Setiap tanggal 26 April, Indonesia memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) yang diinisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai bagian dari upaya sistematis membangun kesadaran publik akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana. Penetapan hari ini bukan tanpa alasan. Tanggal tersebut bertepatan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah kebijakan kebencanaan di Indonesia.
UU ini menandakan pergeseran dalam penanggulangan bencana dari pendekatan yang semula hanya responsif menuju pendekatan yang lebih preventif, terencana, dan strategis. Tidak hanya menekankan pada penanganan pasca bencana, undang-undang ini juga mengatur langkah-langkah mitigasi risiko, edukasi publik, serta integrasi penanggulangan bencana ke dalam kebijakan pembangunan.
Dalam peringatannya, Hari Kesiapsiagaan Bencana menjadi ajang kolaboratif berbagai pihak mulai dari pemerintah, lembaga kemanusiaan, komunitas untuk menggelar berbagai kegiatan edukatif. Kegiatan ini biasanya meliputi simulasi evakuasi bencana, pelatihan tanggap darurat, sosialisasi kebencanaan di sekolah dan tempat kerja, serta kampanye publik melalui media dan platform digital.
Bukan hanya sekedar seremonial tahunan, HKB adalah seruan untuk menanamkan budaya siaga bencana di tengah masyarakat, khususnya bagi orang yang hidup di wilayah rawan seperti daerah pesisir, kawasan gunung berapi, zona gempa, maupun area rentan banjir dan longsor. Dengan meningkatkan literasi bencana, diharapkan masyarakat tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi, tetapi juga siap secara mental, fisik, dan sosial untuk meminimalkan risiko yang ada.
Hari Kesiapsiagaan Bencana, Apa yang bisa Dilakukan
Dalam skala individu atau keluarga sebenarnya banyak cara juga yang bisa dilakukan untuk bisa memperingati hari kesiapsiagaan bencana, misalnya yang bisa dilakukan adalah mengenal potensi kebencanaan di sekitar tempat tinggal maupun di lokasi yang sering dikunjungi. Mengenali risiko adalah kunci awal kesiapsiagaan. Apakah wilayah tempat tinggal rawan banjir, gempa bumi, atau tanah longsor?

Bisa juga dengan memastikan bahwa kebutuhan dasar, terutama ketersediaan pangan dan air bersih, bisa tercukupi minimal untuk beberapa hari ke depan. Ini penting jika terjadi situasi darurat yang membuat akses logistik terputus sementara. Yang tidak kalah penting sebenarnya, individu dan keluarga bisa menyiapkan Tas Siaga Bencana yang berisi perlengkapan penting seperti dokumen pribadi, obat-obatan, makanan tahan lama, pakaian, senter, dan baterai cadangan. Tas ini harus diletakkan di tempat yang mudah dijangkau.
Sebagai bagian dari edukasi dan meningkatkan literasi kebencanaan juga sangat dianjurkan. Membaca buku atau artikel, mengikuti webinar, serta memberikan informasi siaga di media sosial adalah cara-cara sederhana yang bisa membangun kesadaran kolektif. Bahkan, membuat simulasi evakuasi di rumah bersama keluarga bisa menjadi kegiatan edukatif sekaligus menyenangkan.
Baca juga: Pemaduan Penanggulangan Bencana Dengan Rencana Pembangunan
Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional bukan sekadar seremoni, melainkan momentum untuk mengingatkan diri bahwa bencana bisa terjadi kapan saja. Dengan langkah-langkah kecil di rumah, setiap individu telah mengambil peran dalam membangun masyarakat yang lebih tangguh.
Penulis: Kori Saefatun
Editor: Nugrah