Cerita Wayang Anantaboga dan Bencana

Ilustrasi gambar naga, Sumber: suara.com
Ekspedisi Jawadwipa

Cerita wayang anantaboga yang ada di Indonesia dan juga cerita cerita legenda di Indonesia mirip seperti cerita di dunia fantasi. Semua pasti tahu film Harry Potter, tapi tidak ada yang menyangka bahwa salah satu tokoh dalam film ini terinspirasi dari cerita rakyat asal Indonesia yaitu Nagini. Dalam akun twitternya, penulis buku Harry Potter menulis “The Naga are snake-like mythical creatures of Indonesian mythology, hence the name ‘Nagini’. They are sometimes depicted as winged, sometimes as a half-human, half-snake…”. Seperti JK Rowling, penulis juga terinspirasi membuat artikel ini dari salah satu tokoh dalam cerita wayang, yaitu ayah dari Nagini yang sering disebut Anantaboga atau Antaboga. 

Cerita Wayang Anantaboga dan Bencana

Masyarakat Jawa dan Bali memiliki makhluk mitologi yang menjadi legenda, salah satunya adalah ular dan naga. Salah satu mitologi naga sekaligus tokoh wayang yang terkenal adalah Sang Hyang Antaboga. Masyarakat memandang naga sebagai makhluk yang memiliki kekuatan tertentu, bahkan dapat berubah wujud menjadi manusia. Antaboga digambarkan sebagai tokoh dewa dalam cerita pewayangan. Dia merupakan raja dari semua jenis ular dan naga. Dalam cerita Mahabharata sosok Antaboga disebut dengan Naga Sesa. Antaboga diangkat menjadi dewa karena sifatnya yang bijaksana dan suka menolong.

anantaboga
Ilustrasi Anantaboga, Sumber: Liramdia

Antaboga digambarkan hidup di tempat bernama Saptapralata atau tujuh lapis bumi yang berada di dalam tanah. Tersebut di dalam cerita, bahwa istana di bawah bumi yang sangat indah. Ia juga memiliki istri bernama Dewi Supreti yang juga berwujud naga. Dari sanalah kemudian ia memiliki keturunan dan anak-anak, salah satunya adalah Nagini atau Nagagini.

Sang Hyang Antaboga memiliki dua bentuk yakni sebagai manusia dan saat marah Sang Hyang Antaboga akan berubah wujud sebagai Naga. Menurut Drs. Sutardjo, Hyang Antaboga adalah seorang Dewa yang bersemayam di bawah bumi lapis ketujuh dan beristana di Saptapratala yang berarti bumi lapis ketujuh. Ia adalah dewa ular dan oleh karena itu bisa berganti rupa menjadi seekor ular naga. 

Beberapa naskah menjelaskan bahwa kegiatan dalam pertanian melibatkan manifestasi tuhan sebagai penguasa alam. Keterlibatan dewa dewi yang berkuasa atas macam-macam elemen kehidupan menjadikan proses pertanian berjalan dengan baik. Lontar Dharma Pemacul juga menjelaskan keterlibatan berbagai dewa dalam aktivitas pertanian di Bali yaitu Dewi Sri, Dewa Wisnu, Dewa Sangkara, Dewa Indra, Dewi Uma, dan Dewi Pertiwi. Dewa Surya menyinari tanaman melalui matahari, Sang Anantaboga menyediakan tanah yang subur, beserta para dewa lainnya memberikan anugerah pada kehidupan manusia. Sebaliknya manusia juga harus senantiasa merawat alam melalui yajña. Kombinasi tersebut merupakan hubungan timbal balik yang harmonis dalam suatu sistem ekologi.

Baca juga: Sulapa Eppa, Filosofi Masyarakat Bugis Memandang Alam Semesta

Hal yang menarik ditemukan dalam Lontar Sri Purwana Tatwa. Lontar ini mengisahkan dunia mengalami bencana maka Tuhan mengutus Tri Murti untuk turun ke dunia. Dewa Brahma turun ke tanah menjadi Naga Ananta Boga yaitu menjadi makanan yang akan habis dan menjadi tanam-tanaman, lalu Dewa Wisnu turun ke air menjadi Naga Besukih sehingga menyuburkan dan Dewa Siwa menyusup di akasa menjadi Naga Tatsaka yang menghisap racun-racun agar tak mencemari udara. Tubuh naga itu membelit kesana-kemari poros bumi yakni kura-kura besar bernama Bedawang Nala. Pada saat tubuh naga bergerak, maka timbul bencana hebat berupa gempa dan tsunami dengan masuknya air laut ke darat. 

Kisah Anantaboga yang bertahta di bawah tanah seolah seperti analogi dari lempeng bumi. Anantaboga merepresentasikan penyedia tanah yang subur, di atasnya kita bisa menuai berbagai manfaat dari pertanian. Namun, suatu saat akan tiba waktunya naga ini akan bergerak mengakibatkan gempa yang mengancam kehidupan manusia di atasnya. Melalui representasi tokoh Anantaboga dapat dijadikan sebuah kisah pembelajaran yang menarik untuk menyebarluaskan kesiapsiagaan menghadapi gempa.

Penulis: Lien Sururoh

Sumber:

Cahyanto, J. H. Tokoh Pewayangan Naga Sang Hyang Antaboga sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Kriya Logam (Doctoral dissertation, State University of Surabaya).

Arta, I. P. S., & SE, M. TATA RUANG PASKA GEMPA MENURUT KONSEP BUDAYA BALI* Oleh.

Gaduh, A. W., & Harsananda, H. (2021). Teo-Ekologi Hindu Dalam Teks Lontar Sri Purana Tatwa. Kamaya: Jurnal Ilmu Agama4(3), 426-441.