Pulau Enggano, sebuah pulau terluar Indonesia yang berada di Samudera Hindia dan termasuk wilayah Provinsi Bengkulu, kembali menghadapi persoalan pelik dalam aksesibilitas. Pendangkalan perairan di sekitar pelabuhan utamanya membuat kapal-kapal besar sulit merapat, mengganggu suplai logistik dan mobilitas masyarakat.
Pulau ini memiliki luas sekitar 40.000 hektar, dengan garis pantai sepanjang 126,71 kilometer. Secara geografis, Enggano berada pada posisi 05°31’13” Lintang Selatan dan 102°16’00” Bujur Timur. Bentuk pulau ini memanjang sejauh 35,60 kilometer dari arah barat laut ke tenggara, dan melebar sekitar 12,95 kilometer dari timur laut ke barat. Letaknya yang terpencil sekitar 120 kilometer dari daratan utama Pulau Sumatera, menjadikan Enggano sebagai wilayah yang cukup terisolasi secara fisik, sekaligus strategis dalam konteks kedaulatan maritim Indonesia.
Imbas Pendangkalan, Pulau Enggano Terisolir
Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan unggahan masyarakat Pulau Enggano yang melemparkan pisang dan hasil bumi ke laut. Aksi ini merupakan bentuk keputusasaan atas terhentinya aktivitas distribusi dan perdagangan, akibat kapal-kapal yang tak lagi bisa merapat ke pulau tersebut. Sudah lebih dari empat bulan, sejak bulan Maret, Pulau Enggano mengalami keterisolasian akibat mandeknya jalur logistik.
“Saat ini, kondisi warga Enggano mulai kesulitan mendapatkan bahan makanan lain, karena kapal tidak ada yang datang lagi. Bahkan hasil panen pisang tidak bisa dijual keluar pulau dan akhirnya dibuang ke laut,” jelas Herwin di hadapan Plt Sekda Herwan Antoni
Tak hanya bahan pangan, keterbatasan logistik juga menyentuh sektor energi. Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) kini memperparah krisis. Bupati Bengkulu Utara, Arie Septia Adinata, mengonfirmasi bahwa pasokan BBM untuk operasional listrik PLN di Enggano hanya mencukupi hingga 17 hari ke depan, terhitung sejak 20 Juni 2025.

Penyebab utama dari krisis ini adalah pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai pelabuhan utama di Provinsi Bengkulu yang menjadi jalur vital distribusi barang dan ekspor. Masalah pendangkalan di pelabuhan ini bukan hal baru. Sejak 2018, kondisi dasar perairan di sekitar Pelabuhan Pulau Baai terus mengalami sedimentasi parah.
Masalah pendangkalan yang terjadi di Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu, bukanlah persoalan baru. Seiring berjalannya waktu sedimentasi terus terjadi di sepanjang alur pelayaran, menghambat kelancaran distribusi logistik ke berbagai wilayah, termasuk Pulau Enggano. Penelitian yang dilakukan oleh L. Arifin, J.P. Hutagaol, dan M. Hanafi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan menjelaskan bahwa pendangkalan ini sebagian besar disebabkan oleh pasokan sedimen dari pantai yang terbawa ke alur pelabuhan.

Dalam laporan tersebut dijelaskan, “Seringnya terjadi pendangkalan di sepanjang alur pelabuhan disebabkan oleh adanya pasokan sedimen yang berasal dari pantai. Untuk mengatasi pendangkalan di alur tersebut maka setiap tahun dilakukan pengerukan.” Mereka juga menggarisbawahi bahwa percepatan pendangkalan kerap kali dipicu oleh ketidakseimbangan kawasan pesisir yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pengembangan wilayah pesisir dan pembangunan struktur pantai.
Dikutip dari Kompas, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperkirakan bahwa moda transportasi laut di alur Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu, akan kembali aktif pada akhir Juni 2025. Hal ini dimungkinkan setelah pengerukan sedimen yang saat ini masih terus dilakukan oleh PT. Pelindo menggunakan alat dan metode yang sesuai dan dipantau oleh Sekretariat Wapres.
Baca juga: Taman Hutan Raya Depok, Hutan Bersejarah dan Resapan Banjir
Kondisi keterisolasian yang dialami Pulau Enggano akibat pendangkalan alur pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai menegaskan kerentanan sistem transportasi laut di wilayah kepulauan Indonesia, terutama di daerah terluar dan tertinggal. Meskipun upaya pengerukan terus dilakukan untuk memecah kondisi pendangkalan pada 2025, namun potensi kerentanan semacam ini tetap akan menghantui di tahun-tahun berikutnya jika tidak ada solusi panjang dan sistematis dari pemerintah setempat.(Kori/Nugrah)
Sumber: