Mekanisme awan panas guguran gunung semeru. Tutur lisan menyebar kisah asal muasal berdirinya Gunung Semeru. Konon katanya, Gunung Semeru ada karena Pulau Jawa dahulu terombang ambing di tengah lautan. Kemudian dewa Shiva atau dikenal Batara Guru menginginkan agar Pulau Jawa dihuni oleh manusia. Namun karena pulau masih belum menancap di bumi, maka pulau ini tidak bisa dihuni. Sehingga Dewa Brahma dan Dewa Wisnu mengambil Mahameru di Tanah Jambudvipa (India) untuk di tancapkan di Jawa. Cerita hanyalah cerita, nyatanya Pulau Jawa sudah dipadati oleh manusia, termasuk di dalamnya kawasan Gunung Semeru.
Kali ini bukan hanya sekedar legenda, saat ini Gunung Semeru memberikan kisah nyata. Ketika manusia terganggu kehidupan dan penghidupannya, maka terjadilah bencana, begitu pula yang terjadi di Kawasan Semeru saat ini.
Simak Mekanisme Awan Panas Guguran Gunung Semeru Menyebabkan Bencana
Semua bermula dari terjadi awan panas guguran (APG) di Gunung Semeru, pada tanggal 4 Desember 2021. Awan panas guguran merupakan karakteristik ancaman khas Gunung Semeru, yakni berupa awan panas yang berasal dari ujung aliran lava pada bagian lereng gunung.
Gunung api Semeru yang memiliki tipe strato dengan kubah lava, dengan puncak tertinggi Mahameru (3676 mdpl) secara administratif terletak di Kabupaten Malang dan Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Aktivitas Gunung Semeru saat ini terdapat di Kawah Jonggring Seloko yang terletak di sebelah tenggara puncak Mahameru yang terbentuk sejak 1913. Letusan Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian, berupa penghancuran kubah/lidah lava, serta pembentukan kubah lava/lidah lava baru.
Penghancuran kubah/lidah lava mengakibatkan pembentukan awan panas guguran yang merupakan karakteristik dari Gunung Semeru.Endapan awan panas guguran terdiri dari material batuan bersuhu tinggi 800o – 900o celcius yang bergerak kearah lereng tenggara Gunung Semeru sejauh ± 4 km dari puncak, atau ± 2 km dari ujung aliran lava. Awan panas guguran memasuki lembah Sungai Kobokan dan berinteraksi dengan air sungai beserta material lama yang terdapat di dalam badan sungai, membentuk aliran lahar sepanjang aliran Sungai Kobokan.
Dalam laporan Kompas TV, Surono, Ahli Vulkanologi menjelaskan bahwa erupsi yang terjadi di Gunung Semeru berbeda dengan erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010. Pada letusan Gunung Merapi material vulkanik dengan tekanan tinggi menjebol lubang kawah, membumbung tinggi menjadi sebuah letusan yang memunculkan awan panas letusan.
Namun tidak terjadi demikian pada Gunung Semeru. Memang Semeru sering mengalami letusan berupa gas, abu vulkanik dan lainnya. Namun Gunung Semeru hanya memuntahkan lelehan lava yang membentuk gundukan atau biasa disebut kubah lava. Gundukan ini semakin lama semakin besar volumenya.
“Musim hujan bisa jadi membuat kubah lava yang sebagian telah menjadi batu dan sebagian cair itu longsor. Dia (kubah lava) pecah menghasilkan gas, bercampur dengan debu halus, krikil dan lainnya membentuk awan panas guguran. Disebut seperti itu, karena dihasilkan dari kubah lava yang gugur, bukan awan panas letusan” ujar Surono.
Banyak yang penasaran, akankah erupsi susulan kembali terjadi?
Surono menjawab, semua ini tergantung pada kubah lava, apakah masih ada atau sudah tidak ada. Bila kubah lava tidak ada lagi, maka awan panas guguran tidak akan ada, karena tidak ada lagi lava yang bisa digugurkan.
Sebaran abu dan material awan panas guguran yang menyebar keberbagai wilayah sekitar Gunung Semeru. Endapan awan panas guguran yang masih panas, bila terkena tetesan air hujan akan bereaksi menghasilkan ledakan-ledakan yang disebut dengan letusan sekunder. Endapan awan panas guguran akan terbawa air hujan menuju daerah yang lebih rendah, yaitu lembahan atau sungai. Endapan awan panas guguran yang terbawa air hujan akan menjadi lahar hujan yang panas. Daya dobrak lahar hujan sangat bersar, sehingga bisa merusak lingkungan dan infrastruktur yang dilewatinya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat Semeru mengalami erupsi tiga kali sejak dini hari sampai pagi tadi, Selasa (07/12/2021). Erupsi pertama terjadi pada pukul 01.02 WIB dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 1.000 meter di atas puncak. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 20 mm dan durasi 297 detik.
Baca juga: Telisik Tabir Misteri Erupsi Gunung Gamalama
Kemudian, erupsi Semeru kembali terjadi pada pukul 02.44 WIB. Erupsi kedua ini terjadi dengan durasi 454 detik. Terakhir Semeru erupsi terjadi pukul 05.54 WIB dengan tinggi kolom abu mencapai kurang lebih 1.000 m di atas puncak. Kolom abu teramati berwarna putih, kelabu hingga coklat dengan intensitas sedang hingga tebal kearah tenggara. Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi 267 detik.
Sejauh ini, erupsi Gunung Semeru telah mengakibatkan 22 Meninggal Dunia, 2.004 Mengungsi, 27 Hilang. PVMBG menghimbau agar masyarakat sekitar tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah atau puncak Semeru dan jarak 5 km arah bukaan kawah di sektor tenggara-selatan, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru.
Masyarakat juga diminta untuk menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena saat ini suhunya masih tinggi. Masyarakat perlu diwaspadai potensi luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Sungai/Besuk Kobokan. Mewaspadai ancaman lahar di alur sungai/lembah yang berhulu di Gunung Semeru karena banyaknya material vulkanik yang sudah terbentuk. (LS)
Sumber:
https://magma.esdm.go.id/v1/gunung-api/peta-kawasan-rawan-bencana