Sebelas tahun yang lalu, tepatnya pada Selasa, 2 Juli 2013 pukul 14.37 WIB, Tanah Gayo diguncang gempa kencang yang meluluh lantakkan banyak bangunan. Semua kaget bukan kepalang melihat banyak sekali kerusakan dan kerugian yang melanda wilayah ini.
Pamor kopi arabika yang nikmat tiada dua seketika berubah menjadi kabar berita menyeramkan tentang bencana yang kala itu menimpa di Tanah Gayo. Gempa ini mengakibatkan 39 orang meninggal, lebih dari 400 orang luka.
Throwback 11 Tahun Gempa Tanah Gayo 2 Juli 2013
Berdasarkan hasil penelitian Hidayati et al, (2014), posisi lokasi pusat gempa yang dikeluarkan oleh USGS dan BMKG terletak di darat. Menurut data mekanisme sumber (focal mechanism) dari USGS terlihat bahwa penyebab gempabumi adalah sesar mendatar dengan titik tekan (kompresi) hampir berarah utara – selatan. Lokasi pusat gempa bumi berada sekitar 33 km sebelah timur Segmen Tripa Sesar Sumatra. Berdasarkan posisi kedudukan pusat gempa bumi dan kerusakan yang terjadi, maka kejadian gempa bumi tanggal 2 Juli 2013 tersebut bukan disebabkan oleh Sesar Sumatra, namun disebabkan oleh aktivitas sesar aktif yang terdapat di Aceh Tengah.
Data tersebut diperkuat kembali dengan penelitian Mudrik Daryono et al (2013), yang menyatakan segmen patahan aktif yang baru ditetapkan, segmen Pantan Terong, kemungkinan merupakan segmen yang pecah pada gempa Tanah Gayo 2 Juli 2013. Garis patahan ini melintasi Bukit Pantan Terong, yang kemudian diberi nama patahan tersebut. Sesar ini memiliki panjang total yang dipetakan hingga 19 km. Terdapat empat lokasi yang menunjukkan retakan permukaan, salah satunya rekahan permukaan ini terletak di lereng bukit yang terjal, di sepanjang jalan antara Desa Kute Gelime dan Desa Serempah.
Dalam penelitian Mudrik Daryono juga dijelaskan bahwa gempa 2 Juli 2013 juga memicu kegagalan tanah (ground failure) yang terkait dengan likuifaksi dan tanah longsor. Karena jenis tanah dan lereng berbatu yang tidak stabil di wilayah perbukitan Aceh Tengah, tanah longsor skala besar merupakan risiko utama saat terjadi gempabumi di wilayah ini.Kejadian gempabumi ini diikuti oleh gerakan tanah terjadi di sepanjang jalan Bireuen-Takengon.
Gerakan tanah begitu massif terjadi sesaat setelah gempa di daerah Ketol. Kejadian ini disebabkan beberapa faktor, antara lain topografi terjal hingga sangat terjal, dengan kemiringan lereng 45 – 70°. Pada umumnya topografi daerah di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah merupakan perbukitan berlereng sedang hingga terjal dan pedataran. Kerugian semakin bertambah karena pemukiman menempati daerah yang landai hingga sedikit terjal terletak di lembah yang diapit oleh perbukitan dan dekat dengan aliran sungai. Ketika terjadi gempa, maka batuan penyusun tanah mengalami goncangan, sehingga terjadi runtuhan batuan dan materialnya meluncur ke badan jalan dan ke daerah alur sungai.
Baca juga: Mangrove, Benteng Alami Tangkal Tsunami
Kejadian sepuluh tahun lalu memang mengingatkan kita pada pedihnya kehilangan banyak hal akibat gempa. Warga Desa Serempah dan Desa Bah di Kecamatan Ketol bahkan harus rela melanjutkan hidupnya dan meninggalkan tanah pemukimannya yang berada pada zona bahaya. Semua terjadi sebab ketidaktahuan kita terhadap ancaman bencana yang ada di sekitar.
Wilayah Aceh Tengah sudah jelas terbukti memiliki ancaman bencana gempa dan longsor yang tinggi. Namun, sampai saat ini sepertinya ancaman bencana gempa belum dianggap serius untuk terus dikurangi risikonya. Sebab banyak sekali pembangunan yang terus terjadi dan belum mempertimbangkan ancaman gempa.
Bahkan, kini banyak generasi muda yang mulai melupakan dan bahkan tidak mengetahui bahwa dahulu wilayah yang mereka tinggali adalah wilayah yang pernah porak-poranda akibat gempa. Pengetahuan mengenai ancaman bencana tidak serta-merta dilestarikan, membuat kita terjerumus dalam kerentanan yang dalam. (LS)
Sumber:
Hidayati, S., Supartoyo, S., & Irawan, W. (2014). Pengaruh Mekanisme Sesar Terhadap Gempa Bumi Aceh Tengah, 2 Juli 2013. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, 5(2), 79-91.
Daryono, M. R., & Tohari, A. (2016). Surface Rupture and Geotechnical Features of The July 2, 2013 Tanah Gayo Earthquake. Indonesian Journal on Geoscience, 3(2).
Photo: readers.id