Krisis iklim yang terjadi sekarang ini, menjadi salah satu penyebab meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan, organisasi lingkungan hidup Greenpress Indonesia menekankan pentingnya pendekatan mitigasi berbasis ekosistem (ecosystem-based mitigation) dalam kebijakan pengurangan risiko bencana.
Menurut Trinimala Ningrum, peneliti kebencanaan dari Greenpress Indonesia, pendekatan ini tidak hanya melibatkan pembangunan infrastruktur teknis seperti tanggul, tetapi juga pemulihan dan pemanfaatan ekosistem alami untuk melindungi masyarakat dari bencana yang datang akibat dari krisis iklim. Contohnya, hutan lindung di hulu sungai dapat mengurangi volume dan kecepatan aliran air hujan ke hilir, sementara mangrove mampu meredam gelombang dan mencegah abrasi di pesisir.

“Kita sudah terlalu lama mengandalkan solusi rekayasa teknis. Padahal alam memiliki sistem pertahanan yang luar biasa jika tidak dirusak,” ujar Trinimla Ningrum di Jakarta (28/05/2025) ketika merespon berbagai isu kebencanaan dan krisis iklim di Indonesia.
Hadapi Musim Pancaroba dan Krisis Iklim
Ia menjelaskan mitigasi berbasis ekosistem mencakup pelestarian hutan, pemulihan daerah aliran sungai (DAS), perlindungan rawa, dan penataan ruang secara ekologis.
Greenpress mencatat bahwa bencana yang terjadi di berbagai daerah, termasuk banjir besar yang baru-baru ini melanda Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dan Kabupaten Bandung Barat, merupakan alarm keras atas kerusakan sistem ekologis di wilayah hulu.
“Bukan semata karena curah hujan ekstrem, tetapi karena hutan dan lanskap alaminya sudah tidak mampu menahan limpasan air,” tambah Trinimla yang juga pernah aktif di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini.

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa fenomena La Nina yang lemah diperkirakan akan berlanjut hingga awal tahun 2025, menyebabkan suhu perairan Indonesia lebih hangat dari rata-rata dan meningkatkan pembentukan awan hujan. Sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami curah hujan tinggi pada 2025.
Greenpress mendorong pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk:
• Mengintegrasikan konservasi ke dalam rencana tata ruang dan pembangunan.
• Mengembalikan fungsi hutan dan ekosistem alami sebagai zona penyangga bencana.
• Meningkatkan investasi dalam restorasi lahan kritis dan perlindungan kawasan penting secara ekologis.
Rini panggilan akrab Trinimala Ningrum ini menuturkan, pendekatan berbasis ekosistem juga dinilai lebih murah, berkelanjutan, dan memberikan manfaat tambahan seperti menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta memperkuat ekonomi lokal melalui ekowisata atau pertanian ramah lingkungan. “Kalau kita jaga alam, alam akan jaga kita. Ini bukan slogan, tapi fakta,” jelasnya.
Baca juga: Perubahan Iklim dan Bencana, Bagaimana Hubungannya ?
Dengan menekankan solusi alami sebagai bagian dari mitigasi bencana lanjut Rini, Greenpress berharap Indonesia tidak hanya bertahan dari krisis iklim, tetapi juga bertransformasi menjadi negara yang tangguh dan berkelanjutan.
Penulis: Marwan Aziz (Beritalingkungan)
Editor: Nugrah