Belajar dari Leluhur: Kearifan Lokal sebagai Penjaga Kita dari Bencana

Ilustrasi Kearifan Lokal, Foto: Dok. kajianpustaka.com
Ekspedisi Jawadwipa

Kearifan lokal di Indonesia sangat beragam dikarenakan banyaknya suku-suku yang ada di Indonesia, sealin itu Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik, menjadikannya rentan terhadap berbagai bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan banjir. Namun, di balik kerentanan itu, Indonesia juga menyimpan kekayaan luar biasa berupa kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur. Kearifan inilah yang selama bertahun-tahun menjadi benteng pertama dalam menghadapi ancaman alam.

Apa Itu Kearifan Lokal dalam Konteks Kebencanaan?

Kearifan lokal adalah pengetahuan dan praktik yang tumbuh dan berkembang dari kebudayaan masyarakat setempat, berdasarkan pengalaman panjang hidup berdampingan dengan alam. Dalam konteks kebencanaan, kearifan ini mencakup cara memahami gejala alam, metode evakuasi tradisional, serta nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan solidaritas komunitas.

Contoh Nyata yang Menyelamatkan Nyawa

Salah satu contoh paling terkenal datang dari Pulau Simeulue di Aceh. Saat tsunami dahsyat melanda pada tahun 2004, hampir seluruh warga Simeulue selamat. Mereka mengenal istilah “Smong”, cerita rakyat yang diwariskan secara lisan dan mengajarkan bahwa jika air laut surut tiba-tiba, maka tsunami akan datang. Berkat pengetahuan ini, mereka tahu untuk segera menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi—jauh sebelum sirene modern berbunyi.

kearifan lokal
Kegiatan Labuhan Merapi sebagai upaya masyarakat sekitar Gunung Merapi menjaga keseimbangan alam, Foto: Dok. tunashijau.id

Di lereng Gunung Merapi, masyarakat tradisional memiliki kemampuan membaca tanda-tanda alam seperti suara gemuruh, perilaku hewan, atau aroma belerang. Mereka juga mengenal struktur sosial seperti juru kunci yang menjadi penjaga komunikasi antara manusia dan alam. Kearifan ini sering kali lebih dipercaya oleh masyarakat dibanding teknologi modern karena telah terbukti akurat selama puluhan tahun.

Mengapa Harus Dilestarikan?

kearifan lokal
Ilustrasi masyarakat Sunda melakukan Ritual untuk Menjaga Sumber Air, Foto: Dok. kompas.id

Di era digital seperti sekarang, kearifan lokal sering dianggap ketinggalan zaman. Padahal, ia memiliki nilai yang tidak tergantikan—kontekstual, cepat diterapkan, dan berbasis pengalaman. Kearifan ini juga mengajarkan kita untuk tidak hanya bergantung pada alat, tetapi juga pada kepekaan, empati, dan hubungan dengan lingkungan.

Melestarikan kearifan lokal bukan berarti menolak teknologi, tapi menggabungkan yang lama dan yang baru. Misalnya, pemerintah bisa mengintegrasikan pengetahuan lokal ke dalam sistem mitigasi bencana nasional, menjadikannya bagian dari kurikulum pendidikan kebencanaan, atau melibatkan tokoh adat dalam perencanaan tanggap darurat.

Langkah ke Depan: Sinergi untuk Ketangguhan

Membangun ketangguhan menghadapi bencana tidak cukup hanya dengan alat-alat canggih. Kita perlu membangun kesadaran budaya dan memperkuat pengetahuan masyarakat lokal. Ketika masyarakat memahami alam, menghormati leluhur, dan menjaga kebersamaan, maka mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga bangkit lebih kuat.

Baca juga: Parafu, Kearifan Lokal Suku Mbojo dalam Melindungi Sumber Air

Kita tidak bisa menghindari bencana, tapi kita bisa belajar dari leluhur untuk lebih siap menghadapinya. Karena sejatinya, kearifan lokal bukanlah peninggalan masa lalu—melainkan pelajaran hidup untuk masa depan.(Dwi/Nugrah)