Hujan monsun ekstrem dan curah hujan tinggi sepanjang November 2025 telah menjungkirbalikkan kehidupan di sejumlah provinsi di Pulau Sumatera. Di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat tak luput dari terjangan banjir bandang.
Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto menyampaikan perkembangan penanganan bencana hidrometeorologi di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat dalam konferensi pers di Bandara Silangit, Tapanuli Utara, Jumat (28/11). Tercatat 174 orang meninggal dunia, 79 hilang, dan 12 luka-luka akibat bencana tersebut.
Darurat Bencana di Sumatera

Jumlah korban ini masih bisa terus bertambah sesuai dengan update penyisiran dari tim pencarian dan evakuasi yang turun di lapangan.
Namun dua hal yang menjadi perhatian serius adalah persoalan penyebab dari banjir ini terutama hilangnya lanskap hutan di area pulau ini serta tindak lanjut korban pengungsian serta bantuan segera kepada masyarakat.
Pasca banjir yang terjadi, beredar di media sosial video banjir bandang membawa muatan gelondongan kayu, ini terjadi di beberapa daerah seperti di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga di Sibolga. Banyak masyarakat yang mengaitkan bahwa kejadian besar ini adalah akibat dari hilangnya banyak kawasan hutan di Pulau ini secara umum.Â
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto, menyatakan kayu gelondongan yang terbawa banjir di Sumatera berasal dari berbagai sumber, mulai dari pohon lapuk dan tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga aktivitas penebangan liar.

Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menilai bencana di tiga provinsi menjadi duka sekaligus momentum evaluasi kebijakan, karena selama ini keseimbangan antara ekonomi dan ekologi terlalu condong ke ekonomi. Ia menegaskan pada kedatangannya ke Riau(29/11) juga untuk mendorong penyelesaian persoalan, termasuk melalui penyerahan SK Hutan Adat agar masyarakat adat memiliki kepastian hukum dalam mengelola dan menjaga hutan mereka.
Selain dalam ranah penyelidikan terkait penyebab hilangnya daya dukung Pulau Sumatera melalui moratorium kehutanan yang paling urgen dilakukan saat ini adalah terkait penanganan bencana banjir yang terjadi.
Berdasarkan infografis terbaru yang dirilis BNPB (27/11), banjir dan longsor di Sumatera Utara telah berdampak pada puluhan kecamatan di berbagai kabupaten dan kota. Wilayah terdampak meliputi Kabupaten Langkat (4 kecamatan), Kabupaten Pakpak Barat (6 kecamatan), Kabupaten Humbang Hasundutan (7 kecamatan), Kabupaten Tapanuli Utara (7 kecamatan), Kabupaten Tapanuli Tengah (13 kecamatan), Kabupaten Nias Selatan (1 kecamatan), Kota Sibolga (8 kecamatan), Kabupaten Mandailing Natal (18 kecamatan), Kabupaten Tapanuli Selatan (11 kecamatan), serta Kota Padang Sidempuan (2 kecamatan).
Baca juga: Mengerikan, Banjir dan Longsor Kembali Terjadi di Pulau Sumatera
Ini dapat menjadi acuan untuk mencari titik mana yang paling terdampak dan memastikan tidak ada satupun wilayah yang tertinggal untuk dapat menerima bantuan dan pertolongan. Meskipun data tersebut tidak mencakup dalam skala yang lebih kecil di Desa/Kelurahan yang masih memerlukan asesmen lebih lanjut.
Mengingat situasi banjir di Sumatera masih dalam kondisi tanggap darurat dalam infografisnya juga BNPB menyerukan kebutuhan mendesak seperti personil tim evakuasi dan pertolongan banjir tanah longsor, logistik makanan dan minuman serta alat komunikasi dan listrik.(Kori/Nugrah)






