Letusan Gunung Kelud Mei 1919 yang Menarik Perhatian

gunung kelud
Letusan Gunung Kelud pada Februari 1990
Ekspedisi Jawadwipa

Beberapa sumber mengatakan bahwa Gunung Kelud pernah mengalami erupsi pada tanggal 1 Mei 1919. Tetapi lebih banyak sumber yang mengatakan bahwa Gunung Kelud mengalami erupsi pada tanggl 19-20 Mei 1919. Perbedaan yang ada membuat semakin menarik saja untuk membahas mengenai fenomena erupsi Gunung Kelud yang kala itu hadir sebagai bencana karena besarnya kerentanan dan kurangnya kapasitas masyarakat dalam menghadapi fenomena ini. 

PVMBG mencatat bahwa letusan Gunung Kelud tahun 1919 merupakan bencana terbesar yang dihasilkan oleh aktivitas Gunung Kelud pada abad ke 20. Letusan terjadi pada tengah malam antara tanggal 19 dan 20 Mei 1919 yang ditandai dengan suara dentuman amat keras bahkan terdengar sampai di Kalimantan.

Secara astronomis dari Gunung Kelud berdasarkan garis bujur dan garis lintang berada pada 7˚ 56’ 00 LS dan 112˚ 18’30 BT. Sedangkan secara geografis, Gunung Kelud terletak di antara tiga kawasan administrasi, yakni Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Gunung Kelud juga merupakan tapal batas yang alami antara ketiga daerah tersebut. Gunung Kelud termasuk dalam kategori gunung kuarter yang tengah mengalami perkembangan. Gunung ini mempunyai tinggi 1.731 mdpl atau 5679 kaki.

gunung kelud
Letusan Gunung Kelud pada Februari 1990

Ciri khas pada Gunung Kelud yaitu memiliki danau kawah yang volume airnya kurang lebih 40 juta m3 dengan temperatur 32-35˚ dan PH 5,1. Gunung Kelud juga diapit oleh beberapa gunung api yang lebih tua, diantaranya Gunung Kawi dan Gunung Butak di bagian timur, serta diapit oleh Gunung Anjasmoro di bagian timur laut.

Letusan Gunung Kelud Mei 1919 yang Menarik Perhatian

Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia, gunung ini masuk dalam tipe “kaldera”. Sejak tahun 1000 hingga tahun 2007, Gunung Kelud sudah mengalami peristiwa vulkanik kurang lebih sebanyak 32 kali. Gunung Kelud memiliki meletus lebih dari 30 kali sejak 1000 Masehi. Pada masa penjajahan, Gunung Kelud tercatat telah meletus berkali-kali, antara lain pada tahun 1826, 1848, 1864, 1901 dan 1919. Pada Era Merdeka, Gunung Kelud pernah meletus pada tahun 1951, 1966, 1990, 2007 dan 2014.

Sebab, gunung berapi ini tercatat pernah aktif meletus dengan singkat kesenjangan berkala (9-25 tahun). Setiap letusan Gunung Kelud telah diakhiri dengan terbentuknya penyumbatan lava di lubang lava nya. Meningkat Kelud juga dikelompokkan sebagai stratovolcano, gunung berapi yang ditandai dengan masif dan karakteristik ledakan.

Salah satu letusan Gunung Kelud terbesar terjadi pada tahun 1919. Letusan yang terjadi pada 20 Mei tahun 1919 merupakan letusan Gunung Kelud kedua terdahsyat. Letusan ini memakan korban jiwa sebanyak 5.160 penduduk. Jumlah material vulkanik yang terlontar dari kawah gunung sebanyak 323 juta m3 yang mengguyur 104 desa, 9000 rumah dan 135 km2 lahan pertanian serta mengakibatkan matinya 1.571 ekor sapi. 

Baca juga: Gunung Gede, Bagian dari Surga yang Punya Potensi Letusan Akibat Gempabumi

Dalam ilustrasi kata (perspektif) dari ahli geologi Belanda, G.L.L. Kemmerling, letusan dimuntahkan hujan abu dan awan panas yang dulu, dan masih, disebut wedhus gembel (menyerupai bentuk bulu domba atau wedus gembel). Letusan tahun 1919 ini begitu menarik perhatian, hal ini karena Gunung Kelud tidak hanya menyemburkan awan panas tetapi sebelumnya juga memuntahkan lahar panas disimpan di bawah kawah. Volume lava panas tersebut kemudian diperkirakan mencapai +40 meter kubik.

Dan lebih parah lagi, letusan itu disertai dengan hujan lebat menghasilkan aliran lahar dingin berikutnya. Hujan membuat volume air di kawah meningkat, dan aliran dingin membawa material yang berbeda, seperti seperti pasir, kerikil dan batu yang mengalir bersama air dari kawah. Itu arus memporakporandakan rumah hunian warga sekitar. Akibatnya, terjadi kerusakan massif untuk infrastruktur yang ada yang dilalui lahar pun terjadi.

Letusan Gunung Kelud yang eksplosif tahun 1919 itu dijelaskan dalam beberapa kesaksian oleh saksi mata. Bung Karno dalam otobiografinya menggambarkan hal itu pada saat itu ketika Gunung Kelud mulai meletus, dia baru saja sampai di miliknya rumah teman di Wlingi, sekitar 20 kilometer dari Blitar. Tanah dikatakan terguncang dengan kuat gemetar dan gemuruh menakutkan menderu melalui langit. Banyak orang termasuk ibu-ibu yang ketakutan, berteriak-teriak anak-anak, dan pekerja perkebunan kehabisan rumah. Mereka merasakan ketakutan, kebingungan, dan kekacauan karena letusan.

Gunung Kelud dikatakan menunjukkan kemarahan para dewa dan langit menjadi gelap karena abu dan arang dibuang bermil-mil jauhnya. Merebus lahar dengan kecepatan tinggi mengalir dengan cepat menuruni lereng gunung ke daerah yang lebih rendah menghancurkan segala sesuatu di jalannya dan menetap di antaranya Blitar dan Wlingi. Area tersebut dilaporkan tertutup asap, api, dan racun. Bung Karno juga mendengar separuh itu negara itu dilaporkan terkena dampak letusan.

Dalam naskah Jawa, Pajeblukipun Redi Keloet [Letusan Gunung Kelud], ditulis bersama oleh dua orang saksi mata letusan tersebut, Mas Yudakusuma dan S Dayawiyata, letusannya digambarkan sebagai berikut:

Pada hari Senin malam Kliwon, tanggal: 18/19 Ruwah 1849 atau 19/20 Mei 1919 sekitar pukul 01.00 sampai 02.00, terjadi a suara gemuruh berulang kali seperti petir, terdengar di kediaman saya untuk mengejutkan semua orang di desa. Pada saat itu saya bangun dan keluar (rumah) mungkin gunung berapi di kediaman saya disebut Gunung Merapi yang sudah lama dilaporkan meletus pada malam itu hal itu terjadi …. terlihat jelas di pandangan saya … Gunung Merapi aman … Tapi … di langit masih selalu mendengar suara gemuruh yang datang dari sebelah timurku tempat tinggal.

gunung kelud
Rumah yang hancur akibat erupsi Gunung Kelud, sumber: Nawiyanto, Sasmita N. 2018

Pada malam saat letusan terjadi pikirnya bahwa ledakan yang menggelegar itu mungkin dari dinamit ledakan yang digunakan oleh penanam besar untuk meledakkan bukit kapur Klaten Selatan untuk areal perkebunan tebu. Dia terkejut oleh hujan abu yang menghujani desanya dan terus berlanjut ledakan guntur berulang kali terdengar dari timur. Semburan material vulkanik mengubah hari menjadi kegelapan. Sebuah laporan mengungkapkan bahwa karena hujan abu lebat, kota Malang, Lawang, Tulungagung, Kediri, dan Nganjuk tetap berada dalam kegelapan meski hampir pagi menjelang siang.

“Selasa siang pukul setengah 11.00 di Malang dan Lawang itu masih tampak hitam pekat. Di semua tempat, lampu dinyalakan. Karena hujan abu yang deras, banyak tanaman dan pohon rusak. Di Malang kental abu sampai beberapa redup. Begitu juga di kota Kediri, hujan abu sangat deras. Selasa sore di 10:00 itu masih gelap gulita. Apalagi di kota Tulungagung. Meski listrik terus menyala dinyalakan tapi langit masih terlihat gelap kota Nganjuk serupa juga”.

Permukaan tanah dan segala sesuatu di atasnya dari gedung, jalan raya, ladang, dan perkebunan untuk vegetasi hutan pun tertutup abu vulkanik tebal. Penyebaran abu vulkanik bergerak ke barat dilaporkan mencapai Bandung (Jawa Barat) dan Bali.

Letusan Gunung Kelud yang eksplosif pada tahun 1919 membuat situasi jatuh ke dalam kekacauan. Orang-orang menjadi ketakutan, bingung, dan panik. Mereka berlarian, mencoba menyelamatkan diri mereka sendiri dan bagian dari harta benda mereka. Banyak dari mereka tidak dapat melarikan diri dari bencana dan meninggal letusan. Dr. G.L.L. Kemmerling, dalam karyanya melaporkan betapa menyedihkannya para korban.

Banyak penduduk dilaporkan terjebak oleh banjir lahar di dalamnya jalan ke kereta api dan sudah mati. Beberapa dari mereka bisa lepas dari banjir lahar dan pikiran sudah masuk tempat yang aman di kereta yang sudah siap, tetapi lahar mencegahnya dari pergi. Sementara itu, orang di dalam kereta sudah naik jalan, yang menganggap dirinya aman, dititipkan dan mati mengenaskan di sungai saat menyeberangi jembatan kereta api dikejutkan oleh banjir lahar. Sebuah laporan memberikan ilustrasi tentang pelarian tragis dari ratusan tahanan dari aliran lahar.

Sekitar 900 tahanan berteriak minta tolong untuk membuka pintu penjara, tapi tidak ada penjaga yang datang untuk membantu. Sekitar 100 tahanan kabarnya bisa keluar dari penjara tapi ini hanya untuk waktu yang sangat singkat. Mereka segera terjebak dan mati oleh aliran lahar mendidih yang semakin besar.

Burgemeester of Blitar, J.H. Boerstra juga melaporkan banyak korban jiwa dari letusan di wilayah pemerintahannya. Korban tewas itu diperkirakan mencapai tidak kurang dari 5.160 orang. Sana adalah beberapa laporan rinci tentang korban manusia dari letusan. Di perkebunan Kalicilik Bendorejo (Blitar), 42 warga dilaporkan hilang termasuk miliknya supervisor (sinder) yang ditemukan tewas di Kediri, Sedangkan di Kabupaten Srengat, ratusan warga termasuk 7 orang Orang Eropa tewas dan hilang. Jumlah korban jiwa akibat letusan tanggal 20 Mei 1919 itu menduduki peringkat teratas terbesar kedua dalam sejarah Gunung Kelud letusan, yaitu setelah letusan terbesar yang terjadi di 1586 dengan korban jiwa mencapai sekitar 10.000 orang. Dengan banyaknya jenazah dimana-mana, kota Blitar berada dilaporkan berbau anyir.

Tidak hanya memakan korban jiwa, secara ekonomi Dampak letusan Gunung Kelud sangat besar. Itu menyebabkan materi kerugian, baik berupa rusaknya infrastruktur masyarakat fasilitas, perumahan, dan gangguan kegiatan ekonomi. Di Kota Blitar banyak bangunan yang hancur lebur aliran lahar dan sebagian roboh karena tak tertahankan beban endapan vulkanik. Bangunan yang tersisa tegak tertutup abu vulkanik yang tebal dan banyak lagi bagian dari dinding mereka telah dirobohkan. 

Mengenai infrastruktur yang rusak, banyak jembatan di Blitar dilaporkan mengalami kerusakan parah akibat letusan. Jembatan hancur dan hanyut lahar, termasuk di antara 3 jembatan lainnya yang menghubungkan Blitar dengan Wlingi, 27 jembatan besi dan 1 jembatan kayu menghubungkan Talun dengan Kanigara. Jembatan Ganggangan yang merupakan jembatan dengan rangka besi yang bagus dan memanjang Panjangnya 18,24 meter, hanyut dan dikubur lumpur lava. Begitu pula dengan gelagar jembatan Pakunden dan pilar hilang dalam banjir lahar.

Rute lalu lintas utama menghubungkan Blitar-Wlingi ke Malang dan Blitar-Srengat ke Kediri, atau dari Blitar ke Tulungagung terputus beberapa tempat. Infrastruktur kereta api juga terkena dampak buruk letusan Gunung Kelud. Perjalanan kereta api hanya bisa mencapai Kalipucang sebab stasiun kereta api Blitar mengalami kerusakan luar biasa akibat hujan abu vulkanik. Letusan tersebut juga sangat mempengaruhi perekonomian lokal. Dilaporkan bahwa lebih dari 15.000 hektar perkebunan dan lahan pertanian rusak parah. 

Saat ini Gunung Kelud menjadi sebuah destinasi wisata untuk menikmati alam bebas. Akan tetapi terdapat himbauan kepada wisatawan untuk tidak mendekat pada kawasan kawah aktif Gunung Kelud karena bisa terjadi aktivitas vulkanik secara tiba-tiba dan mengancam keselamatan wisatwan itu sendiri. Kekayaan alam berupa pesona Gunung Kelud memang indah, namun di balik keindahannya tersimpan pula potensi bencana yang bisa muncul kapan saja dan selalu menuntut kita untuk siapsiaga. (LS)

Sumber:

https://vsi.esdm.go.id

Yusuf M. 2021. Gunung Kelud: Proses dan Budayanya. Haura Publishing, Sukabumi

Nawiyanto, Sasmita N. 2018. The Eruption of Mount Kelud in 1919: Its Impact and Mitigation Efforts. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 208 1st International Conference on Social Sciences and Interdisciplinary Studies (ICSSIS 2018)Nihayatul U., et al. 2017. The Eruption of Mount Kelud and It’s Impacts in Blitar 1919-1922. Indonesian Historical Studies, Vol. 1, No. 1. 67-77