Jejak Sejarah Gempa di Desa Prunggahan, Tuban

Ikon Tuban, Jawa Timur, Foto: jalapantura.com
Ekspedisi Jawadwipa

Jejak Sejarah gempa di wilayah Jawa Timur sangat banyak salah satunya di wilayah Tuban. Tuban tidak hanya menjadi salah satu destinasi dalam perjalanan sepuluh pemuda yang melakukan Ekspedisi JawaDwipa. Ekspedisi JawaDwipa merupakan kegiatan penjelajahan menyusuri jejak sejarah gempa dan tsunami di wilayah Jawa Timur yang didukung oleh program Siap Siaga dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Wilayah Tuban terkenal dengan julukan bumi wali. Selain itu, wilayah Tuban juga memiliki banyak sekali rahasia dibalik semua kejadian yang pernah terjadi di masa lalu. Salah satu hal yang menarik adalah temuan prasasti Warungahan yang ditemukan di Desa Prunggahan, Kecamatan Semanding. 

gempa
Lempengan prasasti Warungahan di Desa Prunggahan, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Foto: Tim Ekspedisi Jawadwipa

Dilansir dari penelitian Sambodo (2018), prasasti tersebut memuat keterangan bahwa pada hari Sabtu Wage Paniruan tanggal 15 Kṛṣṇapakṣa bulan Weśaka tahun 1227 Śaka, (24 April 1305)29 Śrī Maharaja Nararyya Sanggramawijaya telah memberikan sebuah piagam peresmian penetapan ulang daerah. Waruṅgahan menjadi sebuah sīma. Alasannya adalah karena prasasti sebagai bukti penetapan dahulu hilang ketika terjadi gempa bumi. Piagam tersebut dikeluarkan atas permintaan para ahli waris pemegang prasasti, yaitu anak anak Pāduka Mpuṅku Śrī Buddhaketu.

Jejak Sejarah Gempa di Desa Prunggahan, Tuban

Tidak diketahui dengan pasti kapan kejadian itu berlangsung karena di dalam prasasti hanya tertulis “°ika taŋ prasāsti hilaŋ ri kāla niŋ bhūmi kampa”, (prasāsti itu [telah] hilang ketika bhūmi berguncang). Satu hal yang pasti, kejadian itu terjadi pada masa pemerintahan Kertanegara (1190-1214 Śaka) karena penetapan awal sīma itu terjadi pada masa pemerintahannya. Besar kemungkinan bahwa Waruṅgahan itu adalah nama kuno dari Desa Prunggahan sekarang ini. Jarak tempat temuan prasasti dengan Desa Prunggahan sekitar ± 4 km. Desa Prunggahan sendiri terletak sekitar ± 3 km dari tepi laut. Mungkin daerah Waruṅgahan pernah dijadikan semacam tempat berkumpul untuk persiapan pengiriman pasukan pada masa pemerintahan Kṛtanagara. 

Kecamatan Semanding adalah salah satu kecamatan yang memiliki penduduk paling banyak. Temuan prasasti Warungahan merupakan pertanda bahwa wilayah ini pernah mengalami gempa besar hingga sebuah prasasti bisa hilang. Kejadian gempa adalah salah satu fenomena yang bisa berulang di masa depan. Bila terjadi gempa kembali, dimungkinkan dampaknya akan lebih besar bila kita tidak bersiap dari sekarang.

Namun sayang, banyak warga yang tidak mengetahui isi dari prasasti Warungahan. Seperti keterangan Wasiman, warga Desa Prunggahan yang hanya sekedar tahu bahwa di wilayahnya terdapat prasasti yang berisi pembebasan pajak di masa lalu. 

Setelah menemui Wasiman, kami bertemu dengan Handri selaku staf Desa Prunggahan. Menurut Handri, di wilayah Tuban jarang sekali ada bencana, apalagi gempabumi. Salah satu kekurangan wilayah ini adalah, tidak ada fasilitas kesiapsiagaan seperti jalur evakuasi dan juga titik kumpul serta rambu evakuasi. Pelatihan kesiapsiagaan juga belum pernah dilakukan. Bencana yang sering terjadi hanya angin puting beliung saja. 

Baca juga: Pantai Pulau Merah dan Jejak Cerita Tsunami-nya

Keberulangan kejadian gempa yang berjarak ratusan tahun membuat ingatan kolektif mengenai bencana ini perlahan-lahan hilang. Hanya catatan dan jejak sejarah yang dapat mengabadikan bencana tersebut. Sebagian besar masyarakat tidak mengetahui secara lengkap terkait dengan peninggalan artefaktual yang berhubungan dengan gambaran kejadian bencana di masa lalu. Belajar dari Desa Prunggahan, sebaiknya kita menggali kembali dan mempelajari secara utuh tinggalan jejak bencana yang dapat dijadikan modal untuk upaya kesiapsiagaan.

Penulis : Raja Ahmad Namora S.

Editor  : Lien Sururoh