Isu mengenai Jakarta yang akan tenggelam bukanlah sekadar omong kosong belaka. Nyatanya, ancaman ini semakin nyata seiring dengan berbagai fenomena yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Banjir yang semakin sering melanda ibu kota serta kondisi pemukiman di pesisir utara yang perlahan mulai terendam menjadi bukti bahwa penurunan permukaan tanah dan naiknya permukaan air laut bukan lagi sekadar teori.
Salah satu penyebab utama tenggelamnya wilayah ini adalah penurunan tanah (land subsidence) yang terjadi akibat eksploitasi air tanah secara berlebihan. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat dan kebutuhan air yang meningkat, banyak warga dan industri yang bergantung pada air tanah karena pasokan air bersih dari pemerintah belum mencukupi. Akibatnya lapisan tanah yang kehilangan kandungan airnya menjadi semakin padat dan turun secara perlahan.
Jakarta Akan Tenggelam, Melihat Perbedaan yang Signifikan
Berdasarkan Koran Harian Neraca yang terbit di tahun 1993 menjelaskan bahwa sejak 1977 hingga 1991, penggunaan air tanah mengalami peningkatan air tanah rata² 86,60%/tahun. Air tanah itu diambil melalui sumur² bor yang tersebar di Jabodetabek. Sedangkan jumlah ini bahkan semakin parah di tahun 2013-2015 dari 4406 m3 menjadi 9.143.484 m3 (Dinas PU DKI Jakarta 2016). Artinya hampir 5 dekade memang permasalahan peningkatan air tanah yang menjadi laju penurunan muka air tanah di wilayah ini.
Meskipun penggunaan air tanah bukan satu-satunya penyebab utama tenggelamnya wilayah ibukota, kondisi krisis iklim juga memperparah kondisi peningkatan laju muka air di ibukota. Pemanasan global menyebabkan es di kutub mencair, sehingga permukaan air laut naik. Sebagai kota yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, Jakarta menjadi salah satu daerah yang paling terdampak. Pesisir utara wilayah ini, termasuk kawasan Muara Baru, Muara Angke, dan Pluit, sudah mengalami genangan permanen akibat kenaikan air laut. Bahkan, beberapa daerah kini bergantung pada tanggul laut raksasa untuk mencegah air laut masuk lebih jauh ke daratan.

Sebagai sarana edukasi untuk peningkatan akan kesadaran terhadap penurunan muka air, Pemerintah provinsi DKI Jakarta bersama JICA (Japan International Cooperation Agency), membangun tugu untuk melihat seberapa signifikan perubahan muka air di Jakarta. Tugu ini secara sederhana menggambarkan data grafis yang mengalami penurunan hingga 4 m ejak 1974 di berbagai Kota di Jakarta seperti Jakarta Timur, Barat dan Utara yang mengalami penurunan drastis. Dalam keterangan tugu tersebut penurunan muka air tidak hanya menyebabkan kerusakan pada bangunan tapi juga berkontribusi pada banjir di pesisir Utara.
Baca juga: Banjarnegara dan Kisah Gempanya
Untuk melihat lebih lanjut tugu ini bisa dilihat di Kota Tua Jakarta sebagai sarana edukasi sederhana bagi masyarakat.
Penulis: Kori Saefatun
Editor: Nugrah Aryatama