Negara kepulauan ini memiliki ribuan pulau yang menyebar dari Sabang yang ada di Provinsi sampai Merauke yang ada di Provinsi Papua. Dari ribuan pulau itu, semuanya memiliki keunikan tersendiri. Mata disasterchannel.co tertuju pada salah satu pulau di Maluku utara yaitu Pulau Ternate.
Ratusan tahun lalu, tepatnya pada 5 September 1775 penduduk Pulau Ternate dikejutkan dengan erupsi Gunung Gamalama.
Sebelum jauh berbicara mengenai sejarah erupsi Gunung Gamalama 246 tahun yang lalu, disasterchannel.co ingin membawa imajinasi kita menuju Pulau Ternate.
Telisik Tabir Misteri Erupsi Gunung Gamalama
Anggap saja kita sedang bersama-sama menaiki pesawat di cuaca yang cerah. Dapat dilihat dari atas, rupa Pulau Ternate menyerupai lingkaran dan pusat pulau ini adalah puncak Gunung Gamalama. Dari atas kita dapat melihat Gunung Gamalama berdiri dengan gagah diselimuti hamparan pepohonan hijau. Nama Gunung Gamalama berasal dari kata Kie Gam Lamo yang berarti “Negeri yang Besar” dan menjadi simbol kebesaran bangsa yang mendiami Pulau Ternate. Penyebaran penduduk banyak tersebar di sebelah timur pulau ini.
Keberadaan Gunung Gamalama membuat Ternate diklasifikasikan sebagai pulau vulkanik. Pulau Ternate termasuk pulau yang kecil, diameternya saja hanya 11 km dan luas wilayahnya sebesar 76 km2. Siapa sangka pulau kecil ini dulu pernah menjadi rebutan karena rempah-rempah yang tumbuh subur di atas tanahnya. Sekitar pertengahan abad 15, bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol dan Berlanda berlomba merebut dan menguasai Pulau Ternate.
Sepertinya, rempah-rempah begitu tumbuh subur di Pulau Ternate tak lepas dari pengaruh erupsi Gunung Gamalama. Gunung Gamalama memiliki ketinggian 1715 m dpl, gunung ini adalah gunungapi tipe strato. Tidak dapat dipastikan sudah berapa kali gunungapi ini meletus. Namun sejarah mencatat letusan ini terdokumentasikan sejak tahun 1538.
Yang menjadi perhatian adalah letusan pada 5-7 September 1775. Salah satu legenda yang lahir dari peristiwa letusan Gunung Gamalama adalah asal-usul terbentuknya Danau Tolire. Pada letusan 5 – 7 September 1775 terbentuk sebuah ‘maar’ (danau tektonik yang terjal) di sekitar Desa Soela Takomi, atau 1,5 km sebelah baratdaya dari Desa Takomi sekarang.
Sebenarnya di pulau ini terdapat tiga danau, yaitu Danau Tolire Besar, Ngade dan Tolire Kecil. Danau Tolire besar disebut juga Tilore Jaha yang berarti lubang besar. Danau Tolire mempunyai kedalaman maksimum 43,1 m, diameter 600 m dan luas sebesar 26,5 Ha.
Gogarten (1918) menyatakan bahwa terbentuknya lobang yang kemudian dikenal dengan Tolire Jaha (Lobang Besar) tersebut didahului dengan gempabumi tektonik berskala besar kemudian diikuti letusan freatik yang dahsyat pada 5 September. Letusan berikutnya berlangsung kembali pada 7 September dan ketika penduduk sekitarnya datang melihat apa yang terjadi, ternyata Desa Soela Takomi sudah tidak ditemukan lagi. Penduduk sekitar terkaget karena yang ditemukan adalah sebuah kawah berdiameter sekitar 700 m (bagian atas) dan 350 m bagian dasar sedalam antara 40 – 50 m. Sebanyak 141 orang penduduknya ikut hilang ditelan bumi. Demikian besarnya danau maar tersebut sehingga banyak penulis berpendapat bahwa terbentuknya akibat amblasan tanah (land subsidence) akibat gempabumi.
Baca Juga: Telisik Tabir Misteri Tsunami Lembata 1979
Wilayah Ternate memang wilayah yang rawan terhadap gempabumi. Sebab wilayah Ternate berada pada interaksi 3 lempeng besar dunia, yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik. Zona pertemuan antara ketiga lempeng tersebut membentuk palung dengan kedalaman sekitar 4.500 – 7.000 m, yang terkenal dengan nama zona tumbukan (subduksi). Di samping itu, daerah ini merupakan daerah yang dilewati Pacific Ring of Fire (rangkaian gunung berapi aktif di dunia). Kondisi inilah menyebabkan wilayah Provinsi Maluku Utara rawan terhadap bencana gempa tektonik, gempa vulkanik, dan tsunami.
Pendapat lain datang dari S. Bronto dkk. (1982) yang mengatakan bahwa, terbentuknya maar tersebut akibat letusan freatik yang dipicu oleh gempa tektonik berskala besar kemudian terjadi asosiasi dengan intrusi magma dengan air tanah di bawah Soela Takomi. Pada saat gempabumi, terbentuk rekahan dan menyusupnya air tanah dan terjadi kontak dengan heat front mengakibatkan letusan freatik.
Letusan Gunung Gamalama juga menunculkan tradisi baru yang diciptakan oleh masyarakat sekitar. Salah satu tradisi yang muncul adalah Kololie Kie yang setiap tahun ditampilkan dalam festival Legu Gam. Tradisi unik ini adalah warisan nenek moyang penduduk Ternate yang berupa ritual mengitari Gunung Gamalama sembari mengunjungi sejumlah tempat dan makam keramat. Tradisi unik ini dilakukan sebagai upaya memanjatkan doa kepada Sang Kuasa dan para leluhur agar Gunung Gamalama tidak meletus. Sebuah kejadian bencana dampaknya begitu besar bagi kehidupan masyarakat. Bahkan bencana dapat menciptakan sebuah tradisi baru di suatu daerah, contohnya saja tradisi Kololie Kie. (LS)
Sumber:
Firmansyah, F. (2010). Identifikasi tingkat risiko bencana letusan Gunung Api Gamalama di Kota Ternate. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, 2(3), 203-219.
Setiawan, F., Wibowo, H., Santoso, A. B., Nomosatryo, S., & Yuniarti, I. (2014). KARAKTERISTIK DANAU ASAL VULKANIK STUDI KASUS: DANAU TOLIRE, PULAU TERNATE. Limnotek: perairan darat tropis di Indonesia, 21(2).
https://vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/500-piek-van-ternate