Banjir Melanda Jambi: Riwayat Banjir dan Kerusakan Ekologis

Foto Udara kejadian Banjir Jambi, Foto: Antara Foto / Wahdi Septiawan
Ekspedisi Jawadwipa

Banjir sudah hampir dua pekan melanda wilayah Kota dan Provinsi Jambi. Intensitas hujan yang cukup tinggi membuat Sungai Batanghari meluap. Dari 11 kabupaten dan kota di Provinsi ini, tujuh diantaranya terdampak banjir, yakni Kota Sungai Penuh, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muarojambi, serta Kota Jambi.

Update dari Kompas.com banjir memuat sekitar 435 kepala keluarga (KK) mengungsi ketempat yang lebih aman. Parahnya di Kota Jambi, banjir sudah menelan 3 orang korban.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyalahkan intensitas hujan yang meningkat beberapa hari terakhir di balik penyebab banjir tersebut.

“Hampir sepekan terakhir ini intensitas hujan meningkat, akibatnya banjir masih merendam rumah warga di Provinsi Jambi,” kata Kepala Bidang pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Jambi Ismail, Jumat 14 Maret 2025.

Banjir yang terjadi terbilang cukup mengenaskan, potret dari drone memperlihatkan daerah yang tenggelam bersama genangan banjir seolah memperlihatkan bahwa wilayah ini telah dilahap oleh sungai.

Padahal dahulu masyarakat disini hidup berdampingan dengan sungai, sebagai jalur transportasi sekaligus pusat perekonomian.

Banjir Melanda Jambi: Riwayat Banjir dan Kerusakan Ekologis

Perkembangan ekonomi dan kebijakan yang eksploitatif terjadi sejak al abad ke-20 setelah Belanda resmi berada di area tersebut, hal ini yang menjadi salah satu faktor rusaknya ekologis di Sungai Batanghari. Pembangunan jalan ini dilakukan untuk menghubungkan daerah hulu dan hilir (Asnan, 2001). Penebangan hutan yang sembarangan, alih fungsi DAS (Daerah Aliran Sungai) menjadi perkebunan atau persawahan.

Di Tahun 1920 an, komoditi perkebunan karet menjadi faktor masifnya alih fungsi hutan menjadi perkebunan karet, ini menyebabkan terjadinya longsor di DAS Sungai Batanghari. Kemudian eksploitasi ini diteruskan oleh Pemerintah Republik Indonesia setelah merdeka tahun 1945. Pembabatan hutan tidak memberi tanda penurunan. Industri furniture di daerah hilir membutuhkan kayu dari daerah hulu, selain itu industri pertambangan juga berkembang dengan sangat pesat.

jambi
Ilustrasi Banjir Jambi 1955, Foto: Twitter/@PengolahanArsip

Banjir besar tak terelakan terjadi di Januari 1955, Komando Teritorial II/Sriwijaya, Kolonel Bambang Utoyo menyatakan bahwa banjir yang sedang terjadi di wilayah ini merupakan bencana nasional dan menjadi bencana banjir yang terburuk dalam kurun waktu seratus tahun terakhir. Pada banjir tahun 1955, 80 persen wilayah disini terendam banjir, 42 ribu hektar sawah siap panen hancur. Jumlah warga yang terkena dampak diperkirakan mencapai 350 ribu orang dan 5 orang meninggal dunia. Jalan-jalan dari daerah luar kota menuju Kota juga terputus, jalan lintas yang menghubungkan ke berbagai daerah juga ikut terputus akibat genangan air yang mencapai 4 meter.

Baca juga: Banjir di Bekasi dari Masa ke Masa

Banjir yang melanda pun tentu bukan tanpa sebab melainkan akumulasi dari kerusakan ekologis yang terjadi di sekitar Sungai Batanghari, kondisi darurat yang terjadi saat ini membutuhkan penanganan darurat sehingga korban jiwa dapat diminimalisir segera.

Penulis: Kori Saefatun

Editor: Nugrah

Sumber: