Kenapa Kita Harus Mengikuti Pelatihan Kebencanaan? Ini Jawabannya!

Ekspedisi Jawadwipa

Artikel ini muncul pada saat penulis sedang berselancar di beberapa platform media sosial, lalu muncul beberapa iklan pelatihan dengan isu finansial maupun leadership. Melihat iklan tersebut penulis segera mencari tahu apa yang kita dapat jika mengikuti pelatihan tersebut. Memang jika kita melihat iklan dari kegiatan tersebut, tentulah akan banyak manfaat yang akan kita dapat, mulai dari ilmu pengetahuan, sampai dijanjikan mendapatkan chanel bagi para pemulai bisnis. 

Tapi tahukah Sobat DC kenapa kita juga harus mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan isu kebencanaan. Memang pada dasarnya jika setiap pendidikan maupun pelatihan tentunya akan menambah wawasan bagi setiap individu, kecuali kegiatan seperti investasi bodong seperti yang sedang ramai beberapa tahun lalu.

Kenapa Kita Harus Mengikuti Pelatihan Kebencanaan?

pelatihan
Kegiatan Pelatihan kebencanaan, Foto: Dok. Disasterchannel.co

Investasi kita dalam mengikuti pelatihan dengan isu kebencanaan sangatlah penting, bahkan sama pentingnya dengan pelatihan pelatihan yang menunjang kehidupan seseorang. Pasalnya negara kita merupakan negara yang rawan akan bencana, bahkan Indonesia bisa dibilang sebagai “supermarket bencana”.

Tentunya istilah “supermarket bencana” bukan hanya istilah saja maupun hanya isapan jempol belaka. Penyebab utama dari tingginya risiko bencana di Indonesia dikarenakan oleh letak geografis Indonesia. Secara umum posisi wilayah negeri tercinta kita ini, berada di daerah pertemuan tumbukan antar lempengan tektonik. Hal inilah yang menyebabkan daerah Indonesia sangat rawan akan bencana.

Jika kita melihat sumber sejarah yang ada dalam hal ini pada masa pemerintahan kolonial, daerah Indonesia memang sering terjadi bencana yang dipicu oleh fenomena alam. Misalnya saja pemberitaan pada 14 September 1916 yang diterbitkan oleh koran Algemeen Handelsblad, dimana diberitakan telah terjadi gempa di daerah Jawa Timur. Lalu terdapat pula Katalog Tsunami yang di buat oleh SL Sloviev dengan judul Catalogue of Tsunami on the Western Shore of the Pacific Ocean, yang menghimpun informasi tentang bencana tsunami di Indonesia.

Selain itu kejadian bencana yang ditimbulkan akibat ulah manusia, juga menghantui negara kita. Kasus perubahan iklim akibat efek rumah kaca, maupun rusaknya lingkungan akibat pembabatan hutan, pencemaran kualitas sumber air maupun pembukaan tambang memperparah isu kebencanaan di negeri kita. Faktor bencana ini tentunya tidak ditimbulkan oleh alam, akan tetapi disebabkan oleh kebodohan manusia dan salah manajemen dari pihak penguasa.

Melihat bukti geografi, sejarah serta keadaan manajemen lingkungan yang buruk, seperti yang sudah penulis paparkan diatas. Kita bisa melihat bahwasanya pelatihan kebencanaan merupakan hal yang sangat penting untuk kita. Apapun jenis pelatihannya, tentunya akan bisa berguna jika keadaan darurat menghampiri kehidupan di kemudian hari. Ditambah lagi banyak pelatihan kebencanaan yang notabene-nya gratis alias tidak dipungut biaya sedikitpun, yang diadakan oleh pihak pemerintah maupun LSM/NGO yang bergerak dibidang isu kebencanaan.

Baca juga: Diskusi Kajian Pemetaan Partisipatif Kab. Sigi

Maka dari itu sobat DC yang tercinta, marilah kita menjadikan pelatihan kebencanaan bagian dari investasi masa depan. Bukannya penulis mengharapkan bencana akan terjadi tetapi kita haruslah siapsiaga jika bencana datang menghampiri. Bekali diri dengan ilmu pengetahuan terkait bencana. Semoga dengan adanya tulisan ini kita semua lebih semangat lagi dalam mempelajari isu isu yang berhubungan dengan kebencanaan. 

Penulis: Abdurrahman Heriza

Editor: Lien Sururoh

Sumber:

Wignyo Adiyoso, S.Sos., M.A., Ph.D., Manajemen Bencana Pengantar Dan Isu Isu Strategis (jakarta: Bumi Aksara, 2018), 61.

“Aardbeving Op Java.,” Algemeen Handelsblad (Amsterdam, September 14, 1916), Ochtend edition, accessed September 1, 2023,

https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010652252:mpeg21:a0046.

A. Sonny Keraf, Krisi Dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Yogyakarta: Kanisius, 2014), h 44.