Berselang waktu 3 tahun setelah diadakannya Ekspedisi Palu-Koro, kali ini yayasan Skala, Disasterchannel dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) kembali merencanakan perjalanan menyusuri sesar aktif yang ada di Pulau Jawa. Ekspedisi ini diberi nama Ekspedisi Jawadwipa. Alasan memilih nama Jawadwipa terispirasi dari nama Pulau Jawa pada zaman dahulu yang disebut dengan Jawadwipa, nama ini tertuang dalam naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa yang mengemukakan tentang kesuburan tanah dan kemakmuran di Pulau Jawa. Keindahan dan kesuburan tanah Jawa tak terlepas dari proses geologi yang terjadi. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah keberadaan sesar aktif yang menyebar dari Ujung Provinsi Banten hingga Jawa Timur.
Ekspedisi Jawadwipa akan dibagi menjadi tiga fase perjalanan. Perjalanan pertama akan menyusuri sesar aktif yang ada di wilayah Jawa Barat, seperti sesar Cimandiri, Citarik, Lembang dan Garsela. Pada kesempatan kali ini disasterchannel.co akan berbagi cerita mengenai keseruan tim survei Ekspedisi Jawadwipa yang menyusuri sesar Cimandiri.
Sesar Cimandiri merupakan salah satu sesar utama yang berada di wilayah Jawa Barat. Sesar Cimandiri adalah sesar yang terbentang dari teluk Pelabuhan Ratu melewati Sukabumi dan Cianjur hingga Padalarang. Tim survei Ekspedisi Jawadwipa dalam kesempatan kali ini mengunjungi delapan desa yang dilewati oleh sesar Cimandiri.
Tim Survey Ekspedisi Jawadwipa Mengunjungi Desa Disekitar Sesar Cimandiri
Koordinator Ekspedisi Jawadwipa segmen pertama, Santi Ariska mengatakan “Rencana ekspedisi ini sungguh menarik. Apalagi sebelumnya Yayasan Skala telah melakukan Ekspedisi Palu-Koro di Sulteng (Sulawesi Tengah). Akan lebih baik bila melakukan kegiatan yang kurang lebih serupa di Jawa. Sehingga berjalannya Ekspedisi Jawadwipa ini sangat baik sekali” ujarnya sembari tersenyum setelah selesai berkata.
Tim survei Ekspedisi Jawadwipa melakukan survei pertama pada Senin, 17 Mei 2021, kemudian dilanjutkan pada hari Rabu sampai Jumat (19-21 Mei 2021). Desa-desa yang dikunjungi di antaranya adalah Desa Cidadap, Cibuntu dan Mekarasih di Kecamatan Simpenan, selanjutnya Desa Tanjungsari dan Bojongsari di Kecamatan Nyalindung, Desa Ciengang di Kecamatan Gegerbitung, Desa Cireunghas di Kecamatan Cireunghas dan yang terakhir adalah Kelurahan Baros di Kota Sukabumi.
Perjalanan survei sempat terkendala dengan berbagai macam kesalahan, terlebih banyak sekali daerah yang namanya hampir mirip bahkan sama yang mengecoh tim. “Hal yang epik terjadi saat survei adalah salah nama daerah, karena banyak nama tempat yang sama. Epiknya itu daerah yang dituju berlawanan arah dengan daerah yang sebenarnya, semua ini terjadi akibat dengan polosnya mengikuti google maps tanpa konfirmasi terlebih dahulu”.
Santi menjelaskan hasil survei dengan senang hati, menurutnya topografi Kabupaten Sukabumi sangat bagus sekali. Sangat disayangkan, terkadang tim menjumpai jalan yang rusak dan sulit dilalui bila situasi sedang hujan. Keindahan alam yang masih banyak tersimpan di Kabupaten Sukabumi sangat potensial untuk dikembangkan khususnya menjadi objek pengembangan pariwisata berbasis pengurangan risiko bencana.
Saat ini Ekspedisi Jawadwipa sedang dalam proses persiapan dan promosi. “Ekspedisi ini sangat mendebarkan. Program di Sukabumi sudah sejak lama diajukan dan akhirnya sekarang sudah masuk tahap yang krusial, mencari dukungan berbagai pihak” ujar Santi.Karena lahir dan menghabiskan masa kecil di Kabupaten Sukabumi, membuat Santi menjadi sangat antusias untuk menjalankan program Ekspedisi Jawadwipa ini. “Sukabumi memiliki kedekatan emosi yang sangat dekat dengan saya, karena saya dari sana. Disana memiliki potensi bencana yang luar biasa. Itu menjadi suatu tanggung jawab dan panggilan moral bagi saya khususnya. Dan Ekspedisi Jawadwipa ini diawali disana. Terlebih saya dipercaya menjadi ketua tim fase Jawa bagian barat, saya rasa ekspedisi ini seharusnya menjadi perjalanan yang mengesankan” Kata Santi.(LS)