Lembah Cisaar yang berada di Sumedang. Selain itu Sumedang merupakan sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat, di masa lalu merupakan wilayah dengan jalur lalu lintas penting yang menghubungkan Bandung ke Cirebon. Wilayah geografisnya hampir semua merupakan pegunungan-pegunungan kecil kecuali daerah di Pegunungan Tampomas yang sedikit menjulang agak lebih tinggi.
Di balik bentang pegunungan kecil yang tampak tenang itu, tersimpan kisah kebumian yang panjang sekaligus jejak peradaban makhluk di masa lalu. Lembah Cisaar menjadi saksi bisu bagaimana proses alam membentuk lanskap, sekaligus bagaimana manusia dan makhluk bumi lainnya menapaki kehidupannya, meninggalkan jejak budaya yang sampai saat ini masih menyisakan tanda-tanda keberadaannya.
Lembah Cisaar, Jejak Kebumian dan Peradaban Masa Lalu
Lembah Cisaar sendiri terbentuk di dalam Zona Antiklinorium Bogor akibat aktivitas tektonik dari beberapa sesar besar, seperti Sesar Cimandiri, Lembang, Baribis, serta Sesar Sumedang yang baru teridentifikasi. Lembah ini memiliki panjang sekitar 2,8 kilometer dan menjadi satu-satunya lembah di Jawa Barat yang memperlihatkan jejak geologi dari tiga lapisan formasi sekaligus: Formasi Citalang, Kaliwangu, dan Subang.

Selain keunikan geologinya, Lembah Cisaar juga menyimpan kekayaan fosil. Di kawasan ini ditemukan berbagai jenis fosil, mulai dari vertebrata, moluska, hingga fosil kayu. Menariknya, banyak fosil yang ditemukan masih dalam kondisi hampir utuh. Fosil vertebrata yang cukup menonjol antara lain mamalia purba, gigi hiu Megalodon, hingga yang paling terkenal: fosil gading Stegodon atau gajah purba. Keberagaman dan kelangkaan fosil ini menjadikan Lembah Cisaar sebagai salah satu situs penting dalam penelitian paleontologi di Jawa Barat.
Penelitian ini dimulai semenjak 2004 kemudian selama bertahun-tahun, hasil riset, studi, dan penelusuran warga berhasil mengumpulkan fosil-fosil menarik dari beberapa tempat lembah ini.
Lembah Cisaar pada masa lalu terbentuk melalui beberapa tahap perubahan lingkungan. Awalnya daerah ini merupakan laut dangkal, kemudian berubah menjadi muara sungai (estuarin) dan akhirnya dipengaruhi oleh sungai yang bercabang-cabang atau menganyam.

Pada bagian muara sungai, para ahli menemukan lapisan bawah, tengah, hingga atas yang menunjukkan ciri khas lingkungan estuarin. Selain itu ditemukannya fosil moluska seperti kerang dan siput laut menjadi bukti bahwa wilayah ini pernah mengalami proses regresi atau surutnya laut, sehingga kawasan yang dulunya berada di bawah air laut lambat laun berubah menjadi daratan.
Aktivitas kebumian tanah Sumedang, terutama di area dekat Lembah Cisaar tampaknya bukan hanya berhenti pada jutaan lalu setelah punahnya beberapa makhluk hidup seperti Megalodon, Stegodon dan manusia purba. Diam tapi pasti kadang kala bumi Sumedang menggeliat menampakan adanya aktivitas tektonik yang nyata dari ilmu kebumian yang berada di dasar tanah.
Tanah Sumedang pernah menggeliat keras di tahun 1955, tepatnya terjadi pada 14 Agustus 1955, keterbatasan alat saat itu membuat gempa yang terjadi sulit dikenali mana penyebabnya, sebab Sumedang dihimpit berbagai sesar yang bisa kapan pun menggeliat. Gempa besar tersebut merusak berbagai fasilitas termasuk masjid-masjid, kantor militer, kantor bupati hingga rumah-rumah warga.
Dalam sebuah koran, Algemeen Indisch dagblad menjelaskan bahwa Presiden Sukarno saat melakukan perjalanan dari Bandung menuju Cirebon menyempatkan diri untuk berkunjung ke Sumedang menyemangati masyarakat agar bangkit dan membangun kembali masjid-masjid yang runtuh karena gempa.
Baca juga: Lembah Baliem, Papua Serta Keindahan dan Jejak Kegempaan
Dari fosil-fosil purba yang mengisahkan kehidupan jutaan tahun lalu, hingga catatan kegempaan yang mengguncang masyarakat Sumedang, semuanya menjadi pengingat bahwa tanah Sumedang selalu hidup, terus bergerak, dan menyimpan cerita berharga. Lembah Cisaar pada akhirnya bukan sekadar bentang alam, melainkan warisan geologi dan budaya yang layak dijaga serta diwariskan untuk generasi mendatang, sekaligus pengingat bahwa sejalan tumbuhnya peradaban diatas Lembah Cisaar, bumi Cisaar juga terus aktif yang sewaktu-waktu akan menggeliat sehingga peningkatan kesiapsiagaan bencana gempa bumi perlu dilakukan.(Kori/Nugrah)





