Tanah Bergerak di Sisi Gunung Parang Purwakarta

Foto udara Lokasi kejadian tanah bergerak, Foto: Dok. BNPB
Ekspedisi Jawadwipa

Fenomena tanah bergerak kembali terjadi di wilayah Indonesia, kali ini di kawasan lereng Gunung Parang, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Pergerakan tanah ini menimbulkan kekhawatiran warga setempat karena mengancam permukiman di sekitarnya. Kejadian ini menambah daftar panjang bencana geologis yang kerap melanda daerah-daerah perbukitan dan pegunungan di musim hujan.

Menurut data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), wilayah Gunung Parang termasuk dalam zona gerakan tanah menengah hingga tinggi. Struktur tanah yang labil dan jenis batuan lempung berpasir di daerah ini mempercepat proses pelongsoran saat jenuh air.

Dalam perjalanan Tim Ekspedisi Susur Sesar Baribis pada Mei 2024, tim sempat mengunjungi dua wilayah yang dikenal rawan bencana tanah bergerak, yaitu Desa Panyindangan dan Desa Pasanggrahan di Kecamatan Sukatani, Purwakarta. Meski secara administratif merupakan desa yang berbeda dan berada di sisi berlawanan lereng Gunung Parang, keduanya memiliki struktur tanah yang saling terhubung. Jika pergerakan tanah terjadi di salah satu desa, maka dampaknya hampir selalu dirasakan di desa yang lain. Hubungan geologis ini membuat keduanya bagaikan satu kesatuan yang rentan bergerak bersamaan.

Tanah Bergerak di Sisi Gunung Parang Purwakarta

tanah bergerak
Tim Ekspedisi Baribis di Desa Pasanggrahan Salah Satu Desa yang Mengalami Fenomena Pergerakan Tanah, Foto: Dok. Tim Ekspedisi Baribis

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purwakarta mencatat bahwa fenomena tanah bergerak di Desa Panyindangan telah berlangsung secara bertahap sejak awal April 2024. Dampaknya cukup signifikan terhadap infrastruktur dan kehidupan warga. Tercatat sebanyak 18 rumah mengalami kerusakan ringan, 11 rumah rusak sedang, dan 21 rumah mengalami kerusakan berat. Sebanyak 8 rumah lainnya berada dalam kondisi rawan terdampak jika pergerakan tanah terus berlanjut.

Selain potensi kegempaan yang terus mengintai, warga Desa Panyindangan dan Desa Pasanggrahan di Purwakarta juga hidup dalam bayang-bayang bencana tanah bergerak yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Dalam empat tahun terakhir, pergerakan tanah secara masif telah menjadi ancaman nyata bagi kedua wilayah ini. Hujan deras kerap menjadi pemicu utama, membuat tanah mudah bergeser dan siap merobohkan rumah-rumah yang berdiri di atasnya. Tak jarang, warga mendengar suara gemuruh dari dalam tanah tak lama setelah hujan turun sebuah pertanda yang kian memperkuat kecemasan mereka.

tanah bergerak
Kondisi Area Setelah Kejadian Tanah Bergerak, Foto: Dok. Kumparan

Kondisi ini memaksa masyarakat untuk selalu waspada. Karena keterbatasan peralatan deteksi dini (early warning system), warga menggunakan cara sederhana seperti memasang bambu yang dihubungkan dengan tali untuk memantau pergerakan tanah. Upaya pemasangan alat deteksi resmi sempat dilakukan, namun karena alat tersebut dianggap lebih dibutuhkan di desa lain, akhirnya dipindahkan. Bahkan ketika alat sempat terpasang, kekuatan pergerakan tanah yang luar biasa menyebabkan alat itu ikut terseret dan hilang.

Baca juga: Baribis Tak Sepopuler 2 Sesar Lainnya di Jawa Barat

Di tengah kekhawatiran yang terjadi sebagian warga mengaitkan fenomena ini dengan legenda lokal tentang “bokor emas” yang konon tersembunyi di dalam Gunung Parang. Cerita turun-temurun menyebutkan bahwa bencana terjadi akibat “pencurian” bokor emas yang diidentikan dengani aktivitas penambangan batu. Mitos ini berkembang seiring meningkatnya kerusakan di lereng gunung, seolah menjadi pengingat bahwa alam bisa murka bila tak dijaga dengan bijak. (kori/Nugrah)