Siapa yang tidak tahu puisi dari sosok penyair besar Sapardi Djoko Damono, dengan judul Hujan Bulan Juni, berbagai karya seni muncul dari penggalan bait tersebut, nyanyian serta film bahkan telah meramaikan jagat media Indonesia.
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan di bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Puisi Sapardi
Sejenak puisi ini adalah puisi cinta biasa, dalam jurnal mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Siliwangi yang berjudul “Analisis Struktur Batin Puisi ‘Hujan Bulan Juni’ Karya Sapardi Djoko Damono”, puisi ini merupakan puisi cinta tentang kebesaran hati untuk menyembunyikan rasa dan kearifan dalam tidak memaksakan kehendak.

Tetapi sebenarnya lebih dari itu, puisi Sapardi yang dibuat pada tahun 1989, menceritakan terkait anomali cuaca yang terjadi di Indonesia, dimana seharusnya bulan Juni bukanlah bulan penghujan dan sudah memasuki bulan kemarau.
Berdasarkan wawancara Kumparan dengan sang penulis, Sapardi menulis puisi Hujan Bulan Juni berdasarkan pengalaman pribadi. Ketika masih muda dan tinggal di Yogyakarta serta Solo, ia menjalani bulan Juni dalam suasana kemarau yang kering, namun berbeda dengan apa yang terjadi saat ia tinggal di Jakarta, “Kok di bulan Juni malah hujan?”tutur Sapardi kala itu
Kiwari, ini bukanlah sebuah anomali yang langka namun menjadi suatu yang musiman. Anomali Hujan bulan Juni ini bisa dikatakan sebagai kemarau basah, dimana hujan masih sering terjadi di musim kemarau. Menurut data BMKG menunjukkan bahwa kemarau basah bukan pertama kali terjadi, sudah beberapa kali terjadi di Indonesia dalam dekade terakhir, termasuk pada 2010, 2013, 2016, 2020, 2023, dan pada tahun ini, 2025.

Berdasarkan Global Atmosphere Watch BMKG, Kemarau basah yang terjadi di 2025 diperkirakan berlangsung hingga Agustus, diikuti masa pancaroba pada September–November, dan musim hujan mulai Desember hingga Februari 2026. Dari tahun tahun sebelumnya pola ini menunjukkan tren yang semakin sering dan durasinya lebih panjang.
Baca juga: Harimau Jawa, Tinggal Jejak dalam Koin Langka
Meraba hujan yang terjadi di bulan Juni atau kemarau basah, ketidakpastian akan cuaca juga dapat banyak mengubah pola perilaku manusia yang bergantung pada cuaca. Sebuah puisi yang mendunia sebenarnya menceritakan keganjilan cuaca dan perubahan iklim yang tanpa disadari dirasakan benar adanya.
Penulis: Kori Saefatun
Editor: Nugrah
Sumber
Sapardi dan Kisahnya tentang Hujan Bulan Juni | kumparan.com
Menelisik Makna Simbolisme dalam Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko
Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono, Makna dan Pesannya