Sesar Baribis merupakan salah satu sesar yang berada di Jawa Barat dan merupakan salah satu sesar yang cukup panjang. dua belas (12) orang peneliti muda, yang tergabung dalam Ekspedisi Sesar Baribis yang diinisiasi oleh Yayasan Skala Indonesia dan didukung oleh Miyamoto, IAGI, USAID, SKSG, CRS, WVI. Menyusuri wilayah-wilayah yang memiliki kemungkinan di masa lalu rusak akibat gempa yang diperkirakan akibat pergerakan dari sesar Baribis.
Sesar ini memang tidak sepopuler sesar aktif di Jawa Barat seperti sesar Lembang, dan sesar Cimandiri yang sering dibahas oleh para ahli. Padahal dari riset sejarah dan simulasi yang dilakukan oleh Ngoc Nguyen serta timnya untuk menemukan dugaan kuat dua gempa besar yang pernah terjadi di Jakarta pada tahun 1780 dan 1834 ini berpusat dari Sesar Baribis
Simulasi skenario Ngoc Nguyen ini menemukan bahwa, ketika gempa sedang terjadi, seluruh wilayah Depok, sebagian Tangerang Selatan, beberapa Kecamatan di Jakarta seperti Kec. Jagakarsa, Kec. Pasar Rebo, Kec. Ciracas, dan Kec. Cipayung, serta sebagian daerah Bogor utara (dari daerah Cibinong, Parung, dan Parung Panjang) terguncang cukup parah dengan skala Mercalli X.
Baribis Tak Sepopuler Sesar Lembang
Walau tidak populer Sesar Baribis Sendiri ternyata di masa lalu mampu merusak kota Batavia dan beberapa kota di wilayah sekitarnya. Menurut Sony Aribowo, hal ini kemungkinan karena Baribis adalah sesar darat yang dangkal. Kemudian dari mana asal nama Baribis itu diambil ? Menurut berbagai sumber nama Baribis sendiri diambil dari nama Perbukitan Baribis yang berada di daerah Kadipaten, Majalengka, Jawa Barat. Sesuai namanya, Sesar Baribis membentang dari Kabupaten Purwakarta sampai perbukitan Baribis di Kabupaten Majalengka dengan panjang sekitar 100 kilometer.
Pada mulanya Desa Baribis ini bernama Dukuh Asem yang tertulis di dalam buku Sejarah Majalengka yang diterbitkan tahun 2012, disebutkan, pada tahun 1302 M, datanglah ke Dukuh Asem sepasang suami istri. Mereka adalah Pangeran Jaya Wisaya dan Nyi Anta Sari Manik. Mereka datang untuk menjalankan perintah Kanjeng Susuhunan Sultan Cirebon, Sunan Gunung Jati. Mereka diutus untuk menyebarkan agama Islam di daerah dukuh itu.
Konon, diriwayatkan keduanya memiliki ajimat berupa Aji Miraga Pitu. Bahkan sang istri memiliki gegaman yang bernama Cupu Manik.  Pangeran Jaya Wisaya bersama istrinya menempati  Dukuh Asem dan perlahan penduduk semakin bertambah. Atas perintah Sunan Gunung Jati, maka dibentuklah sebuah Kademangan  Dukuh Asem. Kemudian nama itu diubah dengan nama Baribis.Â
Tentang pergantian nama daerah tersebut yang menjadi Baribis, ada beberapa yang menafsirkan Baribis dari kata Baribisa. Maksudnya penduduk Dukuh Asem bersama memahami dan mengerti. Kemudian Baribisa berubah menjadi Baribis. Dalam catatan yang tercantum di dalam Oldmap (peta lama yang diterbitkan oleh Belanda) pada tahun 1898, desa tersebut sudah tertulis menjadi Baribis dalam namanya.
Baca Juga: 12 Peneliti Muda Susuri Jalur Sesar Baribis
Sesar Baribis adalah Sesar aktif yang membentang dari barat hingga timur pulau Jawa. Sesar Baribis merupakan sesar terpanjang di Pulau Jawa. Sesar ini melintasi selatan Indramayu, sisi barat Subang dan Purwakarta, Karawang, Cibatu (Bekasi), Depok, Jakarta hingga Tangerang dan Rangkasbitung (Banten). Keberadaan Sesar ini sendiri masih menjadi dugaan bahkan disebut-sebut sebagai ancaman besar bagi daerah Jakarta.
Sesar ini membentang sepanjang 25 Km di Jakarta Selatan. Sesar ini bertanggung jawab atas gempa bumi pada tahun 1834 di Bogor dengan kekuatan 7.0 Mw yang menyebabkan kehancuran massal di sekitarnya. Sesar ini kembali bergeser pada tahun 1862 dan menyebabkan gempa bumi berkekuatan 6.5 Mw di Kabupaten Karawang. Tim Ekspedisi Sesar Baribis kini sudah menuntaskan misinya, banyak temuan-temuan menarik selama perjalanan Ekspedisi Sesar Baribis yang dilakukan kemarin yang saat ini tengah di analisa dan akan segera dituliskan menjadi buku hasil yang nantinya dapat dibaca dan dijadikan referensi bagi kita untuk membuat rencana rencana mitigasi terutama mitigasi bencana gempabumi.
Penulis: Trinirmalaningrum
Editor: Nugrah Aryatama