Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang Tak Kunjung Mereda

Ekspedisi Jawadwipa

Aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, terus menunjukkan peningkatan bahkan sejak 2024 lalu. Gunung api kembar yang berdampingan dengan Lewotobi Perempuan ini telah berstatus Level IV (Awas) selama beberapa bulan, pertanda potensi erupsi dan bencana yang masih tinggi dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Pada 19 Juni 2025, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan sedikitnya enam kali erupsi dalam dua hari. Letusan disertai gempa vulkanik dangkal, gempa hembusan, serta tremor non-harmonik yang menandakan tekanan magma dari dalam tubuh gunung masih kuat. Meskipun kolom abu saat itu tidak setinggi erupsi sebelumnya, aktivitas vulkanik tetap intens, dan zona bahaya ditetapkan hingga radius 6 kilometer dari puncak kawah.

Memasuki awal Juli hingga pertengahan Agustus 2025, laporan Badan Geologi menunjukkan aktivitas yang berkelanjutan. Gempa vulkanik dalam dan guguran material pijar masih terekam, sementara sesekali terjadi lontaran abu hingga beberapa kilometer ke udara. Masyarakat di sekitar Desa Boru dan Klatan tetap diminta waspada dan menjauhi area bahaya. Saat itu, pemantauan deformasi melalui alat GPS menunjukkan masih adanya inflasi, yang mengindikasikan suplai magma baru ke permukaan.

Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki

gunung leowotobi

Puncak aktivitas kembali terjadi pada Agustus hingga Oktober 2025, ketika Gunung Lewotobi Laki-laki meletus dengan kekuatan lebih besar. Kolom abu tercatat mencapai 9.000 hingga 10.000 meter di atas puncak, menyebabkan hujan abu melanda sejumlah desa dan mengganggu penerbangan di wilayah timur Flores. PVMBG menegaskan bahwa tekanan magma belum menurun, sementara potensi aliran lava dan guguran pijar masih terus terpantau di lereng barat daya gunung.

Kondisi ini menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik Lewotobi Laki-laki terus berlangsung secara fluktuatif namun persisten. Tiap periodenya menunjukkan intensitas yang berbeda, tetapi pola kegempaan dan deformasi permukaan menandakan adanya suplai magma yang terus menerus terjadi. Meski beberapa kali terjadi jeda erupsi singkat, sistem vulkaniknya belum stabil sepenuhnya.

Hingga saat ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, mencatat bahwa sebanyak 7.959 warga masih mengungsi akibat dampak dari erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

Dalam liputan yang dilakukan oleh BBC Indonesia, Maria Sule Lawuk warga Desa Boru mengatakan kekhawatirannya terkait erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang tak kunjung reda, ia khawatir tentang keselamatan serta inginnya beraktivitas seperti semula.

Selain Maria ribuan warga lain yang mengungsi antara lain dari beberapa desa di sekitar lereng gunung, seperti Hokeng Jaya, Nawakote, Dulipali, Nobo, Klantanlo, dan Boru wilayah yang selama ini berada paling dekat dengan zona bahaya letusan. 

Pemerintah daerah bersama BPBD saat ini terus berupaya menyediakan tempat tinggal sementara yang layak. Hunian sementara (huntara) tahap keempat tengah dibangun untuk menampung warga yang masih menetap di posko pengungsian.

gunung lewotobi

Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menjelaskan bahwa hasil pemantauan deformasi pada Gunung Lewotobi Laki-laki menunjukkan adanya tren deflasi, yaitu penurunan tekanan di sebagian tubuh gunung. Namun pada saat yang sama, data dari Global Navigation Satellite System (GNSS) memperlihatkan adanya kenaikan komponen vertikal atau inflasi di permukaan.

Menurut Wafid, perbedaan dua data ini menunjukkan bahwa proses migrasi magma masih berlangsung. “Masih ada pergerakan magma dari kedalaman menuju lapisan yang lebih dangkal. Tekanan dari dalam masih terjadi, sehingga tubuh gunung api mengalami penggembungan,” jelasnya melalui keterangan di media Tempo.

Baca juga: Gunung Lewotobi  Kembali Erupsi

Masyarakat maupun wisatawan diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius enam kilometer dari puncak kawah Gunung Lewotobi Laki-laki. Selain itu warga lokal diminta mewaspadai area hingga tujuh kilometer di sektor barat laut hingga timur laut dari pusat erupsi, karena wilayah tersebut berpotensi terdampak lontaran material pijar, hujan abu, maupun aliran lava jika aktivitas vulkanik meningkat.(Kori/Nugrah)