Tina Ngata merupakan pemimpin perempuan yang ada Palu, Sulawesi Tengah. Pada zaman sekolah dulu pasti Sobat DC pernah menyemarakkan perayaan hari Kartini dengan memakai kebaya ataupun pakaian adat lainnya. Uniknya, di Kulawi, Kab. Sigi, Sulawesi Tengah kita bisa menjumpai beberapa perempuan memakai aksesoris ikat kepala khas daerah setiap hari Kamis. Perempuan di Kulawi seperti petugas pemerintah dan guru selalu memakai ikat kepala yang terbuat dari manik-manik yang dinamai oleh mereka sebagai tali enu.
Tina Ngata
Perempuan Kulawi mencerminkan adat yang dimiliki dengan memakai tali enu. Bagi masyarakat biasa atau yang baru berkunjung kesana, melihat pemandangan perempuan memakai tali enu terlihat lebih bersahaja. Tetapi ada yang terlihat lebih bersahaja dengan perannya yang luar biasa, yaitu perempuan yang disebut Tina Ngata.
Di setiap desa di daerah Kulawi memiliki lembaga adat yang berisikan tiga jabatan, yaitu Maradika, Totua Ngata dan Tina Ngata. Tina Ngata terdiri dari dua buah kata, yaitu Tina yang berarti ibu atau perempuan dan Ngata yang berarti desa. Tina Ngata hadir merepresentasikan perwujudan peran perempuan sebagai salah satu pemimpin yang memiliki peran dan pengaruh yang besar dalam mengatur kehidupan sosial dan melindungi lingkungan. Selain itu, Tina Ngata juga berwenang merancang pekerjaan dalam pertanian terutama karena merekalah yang mengetahui dengan teliti ilmu perbintangan untuk dijadikan pedoman dalam Ngata, serta mengatur kerja-kerja pengelolaan sawah dan ladang.
Dalam wawancara dengan Ibu Rukmini Paata Toheke, Tina Ngata Desa Toro menyebutkan bahwa salah satu fungsi Tina Ngata adalah sebagai Pangalai Baha atau pengambil kebijakan. Dahulu, di tanah Kulawi, hukum yang ada hanya hukum adat. Semua proses peradilan dijalankan dengan menggunakan peradilan adat atau disebut Nota Ngara.
Dalam Nota Ngara, Tina Ngata sebagai salah satu pemimpin adat harus dilibatkan. Semua keputusan yang diambil dalam Nota Ngara harus dilakukan atas kesepakatan dari Tina Ngata. Terkadang proses peradilan adat amat menguras emosi dan penuh perdebatan. Fungsi Tina Ngata sebagai petaware bisa atau pendingin suasana yang dapat menyejukkan seluruh perserta sehingga suasana lebih rileks dan dapat menghasilkan keputusan yang terbaik.
Fungsi Tina Ngata yang lainnya adalah sebaga pobolia adat, yang berarti menyimpan adat. Sebagai perempuan, Tina Ngata harus berjuang keras dan melakukan proses cukup panjang untuk menjaga adat yang ada. “Peran Tina Ngata sebagai pobolia adat diperoleh dari perjuangan keras dan waktu perjuangan yang cukup panjang dari tahun 1994 untuk menggali peran itu dan pada tahun 2001 baru diakui dalam pengambilan keputusan”.
Hal ini diperjuangkan oleh ibu Rukmini, sebab sejarah yang ada di Kulawi memang menyebutkan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam pengambilan keputusan. Salah satu perempuan berpengaruh yang tercatat dalam sejarah bernama Hangkalea yang merupakan salah satu pemimpin adat. Selanjutnya Ibu Rukmini berkata ”Sejarah yang kita miliki di tanah Kulawi memang ada peran perempuan yang strategis. Kalau perempuan tidak diberi kesempaatan dalam pengambilan keputusan maka kearifan pengelolaan sumber daya alam tidak akan ada”.
Peran lembaga adat sangat berpengaruh terhadap penanggulangan bencana. Tina Ngata dalam menjalankan fungsi sosialnya dengan kekuatan sifat kepemimpinan, kebijakasanaan, talenta, wibawa dan kharisma dibutuhkan untuk menjaga dan mengatur hubungan antara setiap individu anggota komunitas dalam kehidupan sosial.
Hal ini dibuktikan dengan kejadian bencana gempabumi yang terjadi pada 28 September 2018 yang menghancurkan beberapa bangunan di daerah Kulawi termasuk Desa Toro. Penanggulangan bencana di daerah ini sudah berperspektif gender. Terbukanya akses perempuan dalam mengelola sumber daya alam membuahkan keuntungan. Berkat kearifannya dalam mengelola sumber daya alam, Desa Toro tidak membutuhkan bantuan beras. Hal ini karena mereka memiliki cadangan beras sebagai bentuk ketahanan pangan yang sangat baik.
Peran Tina Ngata sebagai salah satu pemimpin adat, menjalankan dua filosofi prinsip hidup masyarakat Kulawi yang disebut Hintuwu dan Katuwua. Hintuwu adalah nilai ideal dalam relasi antar sesama manusia yang berlandaskan prinsip penghormatan, solidaritas dan musyawarah. Sementara Katuwua adalah nilai ideal dalam relasi antara manusia dengan lingkungan hidupnya yang dilandasi oleh sikap kearifan dan keselarasan dengan alam.
Hintuwu berfungsi untuk mengatur hubungan antar anggota masyarakat, seperti penyelesaian perselisihan, pelaksanaan upacara adat yang memiliki visi Pomebila (saling menghargai) dan Mahingkau, Mome Panimpu (bersatu, solidaritas). Katuwua berfungsi untuk mengatur anggota masyarakat dalam interaksi dengan lingkungan sekitar, terutama dalam pemanfaatan sumber dala alam.[1]
Arti dari nilai kedua filosofi atau jalan hidup yang diwarisi dari generasi ke generasi adalah hubungan sosial yang mana menjadi referensi normatif yang dimiliki untuk dimengerti, sehingga mereka dapat melakukan hal yang benar kepada alam dan sesama manusia.[2]
Tina Ngata menjadi salah satu contoh peran perempuan dalam menyeimbangkan kehidupan sosial dan alam. Melalui keahlian dan sifat-sifat menyayangi, mengasihi dan pendamai, menjadikan hidup masyarakat adat Kulawi harmonis. Kemampuannya merawat dan mengelola sumber daya alam layaknya perempuan yang menjadi pusat kehidupan, merawat hutan dengan limpahan kasih sayang seperti membesarkan keturunan. Walau potensi bencana besar selalu menghantui wilayah ini, namun kehadiran Tina Ngata dan suara perempuan lainnya membawa peran besar dalam meningkatkan kapasitas wilayah adat.(LS)
[1] Mahfud R. dan Toheke R. P. 2005. Masyarakat adat ngata toro Sulawesi tengah.
[2] Misnah et al. 2017. Philosophy of Hintuwu and Katuwua as Learning Sources in Teaching Social Science Subject Among Kulawi Indigenous People. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 174
One thought on “Tina Ngata, Pemimpin Perempuan Bersahaja Asal Kulawi”