1 Bulan Pasca Banjir dan Longsor Sumatera

puing yang terbawa saat banjir bandang, Foto: SY RIDWAN/PADEK
Ekspedisi Jawadwipa

Sebulan setelah banjir yang terjadi di Pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat), masih banyak akses mobilitas yang belum sepenuhnya pulih. Berdasarkan data pada portal geospasial Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), masih banyak titik berwarna merah yang menandakan terputusnya akses akibat banjir dan tanah longsor yang terjadi sebelumnya.

Hingga 28 Desember, tercatat sebanyak 1.140 korban meninggal dunia, sementara 163 orang masih dinyatakan hilang. Selain itu, sebanyak 115.420 jiwa masih bertahan di 225 posko pengungsian. Dari jumlah tersebut, pengungsi perempuan tercatat sebanyak 60.240 orang, sedangkan pengungsi laki-laki berjumlah 55.180 orang. Kabupaten Pidie Jaya menjadi wilayah dengan jumlah pengungsi terbanyak, yakni mencapai 29.047 jiwa.

Dalam konferensi pers update harian penanganan bencana banjir dan tanah longsor Sumatera (28/12), BNPB  beberapa daerah sudah menetapkan status untuk transisi dari darurat ke pemulihan antara lain Provinsi Aceh: Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, Kota Langsa, Aceh Singkil, Kota Lhokseumawe, Aceh besar (dalam proses pengesahan SK), Provinsi Sumatera Barat: Kota Padang Panjang, Pasaman Solok, Padang Pariaman, Kota Pariaman, Pesisir Selatan, Kota Padang, Lima Puluh Kota (proses SK), Tanah Datar (proses SK), Provinsi Sumatera Utara: Deli Serdang, Langkat, Mandailing Natal, Kota Sibolga, Kota Padang Sidempuan, Batubara Binjai(proses SK), Tebing Tinggi (proses SK).

Sehingga total dari 52 Kabupaten/Kota terdampak ada sekitar 23 Kabupaten/Kota yang sudah atau hampir bertransisi dari darurat ke pemulihan.

1 Bulan Pasca Banjir dan Longsor Sumatera

banjir
Proses Evakuasi Korban Banjir, Foto: Puspen TNI

Dalam masa transisi dari tanggap darurat ke pemulihan, pemerintah juga memfokuskan penanganan pada penyediaan hunian bagi masyarakat terdampak melalui Hunian Sementara (Huntara) bagi warga yang kehilangan tempat tinggal, pembangunan Hunian Tetap (Huntap) bagi mereka yang tidak dapat kembali ke lokasi semula, serta penyaluran Dana Tunggu Hunian (DTH) bagi korban dengan kerusakan rumah ringan hingga sedang.

Di Aceh kebutuhan hunian sementara (huntara) paling banyak berada di Aceh Tamiang (13.699 unit), disusul Aceh Utara (6.796) dan Aceh Timur (4.747), sementara daerah lain jumlahnya lebih kecil hingga Pidie (12 unit). Dari 19 kabupaten/kota terdampak, baru 13 daerah yang mengajukan pembangunan hunian: 2 daerah sudah masuk tahap pembangunan fisik (Pidie dan Pidie Jaya), 6 daerah sudah punya usulan lokasi (Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah, Bireuen), 2 daerah masih identifikasi lokasi (Aceh Timur dan Nagan Raya), dan 3 daerah baru mengusulkan (Lhokseumawe, Aceh Barat, Langsa). 

Rencana pembangunan hunian pasca bencana di Sumatera Utara paling banyak berada di Langkat (714 unit). Berikutnya Tapanuli Selatan (431 unit), Tapanuli Tengah (351 unit), Tapanuli Utara (328 unit), Kota Sibolga (200 unit), dan Humbang Hasundutan (165 unit), dengan jumlah lebih kecil di beberapa lokasi lain hingga 40 unit. Dari sisi progres, Kota Sibolga sudah mulai membangun hunian tetap, Tapanuli Utara sedang membangun hunian sementara dan hunian tetapnya sudah dilakukan groundbreaking pada 21 Desember, Tapanuli Tengah sudah menyelesaikan kajian lokasi dan juga ground breaking hunian tetap pada tanggal yang sama, sementara Tapanuli Selatan dan Humbang Hasundutan masih mengurus penetapan lokasi relokasi, dan Langkat masih dalam tahap asistensi lokasi.

Sedangkan di Sumatera Barat, kebutuhan hunian sementara (huntara) paling banyak ada di Kabupaten Agam (550 unit), disusul Tanah Datar (129), Pesisir Selatan (73), Padang Pariaman (69), dan Lima Puluh Kota (60). Per 27 Desember, pembangunan di Agam sudah berjalan pada tahap pengecoran dan pemasangan rangka, Padang Pariaman dan Tanah Datar masuk tahap pekerjaan struktur, Pesisir Selatan melakukan pembongkaran dan pembangunan ulang huntara, sementara Lima Puluh Kota membangun bertahap di beberapa lokasi.

banjir
Proses Perbaikan Pasca Banjir, Foto: Dok. ESDM

Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari,, menjelaskan bahwa data ini akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, selain itu pengajuan huntara, huntap dan DTH juga tiap daerahnya berbeda-beda disesuaikan dengan proporsi kerusakan dan kebutuhan masyarakat.

“Jumlah Huntara akan terus berubah dan bergantung pada keputusan pimpinan daerah. Apabila terjadi perubahan, bupati atau walikota wajib merevisi surat keputusan yang telah diajukan sebelumnya. Selain itu, seluruh warga penerima bantuan harus diverifikasi melalui data Dukcapil Kementerian Dalam Negeri. Apabila terdapat kendala seperti KTP hilang, data kependudukan tetap telah terekam, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,” ujarnya.

Banjir: Galodo, Kearifan Lokal Tentang Banjir Bandang Masyarakat Minang

Dengan kondisi ini upaya pemulihan pasca banjir dan tanah longsor di Sumatera terus berlangsung secara bertahap, mulai dari pembukaan akses transportasi, distribusi logistik, hingga penyediaan hunian sementara. Selain menyampaikan terkait update proses transisi ini, BNPB juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah, organisasi, relawan, perusahaan, dan seluruh masyarakat Indonesia atas kerja sama, gotong royong, serta semangat yang ditunjukkan dalam menangani bencana ini, yang menjadi kekuatan penting bagi percepatan pemulihan bencana ini.(kori/Nugrah)