Menjadi pekerja tambang yang mempunyai tantangan dan risikonya tersendiri, resiko keamanan dan keselamatan harus selalu diperhatikan. Potensi bahaya yang ada, dapat mengancam keselamatan dan kesehatan para pekerjanya. Kondisi tempat kerja yang sulit dan berat, kedalaman lokasi kerja, ancaman bahan kimia berbahaya, hingga penggunaan alat berat menjadi tantangan yang sulit dihindari.
Risiko-risiko ini tidak hanya menyangkut fisik seperti kecelakaan kerja, longsor, ledakan gas, atau kebakaran, tetapi juga bisa berdampak pada kesehatan yang dapat terjadi dalam jangka panjang. Sehingga pemahaman yang terkait potensi bencana dan risiko yang ada di lingkungan tambang menjadi sangat penting.
Nestapa Pekerja Tambang
Baru-baru ini kisah pilu terkait pekerja tambang dan resiko bencananya dialami oleh pekerja tambang batu alam di Cirebon. Tepatnya pada Jumat, 30 Mei 2025 sekitar pukul 10.00 WIB, terjadi bencana longsor di area tambang batu alam Gunung Kuda yang terletak di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Insiden ini terjadi secara tiba-tiba saat para pekerja tambang sedang melakukan aktivitas penambangan. Longsor tersebut menimbun sejumlah pekerja dan mengakibatkan korban jiwa. Hingga saat ini, tercatat 14 orang meninggal dunia dan 8 orang lainnya masih dinyatakan hilang.

Dikutip dari Detik.Jabar, bahwa Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirto Mulyono, menyatakan bahwa longsor disebabkan oleh kesalahan metode penambangan. Peringatan sebelumnya telah berkali-kali disampaikan, dan tindakan preventif pun sempat dilakukan oleh kepolisian. Merespon kejadian tersebut, lokasi tambang langsung ditutup sementara sejak sore hari setelah kejadian tersebut dan izin operasional tambang juga telah dicabut, meski seharusnya baru berakhir November 2025.
Selain itu secara geologis Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyampaikan bahwa Kabupaten Cirebon sebagai wilayah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang tinggi. “Gerakan tanah dapat terjadi saat curah hujan di atas normal. Bahkan tanah yang sebelumnya stabil bisa aktif kembali,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, faktor penyebab longsor di tambang Gunung Kuda bukan hanya karena intensitas hujan, tetapi juga karena lereng tebing di lokasi sangat terjal, melebihi 45 derajat. Selain itu, metode penambangan yang digunakan undercutting di area tambang terbuka turut memperparah risiko longsor.
Baca juga: Vetiver, Pohon Penangkal Longsor dan Erosi
Peristiwa longsor di tambang batu alam Gunung Kuda menambah daftar panjang pada kejadian di sektor pertambangan yang menelan korban jiwa. Selain faktor teknis dalam metode penambangan, kondisi geologis wilayah yang rawan gerakan tanah turut menjadi penyebab utama terjadinya bencana. Insiden ini mengingatkan pentingnya evaluasi terhadap aktivitas penambangan di wilayah rawan bencana, baik dalam kondisi geologis maupun teknik dan keselamatan dari pekerja sendiri.
Penulis: Kori Saefatun
Editor: Nugrah
Sumber: