3 Tugu Peringatan Bencana di Indonesia

Tugu Prasasti Tarumanegara
Ekspedisi Jawadwipa

Tugu peringatan Bagi manusia masa lampau, batu adalah simbol kehidupan dan penanda bahwa telah hidup satu kebudayaan yang bertujuan untuk tanda ataupun pengenang. Jika manusia modern mengenal penandatanganan batu pertama sebagai tanda kebahagiaan maka masa lampau mengenal apa kini disebut dengan prasasti sebagai ciri kebudayaan.

Prasasti (praśāsti) sendiri diartikan sebagai pertulisan yang dipahatkan pada benda keras seperti batu atau logam. Yang artinya kemudian apa yang kita sebut kini sebagai tugu, suatu saat dapat disebut juga sebagai prasasti.

Selain sebagai simbol kebahagiaan, kebanggaan dan apresiasi, prasasti di masa lampau juga sebagai penanda duka. Dan yang paling kentara tentu dalam nisan yang fungsinya sebagai pengingat kematian seseorang.

3 Tugu Peringatan Bencana di Indonesia

Sebagai bagian dari kebudayaan dan respon masyarakat dalam mengingat suatu peristiwa yang berkesan ada beberapa yang prasasti kemudian tugu sebagai pengenang suatu bencana antara lain:

  1. Prasasti Tugu Tarumanegara
tugu peringatan

Kisah Raja Purnawarman yang membangun kanal-kanal setelah banjir melanda istana kerajaan dan istana neneknya. Terekam apik dalam prasasti Tugu sebagai bukti kekuasaan Kerajaan Tarumanegara abad ke-5 M. Kala itu sejarah bencana ditulis sebagai bagian dari bukti pendukung keberhasilan seorang raja dalam memimpin kerajaan. Meskipun begitu jejak banjir di wilayah bekas kekuasaan Tarumanegara antara lain wilayah Jakarta, Bekasi, Karawang dan sekitarnya memanglah bukan hal yang pertama terjadi.

Prasasti ini ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, Desa Tugu, tidak jauh dari tepian Kali Cakung. Sekarang wilayah tersebut menjadi wilayah Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Untuk menjaga keamanannya, Prasasti Tugu saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.

  1. Tugu Bencana Sinila Dieng
tugu peringatan

Dalam pengamatan terdapat sebuah Tugu peringatan yang bernama Tugu Bencana Sinila, namun sebenarnya tugu ini bermuatan infografis terkait kejadian kebencanaan yang pernah terjadi di daerah Pegunungan Dieng Jawa Tengah. Tugu peringatan tersebut memuat berbagai peristiwa yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik kawah Dieng, longsor serta gempa bumi, ini juga memuat terkait tahun kejadian serta jumlah korban. Terhitung tulisan ini berhenti di tahun 1985 setelah kejadian gempa di Kawah Sileri. Penamaan Tugu ini menjadi Tugu Bencana Sinila barangkali karena peristiwa tersebut yang menewaskan lebih dari 149 korban akibat gas beracun pada tahun 1979 sehingga sangat monumental meskipun terdapat data-data kebencanaan lain selain dari peristiwa Sinila. 

Di Tengah meningkatnya masyarakat yang berwisata ke Kawasan Dieng, tugu peringatan ini dapat menjadi upaya mitigasi agar semua tetap bersiaga bahwa selain potensi wisata alam yang baik aktivitas vulkanik di Dieng dapat terjadi kapan saja. Meskipun dibuat secara sederhana dan tanpa pemugaran lebih lanjut, tugu ini menjadi daya tarik dan mendapat atensi lebih dari masyarakat karena letaknya yang ditempatkan sebelum pintu masuk kawasan Kawah Sileri..

  1. Tugu Bencana Majalengka
tugu peringatan

Pada perjalanan Ekspedisi Susur Sesar Baribis, tim ekspedisi diperlihatkan tugu peringatan atas bencana gempa bumi pada 06 Juli tahun 1990, peristiwa ini cukup terkenang karena selain kejadiannya belum genap setengah abad, saksi-saksi hidup pun masih dapat dicari. 

Gempa yang diakibatkan oleh sesar baribis ini cukup merugikan, menurut katalog gempa yang ditulis oleh BMKG ada 22 orang luka parah, 99 orang luka ringan serta kerusakan bangunan sebanyak 1281 rumah di Maja, 1198 rumah di Bantarujed dan 1210 rumah di Banjaran. 

Selengkapnya dalam tugu peringatan bencana tersebut memuat informasi bahwa kegempaan terjadi di wilayah DT II yaitu: Majalengka, Kuningan, Ciamis dan Sumedang dan bahwa ada 12.520 bangunan rusak. Letak tugu yang di samping Sekolah Dasar juga menjadi perhatian bahwa lokasi tersebut dulunya adalah area pengungsian saat gempa terjadi selain itu proses pengenalan tak langsung anak-anak terhadap peristiwa bencana lewat tugu ini bisa menjadi langkah mitigasi paling dini.

Baca juga: Baribis Tak Sepopuler 2 Sesar Lainnya di Jawa Barat

Setiap cerita dalam bencana bisa diabadikan lewat berbagai ekspresi kebudayaan termasuk dibangunnya sebuah tugu peringatan atau pencatatan yang lain. Prasasti atau Tugu yang dibangun oleh kerajaan, pemerintah atau masyarakat sipil juga mempunyai karakteristik tersendiri dalam bahasa dan penyampaian tulisannya. Hal yang paling pasti adalah bencana hidup bersama lapisan kebudayaan masyarakat, peristiwanya bisa jadi akan berulang namun dengan pengetahuan awal terkait kebencanaan di masa lalu dapat membuat kita lebih tangguh pada setiap kemungkinan terburuk.

Penulis : Korisaefatun

Editor: Nugrah Aryatama

Sumber:

https://historia.id/kuno/articles/kekuasaan-tarumanagara-di-bawah-tapak-kaki-purnawarman-DEaqx/page/6

https://tirto.id/catatan-pengendalian-banjir-zaman-baheula-dalam-tiga-prasasti-gUlp

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/prasasti/

Aindri Putri1 , Yusron Wikarya. BATU SEBAGAI SIMBOL KEHIDUPAN. Vol. 09 No. 3, 2020 Page 375-385