Beberapa purna sudah berlalu di tengah pandemi virus corona. Banyak hal-hal yang tak diinginkan terjadi saat pandemi ini terjadi. Salah satu hal buruk yang tidak dapat terhindari adalah stunting.
Stunting merupakan kondisi dimana balita memiliki berat dan tinggi badan tidak sesuai dengan umurnya hal ini dikarenakan kekurangan gizi dalam kandungan dan pada saat bayi sudah lahir. Dengan kondisi seperti ini dapat menyebabkan adanya beberapa gangguan di masa yang akan datang, misalnya terjadinya kesulitan untuk mencapai perkembangan baik itu fisik maupun kognitif secara optimal. Kondisi anak yang mengalami stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata-rata IQ anak normal.
Stunting Jadi Ancaman Masa Depan Anak Bangsa Kala Pandemi COVID-19
Status Indonesia masih berada di urutan keempat dunia dan urutan kedua di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting. Angka kasus ini di Indonesia masih tetap tinggi, setiap tahunnya 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi seperti ini. Meskipun angka kasus kejadian ini cendrung mengalami penurunan, pada tahun 2019, angka kasus korban di Indonesia mencapai 27,67 persen. Namun angka ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan toleransi maksimal yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO), yaitu kurang dari 20 persen.
Stunting merupakan salah satu target dari Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan pembangunan berkelanjutan kedua yaitu pada tahun 2030 menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi. Mewujudkan SDGs tidak semudah yang diperkirakan, pasalnya sudah dua hampir dua tahun negara ini mengalami pandemi COVID-19 yang banyak menghambat berjalannya setiap tujuan yang ada.
Selama pandemi COVID-19 belangsung, ditetapkan kebijakan pembatasan kegiatan di luar rumah. Hal ini menghambat kegiatan warga untuk mencari penghasilan demi menjalankan hidup yang layak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subekti, 2021 menyebutkan bahwa penurunan aktifitas Posyandu berdampak negatif pada pelayanan penimbangan dan pemberian tambahan gizi pada balita, demikian juga Puskesmas juga mengalami penurunan dalam pelayanan kesehatan.
Baca Juga: Terapi Seni Dapat Jadi Solusi Penanganan Trauma Pada Anak
Penurunan aktivitas Posyandu menyebabkan kontrol kondisi bayi dan ibu hamil tidak dipantau dengan baik. Hal ini berimplikasi pada kondisi rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu pada saat janin hingga bayi umur dua tahun yang menyebabkan stunting ini terjadi.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menurunkan kasus kesehatan ini, di antaranya adalah dengan melakukan peningkatan dalam pengolahan jenis olahan makanan bergizi sebagai sarana pemenuhan pangan skala rumah tangga. Mengatur pengelolaan lingkungan, sarana sanitasi untuk memulai mengelola sumber air yang sudah ada. Melakukan pengelolaan limbah atau buangan hasil dari kegiatan dan pengelolaan sampah skala rumah tangga.
Perlu adanya sinergi dari berbagai pihak untuk mengatasi kejadian ini. Sebab bila dibiarkan, masalah stunting dapat berpengaruh besar terhadap kualitas anak Indonesia di masa depan. (LS)
Sumber:
Subekti Sri et al. 2021. Pengaruh Covid19 Terhadap Stunting Di Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga. Prosiding Seminar Nasional Penelitian Dan Pengabdian 2021. Penelitian dan Pengabdian Inovatif pada Masa Pandemi Covid-19. ISBN: 978-623-6535-49-3