Andil Geograf Dalam Bencana

Ilustrasi Geografi Dunia, Sumber: zaposlitev.info
Ekspedisi Jawadwipa

Bencana merupakan keniscahyaan yang ada di Indonesia, pasalnya Indonesia merupakan negara pertemuan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia, Australia dan Pasifik. Pertemuan lempang ini menyebabkan terbentuknya gunung api, aktivitas tektonik menyebabkan negara ini memiliki potensi kejadian gempa, tsunami dan erupsi gunung berapi. Tak sebatas itu saya, landscape bervariasi dan faktor iklim yang ada di Indonesia pun memberikan andil dalam memperbanyak ancaman kejadian yang ada, seperti bencana hidrometrologi.

Hal terpenting yang harus dipahami oleh masyarakat untuk menghadapi ancaman adalah membuat mereka sadar dan paham bahwasannya mereka hidup ditengah-tengah begitu banyak bahaya yang mengancam. Pemahaman yang dirasa tepat untuk diberitahukan kepada khalayak ramai adalah pemahaman mengenai konsep manajemen risiko bencana.

Risiko bencana memiliki komponen-komponen penyusunnya, diantaranya adalah ancaman, kerentanan dan kapasitas. Ancaman (Hazard) adalah segala kemungkinan peristiwa baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia yang dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian. Bahaya yang dimaksud dapat disebabkan karena peristiwa alam (natural hazard)  atau bahaya karena ulah manusia (Manmade hazard).[1]

Bahaya dapat dihitung berdasarkan probabilitas parsial, frekuensi dan kekuatan (magnitude) dari suatu fenomena alam seperti gempabumi, banjir dan bencana lannya.[2] Vulnerability atau kerentanan adalah sekumpulan kondisi yang mengarah dan menimbulkan konsekuensi (jiwa, fisik/infrastruktur, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya penanggulangan kejadiannya. Kerentanan dihitung berdasarkan parameter sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Kapasitas adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siapsiaga, menanggapi dengan cepat dari kedaruratan.

Andil Geograf Dalam Bencana

bencana
De geograaf oleh Johannes Vermeer. Sumber: Wikipedia

Manajemen risiko bencana berdasarkan konsep risiko harus dilakukan oleh setiap elemen yang ada, tak terkecuali peran geograf mengimplementasikan ilmu geografinya dalam penanggulangan. menurut Syamsul Bachri, S.Si, M.Sc, Ph.D (Dosen Geografi Universitas Negeri Malang) dalam webinar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Malang [ada 17 Okteber 2020, mengatakan bahwa terdapat beberapa peran Geograf dalam manajemen bencana, diantaranya adalah:

  • Memanajemen bencana secara komprehensif dari aspek fisik dan sosiang (misalnya menggunakan konsep rumus risiko
  • Memanfaatkan teknologi pengindraan jauh dan sistem informasi geologis untuk mapping dan monitoring bencana
  • Membuat rancangan pemodelan atau prediksi bencana masa depan
  • Membuat masukan kepada pemerintah dalam melakukan perencanaan pemabangunan terkait pengurangan risiko bencana.

Hal ini dilakukan oleh seorang geograf bernama Iman Arifa’illah Syaiful Huda yang merupakan Dosen UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Riset yang dilakukan oleh Bapak Iman adalah mengenai pola adaptasi banjir di Kab. Lamongan. Pola adaptasi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi termasuk diantaranya permasalahan menghadapi kejadian alam menjadi kunci untuk menyelesaikannya. Adaptasi adalah suatu hal yang penting, karena bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaptif yang mampu bertahan.

Kabupaten Lamongan setiap tahun dilanda banjir yang berdampak pada lingkungan pemukiman, pertanian dan perikanan. Diperkirakan kerugian yang terjadi di kolasi penelitian mencapai Rp. 1.757.000.000. identifikasi adaptasi diperlukan untuk melihat daya tahan mayarakat dalam menghadapi bencana dan entuk evaluasi adaptasi yang sudah terencana tindakan dan kebijakan pemerintah.

Baca juga: Vetiver, Pohon Penangkal Longsor dan Erosi

Berdasarkan pada hasil riset yang dilakukan, didapatkah hasil bahwa analisis pentagon terhadap aset yang terdampak paling besar atau sangat buruk yakni physical capital. Hasil identifikasi dari 53 jenis adaptasi menunjukan bahwa sebanyak 32 jenis adaptasi tergolong dalam tipe autonomous adaptation atau adaptasi yang terjadi secara “alami”, tanpa ada intervensi oleh lembaga publik. Dan sebagai bahan/informasi dasar yang diperlukan oleh lembaga publik untuk menyusun skenario dan sebanyak 21 jenis adaptasi tergolong dalam planned adaptation.

Dari hasil penelitian yang dilakukuan, menghasilkan rekomendasi peningkatan kapasitas masyarakat dengan melakukan beberapa tindakan diantaranya adalah:

  1. Peningkatan peran kelompok tani
  2. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan terkait dengan cara-cara penguruangan risiko terhadap bencana banjir
  3. Pelatihan kewirausahaan dan penyediaan informasi yang akurat terkait dengan perubahan cuaca atau musim, teknik budidaya, pengelolaan pupuk, bencana banjir, sumber pendapatan alternatif, dan lain-lain.

Diharapkan pula bahwa hasil-hasil penelitian dan rekomendasi yang telah diberikan oleh peneliti dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan dan arah pembangunan. Kolaborasi antar kelima elemen dalam pentahelix yakni pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan media sangat penting dijalankan untuk mereduksi risiko bencana yang mengintai di seluruh Indonesia.

Penulis: Lien Sururoh

Sumber : [1] UNISDR  [2] IRBI 2018