Kejadian tsunami mempunyai dampak besar pada kehidupan masyarakat menggulung manusia, pohon bahkan bangunan yang kokoh dan kuat sekalipun. Pasca kejadian bencana ini hampir tidak ada yang tersisa nyawa melayang, tumbuhan mati dan bangunan tersapu oleh gulungan air. Sebuah keajaiban besar jika nyawa dan bangunan tetap berdiri tegak pasca bencana ini.
Seperti tsunami besar di Aceh pada 2004 bangunan masjid besar Baiturahman tetap tangguh berdiri ditengah gulungan ombak yang terjadi, masyarakat menganggapnya adalah suatu keajaiban bukti kekuatan bahkan ada yang mengaitkan dengan spiritualitas. Serupa dengan masjid baiturrahman Aceh hal yang menarik terjadi di Jepang.
Pasca Tsunami Jepang, Pohon jadi Simbol Harapan

Jika di Aceh simbol harapan dan ketangguhan identik dengan masjid maka di Jepang sebuah pohon merupakan simbol harapan tersebut. Pohon tersebut merupakan sebuah pohon pinus yang masih hidup setelah diterjang tsunami di Jepang pada 2011.
Pohon tersebut hidup menghadap Samudra Pasifik yang terletak di daerah bernama Rikuzentakata. Rikuzentakata, sebuah kota resor di pesisir timur laut Jepang, luluh lantak diterjang gulungan ombak besar tersebut. Sekitar 1.700 orang diperkirakan tewas di Rikuzentakata ketika gelombang tsunami setinggi 13 meter menghantam pada sore 11 Maret 2011. Setelah air surut, hanya sedikit bangunan yang tersisa di pusat kota.
Pohon pinus ini mempunyai sejarah panjang di Rikuzentakata karena ditanam lebih dari 200 tahun yang lalu, tepatnya berada di kawasan hutan pinus Takata-Matsubara di Rikuzentakata yang dulunya dipenuhi lebih dari 70.000 pohon hijau zamrud yang membentang kontras dengan pantai berpasir putih. Deretan pinus ini diyakini ditanam para pedagang setempat atas perintah Date Tsunamune pada 1667 sebagai pelindung kota dari angin laut dan badai. Pada periode Showa (1926–1989), Takata-Matsubara masuk daftar 100 Lanskap Terbaik di Jepang, dan pada 1940 ditetapkan sebagai Tempat Berpemandangan Indah Nasional.

Pohon-pohon itu kemudian menjadi pemandangan khas yang akrab bagi warga dan wisatawan. Setelah tsunami, hanya satu pohon yang tersisa. Media Jepang menjulukinya sebagai “pohon harapan”, dan kisahnya membuat banyak orang datang ke lokasi yang hancur untuk melihat dan memotret pohon tersebut.
Baca juga: Belajar Membangun Kesiapsiagaan Gempa dan Tsunami dari Desa Sidomulyo
Dari sekitar tujuh puluh ribu pohon pinus yang dahulu berjajar di pesisir Rikuzentakata, hanya satu yang selamat setelah tsunami 11 Maret 2011. Pohon ini berdiri tegak di tengah puing-puing, yang kontras dengan kehancuran di sekitarnya, sehingga dijuluki simbol harapan bagi para korban. Dalam budaya Jepang, pinus memang melambangkan kekuatan dan ketangguhan, sekaligus kelahiran kembali. Seperti benih pinus yang menyebar untuk menumbuhkan kehidupan baru, Pinus menjadi pengingat bahwa meski bencana menghancurkan segalanya, harapan dan kehidupan tetap bisa tumbuh kembali.(Kori/Nugrah)






