Candi Prambanan, menjadi salah satu destinasi wisata yang terdampak saat gempa terjadi pada 27 Mei 2006. Candi Prambanan merupakan candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun kuat dugaan bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu.
Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Lokasinya berada di Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Guncangan gempa Yogya 2006, telah mengakibatkan terjadi kerusakan serius di kompleks candi ini, terutama di candi utama Brahmana.
Candi Prambanan, Cerita lain dari Suasana Yogya
Dilansir dari kompas.com, menurut keterangan Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budata (BPCB) Yogyakarta, Wahyu Astuti mengatakan “Gempabumi 2006 lalu, Candi Prambanan itu porak-porandak. Kerusakannya parah dan terbesar” pada Selasa (17/05/2016). Selanjutnya Wahyu menjelaskan, kerusakan parah dialami kompleks Candi Prambanan karena memang lokasinya tepat berada di Sesar Opak, sehingga dampak guncangan gempa sangat besar.
Hal serupa juga terjadi pada kompleks Makam Imogiri yang mengalami rusak parah karena berdekatan dengan titik gempa, “Candi Prambanan itu kan memang wilayah sesar. Ahli geologi juga mengatakan itu, jadi dampak kerusakan di Candi Prambanan cukup parah” ujar Wahyu. Berdasarkan data Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta, kerusakan yang terjadi pada kompleks Candi Prambanan mulai dari material batuan hingga struktur bangunan.
Akibat gempa tersebut, Candi Prambanan tutup untuk sementara dan jumlah wisatawan baik lokal maupun internasional menurun dengan cepat sehingga pendapatan devisa dari wisata pura berkurang. Beberapa kerusakan seperti penurunan, pergeseran serta retakan yang terjadi secara vertikal atau horizontal di beberapa bagian Candi Prambanan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan penyebab kerusakan ini terlepas dari getaran dan gerakan yang terjadi saat gempa, namun juga disebabkan oleh penggunaan metode restorasi yang diindikasikan kurang tepat dengan daerah Prambanan. Pemulihan Candi Prambanan akibat dampak gempa Jogja berlangsung selama kurang lebih dua tahun, dari tahun 2007 sampai 2009.
Pasca gempa Yogya 2006 telah dilakukan studi geoseismik mikrotremor di sekitar candi oleh Pusat Survei Geologi, Badan Geologi. Bentang alam Candi dan sekitarnya adalah bagian selatan dari lereng gunung api Merapi yang berupa dataran bergelombang. Kawasan ini dialiri oleh Sungai Opak yang berhulu di kaki gunung api Merapi. Batuan gunung api Merapi muda berumur Kuarter ini adalah penyusun candi dan sekitarnya. Batuan gunung api Merapi muda umumnya masih bersifat urai dan belum terkompaksi secara baik.
Secara geologi candi ini dilalui oleh lajur patahan Opak dengan mekanisme gerak sesar mendatar-mengiri dengan arah U40°T, dimana blok bagian utara bergerak relatif ke arah barat daya, sedangkan blok bagian selatan relatif bergerak ke arah timur laut. Sejak abad ke-18, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta telah berulang kali diguncang oleh gempa bumi kuat dan merusak di antaranya pada tahun 1867, 1943, 1981 dan tahun 2006. Umumnya gempa-gempa bumi merusak yang terjadi tersebut berasosiasi dengan aktifitas tunjaman lempeng Samudra Hindia-Australia yang menyusup di bawah lempeng Benua Europa–Asia. Terkecuali gempa bumi Yogyakarta 2006, berasosiasi dengan kegiatan sesar aktif Opak.
Baca juga: Menyingkap Debu Erupsi Gunung Merapi Pada Candi Sambisari
Tanpa disadari sebelumnya, ternyata tempat instagramable yang kita kunjungi memiliki potensi bencana yang besar. Kenyataan ini seperti memukul diri untuk dengan sepenuhnya menyadari bahwa semua tempat berpijak di bumi nusantara ini memiliki potensi bencana yang perlu diwaspadai, tak terkecuali megahnya Candi Prambanan yang berdiri di atas Sesar Opak.
Penulis: Lien Sururoh
Sumber:
Geomagz vol.6, No2, Juni 2016
Kompas.com
borobudurpark.com