Mudik)

Rilis terbaru BNPB hingga 17 Februari 2025 yang mencatat 88 jembatan rusak akibat bencana, penanganan yang lambat akan berisiko memperburuk kondisi mobilitas masyarakat, terutama di daerah-daerah yang sangat bergantung pada akses jembatan. Tidak hanya bagi pemudik, tetapi juga untuk masyarakat lokal yang sehari-hari membutuhkan jalur transportasi yang aman dan layak.  

Baca juga: Rumphius, Ahli Botani Pengabadi Kisah Gempa dan Tsunami

Pemerintah harus mengambil langkah lebih cepat lagi terhadap situasi yang terjadi, baik dalam penanganan jembatan putus jangka panjang maupun pendek, momentum libur lebaran akan membuat pemerintah harus siaga agar tetap dapat memastikan para pemudik tetap bisa pulang dan juga selamat sampai dengan tujuan, pemerintah tidak hanya harus bertindak cepat dalam perbaikan jembatan, tetapi juga dalam upaya mitigasi jangka panjang untuk memastikan infrastruktur lebih tahan terhadap bencana. Dengan demikian, keberlanjutan konektivitas sosial dan ekonomi masyarakat tetap terjaga meskipun di tengah ancaman bencana alam yang tak terduga.

Penulis: Kori Saefatun

Editor: Nugrah