Gempa Besar Hancurkan Situs Bersejarah di Kathmandu

Ekspedisi Jawadwipa

Persis 10 tahun lalu, tepatnya 25 April 2015 gempa besar mengguncang wilayah Kathmandu, Nepal. Gempa awal, yang tercatat berkekuatan momen 7,8, terjadi sesaat sebelum tengah hari waktu setempat (sekitar 06:11 am Greenwich Mean Time). Episentrumnya sekitar 21 mil (34 km) Lamjung dan 48 mil (77 km) barat laut Kathmandu, dan fokusnya berada 9,3 mil (sekitar 15 km) di bawah tanah. Dua gempa susulan besar, dengan kekuatan 6,6 dan 6,7, mengguncang wilayah tersebut dalam waktu satu hari setelah gempa utama, dan beberapa gempa susulan yang lebih kecil terjadi di wilayah tersebut selama hari-hari berikutnya. 

Gempa tersebut merupakan gempa dengan kekuatan yang cukup dahsyat karena menewaskan 17.000 orang, getarannya  juga terasa di negara tetangga India, Cina, Pakistan hingga ke Bangladesh. Di Pegunungan Everest longsoran es terjadi hingga menjebak lebih dari 200 pendaki.

Gempa di Nepal sebenarnya hal yang sangat tidak asing terjadi. Hal ini karena Nepal merupakan salah satu daerah seismik paling aktif di dunia. Gunung-gunung yang ada merupakan konsekuensi dari lempeng tektonik India yang berada di Asia Tengah (lempeng tektonik Eurasia). Kedua lempeng besar tersebut bergerak sekitar 4-5cm per tahun.

Menariknya gempa besar yang terjadi di tahun 2015 ini bukan hanya menewaskan manusia namun juga meruntuhkan situs-situs bersejarah di Nepal. Menara Dharahara misalnya, bangunan tersebut hancur akibat goncangan yang begitu dahsyat yang terjadi 2015 dan tahun 1934.

Gempa Besar Hancurkan Situs Bersejarah di Kathmandu

Selain itu banyak pula situs-situs bersejarah lain yang mengalami kerusakan parah akibat gempa besar ini, yakni Durbar Square of Hanuman Dhoka, Patan dan Bhaktapur, stupa Buddha Swayambhu dan Bauddhanath, kuil Hindu Pashupati dan Changu Narayan. Sangat disayangkan situs-situs tersebut runtuh karena bangunan-bangunan di Nepal mempunyai peranan penting dalam sejarah peradaban negeri tersebut..

gempa besar
Gedung dharahara setelah terkena gempa besar

“Monumen-monumen ini bukan museum atau bangunan yang dihias dengan indah, tetapi tempat-tempat khusus di bumi tempat orang-orang biasa dapat menjangkau dan berkomunikasi dengan para dewi dan dewa pembimbing mereka,” kata Robin Coningham, seorang arkeolog di Universitas Durham dan direktur penggalian di Lumbini. “Secara harfiah, monumen-monumen ini adalah portal tempat surga menyentuh bumi dan merupakan titik pusat kehidupan jutaan orang setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan.”

Meskipun telah runtuh berkali-kali namun dengan semangat historis tersebut, situs-situs ini dibangun kembali. Seakan melihat transformasi budaya dan bencana alam, salah satu situs terkenal, Menara Dharahara dua kali diterpa gempa besar, namun kembali direkonstruksi.

Gempa yang terjadi pada Januari 1934, menghancurkan struktur bangunann Dharahara, yang saat itu masih memiliki 11 lantai, hampir seluruhnya runtuh namun masih menyisakan dua lantai bagian bawah yang tetap berdiri. Fondasi dan sebagian struktur dasar masih dapat dikenali.

Baca juga: Gempa Myanmar, Antara Bencana dan Pembatasan Junta Militer

Menara ini kemudian dibangun kembali oleh Perdana Menteri Juddha Shumsher Rana, meskipun dengan ketinggian yang lebih rendah: 9 lantai, bukan lagi 11. Sedangkan ketika gempa 2015, kekuatannya membawa kehancuran yang bahkan lebih total terhadap Dharahara. Kali ini, menara runtuh sepenuhnya. Tidak ada bagian vertikal yang tersisa berdiri. Hanya dasar bangunan yang tersisa, tersembunyi di bawah timbunan reruntuhan. 

Setelah gempa 2015, Menara Dharahara mulai direkonstruksi  oleh Otoritas Rekonstruksi Nasional Nepal dengan bantuan dunia internasional mulai Oktober 2018. Di April 2021 menara ini kembali diresmikan sekaligus mengenang peringatan gempa Gorkha 2015, dengan konstruksi akhir 21 lantai.

Penulis: Kori Saefatun

Editor: Nugrah