Setelah program vaksin berjalan sejak Januari lalu, kini pemerintah menerapkan kebijakan vaksin gotong royong. Pelaksanaan vaksin gotong royong dikabarkan akan berlangsung setelah Idul Fitri tepatnya mulai dari 17 Mei 2021. Pengadaan jenis vaksin gotong royong tidak menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Proses ini menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN dan PT Biofarma. Program vaksin gotong royong ini dibebankan kepada para pengusaha swasta, dan akan diberikan secara gratis kepada karyawan atau buruh dan keluarganya.
Dilansir dari kompas.com, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Airlangga Hartanto menyebut bahwa pemerintah telah menetapkan biaya vaksinasi gotong-royong yang diperuntukkan untuk perusahaan. Ia mengatakan, satu penyuntikan vaksinasi gotong-royong akan dibanderol dengan harga Rp. 500.000. “Sudah ditetapkan harga vaksin Rp.375.000 per dosis dan penyuntikan Rp. 125.000, sehingga totalnya Rp. 500.000,” kata Airlangga usai rapat terbatas bersama presiden dan sejumlah menteri di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (10/05/2021). Airlangga menyebutkan, saat ini sudah tersedia 500.000 dosis vaksin Sinopharm di Indonesia yang nantinya digunakan untuk vaksin gotong royong.
Vaksin Gotong Royong dan Keadilan Vaksin
Airlangga berharap, vaksinasi gotong royong terhadap para karyawan perusahaan dapat dimulai secepatnya. Apalagi, vaksin tersebut telah dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Dan tentunya vaksin gotong royong ini diharapkan sudah bisa dilaksanakan nanti di akhir bulan Mei ini,” kata Airlangga. “Kemudian ini juga sudah memperoleh sertifikasi baik dari Badan POM maupun dari MUI (Majelis Ulama Indonesia),” katanya.
Jenis vaksin yang digunakan salah satu vaksin Covid-19 yang akan digunakan dalam program vaksinasi gotong royong adalah vaksin buatan perusahaan farmasi milik Pemerintah China, Sinopharm. Airlangga menyebutkan, saat ini sudah tersedia 500.000 dosis vaksin Sinopharm yang nantinya digunakan untuk vaksinasi gotong royong.
Dilansir dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi, M.Epid menyampaikan bahwa Vaksin Gotong Royong adalah vaksin yang dibeli oleh Perusahaan/Badan Hukum/Badan Usaha yang diberikan secara gratis bagi Karyawan atau Karyawati atau keluarga Karyawan dan karyawati di perusahaan/Badan Hukum/Badan Usaha tersebut. Vaksinasi Gotong Royong tidak berlaku untuk vaksinasi perorangan.
“Jadi sudah clear bahwa seluruh penerima vaksin Gotong Royong tidak akan dipungut bayaran atau gratis” tegas dr Nadia
Adapun Perusahaan/Badan usaha/Badan hukum yang akan melaksanakan vaksinasi Gotong Royong harus melaporkan kepada Kementerian Kesehatan. Dengan melampirkan data yang meliputi Nama, Nomor induk kependudukan dan Alamat, artinya data akan by name by address.
dr. Nadia Kembali menegaskan bahwa pelaksanaan vaksinasi Gotong Royong tidak akan mengganggu jalannya vaksinasi program pemerintah.
Adanya program vaksin gotong royong ini meresahkan berbagai macam pihak. Meskipun terlihat bahwa vaksin gotong royong ini merupakan inisiasi yang baik, tetapi justru dikhawatirkan menimbulkan ketidak adilan.
Dalam diskusi virtual disasterchannel, Irma Hidayana yang merupakan Co Founder dan Co leader Lapor COVID-19 mengatakan bahwa ““Adanya vaksin mandiri jelas bertentangan dengan prinsip vaccine equity. Karena ketersediaan vaksin itu terbatas. Bahkan cakupan vaksin lansia saja masih sedikit. Jangan malah membuat program yang bisa jadi ini tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan regulasi” ujar ibu Irma.
Hak atas memperoleh kesehatan terlah tertera dalam Article 25 of The Universal Declaration of Human Rightsyang berbunyi “setiap orang berhak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan medis dan layanan sosial yang diperlukan, dan hak atas keamanan jika terjadi pengangguran, sakit, cacat, janda, usia tua atau kurangnya mata pencaharian dalam keadaan di luar kendalinya.”
Dunia telah mengupayakan prinsip keadilan vaksin. Dilansir dari theconversation.com, Hampir 7000 orang dan ratusan organisasi telah menandatangani deklarasi vaccine equity atau keadilan vaksin yang secara langsung meminta pemerintah dan produsen untuk mempercepat proses regulasi, meningkatkan produksi dengan berbagi pengetahuan dan teknologi, dan memastikan bahwa dosis dibagikan secara adil.
Baca Juga: Covid-19 dan Ketidak Pastian Mengenai Kapan Akan Kembali Normal
Pada Februari 2021, pemerintah beberapa negara kaya menentang rencana World Trade Organisation (WTO) untuk membebaskan hak kekayaan intelektual atas vaksin COVID dan obat-obatan sehingga negara-negara di belahan dunia dapat memproduksinya secepat mungkin.
Banyak tuduhan nasionalisme vaksin terhadap negara-negara yang menimbun vaksin dan vaccine apartheid(vaksin diskriminatif), karena vaksin COVID-19 terkonsentrasi di negara-negara kaya. Seruan untuk keadilan vaksin atau permintaan keadilan alokasi vaksin karena kebutuhan, berdasarkan pada gagasan bahwa tidak ada yang aman sampai semua orang aman.Untuk mengamankan akses universal terhadap vaksin, negara harus mengambil tindakan dengan menggunakan aturan yang ada untuk keuntungan masyarakatnya. Bila terwujud keadilan vaksin di tingkat internasional, belum tentu pengaplikasian di tingkat nasional akan adil. Terlebih sampai saat ini banyak yang bukan dari golongan prioritas penerima vaksin sudah divaksin. Kekhawatiran mengenai keadilan vaksin bertambah lagi sejak dicanangkannya vaksin gotong royong. (LS)