Kelaparan sering diletakkan sebagai akibat dari kekeringan panjang, gagal panen, atau bencana alam yang meluluhlantakkan sumber pangan. Tetapi kenyataannya jauh lebih rumit. Di banyak tempat, bencana ini justru lahir dari pilihan-pilihan manusia konflik bersenjata yang tidak ada habisnya dan memutus rantai distribusi, hingga semakin menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang membuat makanan berlimpah di satu sisi tetapi tak terjangkau bagi jutaan orang di sisi lain.
Klasifikasi IPC (Integrated Food Security Phase Classification) merupakan kerangka global utama untuk menilai tingkat keparahan krisis pangan, dengan lima fase yang menggambarkan situasi mulai dari kondisi relatif aman hingga bencana kelaparan.Â
Bencana Kelaparan, Situasi Pelik yang Dibuat Manusia

Fase 1 (Minimal) menandakan kebutuhan pangan masih dapat dipenuhi, Fase 2 (Tertekan) menunjukkan sebagian rumah tangga mulai kesulitan, Fase 3 (Krisis) ditandai kesenjangan pangan dan meningkatnya malnutrisi, Fase 4 (Darurat) mencerminkan malnutrisi akut yang meluas dengan meningkatnya angka kematian, hingga Fase 5 (Bencana Kelaparan) yang merupakan kondisi terburuk dengan kelaparan dan kematian masif. Sejak diperkenalkan, deklarasi resmi Fase 5 sangat jarang terjadi, hanya tercatat di Somalia pada 2011, Sudan Selatan pada 2017, wilayah Tigray di Etiopia pada 2021, Sudan pada 2024, dan terbaru di Gaza pada 2025.
Pada Jumat, 22 Agustus 2025, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) secara resmi menyatakan bahwa Gaza tengah mengalami kelaparan. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah kawasan Timur Tengah dinyatakan berada pada tingkat Fase 5 IPC, kategori paling parah yang ditandai dengan kelaparan massal, malnutrisi, serta meningkatnya angka kematian akibat kekurangan pangan.
Dilansir AFP, Jumat (22/8/2025), para pakar PBB menyebut sedikitnya 500.000 orang saat ini menghadapi bencana kelaparan ini.
Tom Fletcher, koordinator bantuan darurat PBB menyatakan bahwa ini adalah penghalangan sistematis yang dilakukan oleh Israel terhadap bantuan terhadap masyarakat Palestina. Menunur hukum humaniter internasional, Israel berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar sebab ia menduduki wilayah Gaza saat ini.

Di Tengah kondisi yang semakin memprihatinkan ini, Kementerian Luar Negeri Israel membantah dengan cepat mengatakan: “Tidak ada bencana kelaparan di Gaza”.
Jika ini terus terjadi, IPC memproyeksikan bahwa pada akhir September, jumlah warga yang terdampak bisa mencapai 641.000 orang atau hampir sepertiga populasi Gaza.
Baca juga: Sebuah Botol Harapan, di Tengah Krisis Kemanusiaan
Hubungan politik yang alot di Semenajung Gaza adalah sebuah bencana besar yang dibuat manusia, dan menandakan krisis kemanusiaan parah.(Kori/Nugrah)






