21 Tahun Gempa Bengkulu, Belajar dari Tanda Alam Sebelum Gempa

gempa bengkulu
Ilustrasi Rumah hancur akibat gempabumi, Sumber: historia.id
Ekspedisi Jawadwipa

21 Tahun kejadian gempa Bengkulu. Bengkulu yang Berhadapan dengan Samudra Hindia, pantai barat Provinsi Bengkulu menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Memiliki garis pantai yang panjang dan indah menjadikan wilayah Bengkulu begitu mempesona. 

Kala itu, 4 Juni tepatnya 21 tahun yang lalu jatuh pada hari Minggu. Pada akhir pekan menjadi waktu berlibur dan menggunjungi berbagai macam destinasi wisata yang ada. Banyak di antara para turis yang berkunjung menikmati nuansa sekitar pantai barat wilayah Bengkulu atau bahkan berwisata sejarah ke benteng Marlborough.

Matahari terbenam dan langit malam pun datang, suasana laut begitu hening untuk dinikmati. Tak ada yang dapat mengetahui, tepat pukul 23.28 WIB terjadi gempa dengan sangat kuat yang mengubah keheningan malam di wilayah Bengkulu.

21 Tahun Gempa Bengkulu

gempa bengkulu
Hitungan besaran gempa bumi. Foto: Dok. shutterstock

21 tahun lalu, pantai barat wilayah Bengkulu diguncang oleh kejadian gempa yang berpusat di Samudra Hindia dengan kekuatan 7,3. Guncangan besar disarakan di wilayah Bengkulu dengan kekuatan VI MMI (Modified Mercally Intensity), sementara di wilayah Lampung dan Palembang dirasakan dengan kekuatan IV MMI. Sedikitnya 90 orang meninggal dunia, 803 orang luka-luka, 1782 orang lika ringan. 1800 rumah hancur, 10.196 rumah rusak berat dan 18.378 rumah rusak ringan. 

Beberapa keanehan terjadi sebelum gempa datang menghampiri. Dilansir dari bengkulu.antaranews.com, Firdaus Kauno (53), kala itu sedang memancing di dermaga Desa Malakoni, Pulau Enggano. Sejak pukul 20.30 WIB hingga tengah malam, dia tak kunjung berhasil mendapatkan ikan. Keanehan serupa juga dirasakan Sapuan Kaarubi (59). Malam itu, ia mencari ikan di perairan dekat rumah bersama anaknya yang berusia 14 tahun. Air laut keruh dan arus mengalir kuat ke arah barat. Sapuan dan anaknya memutuskan pulang ke rumah karena tak mendapatkan ikan, padahal mereka sudah hampir dua jam melaut.

Baca juga: Talaud Gempa, Berikut Deretan Gempa Besar yang Pernah Terjadi

Sebelum terjadinya gempa, Firdaus juga mendengar dentuman keras seperti bom dari arah tenggara Desa Malakoni. “Sesaat setelah dentuman datang gempa. Kami seperti kacang goreng di atas dermaga pontang-panting, (gempa) berhenti sebentar, lalu berulang lagi guncangannya,” kata Firdaus.

Guncangan gempa membuat dermaga kapal perintis rubuh berkeping-keping dan tenggelam ke dasar laut. Tiang lampu dermaga melengkung seperti joran pancing yang ditarik ikan. Debu reruntuhan membumbung ke udara membatasi jarak pandang. Untungnya, bagian dermaga yang menjadi tempat Firdaus memancing tidak roboh dan dia pun kemudian berenang menjauhi laut ke arah pantai.  

Memang daerah Bengkulu telah dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang sering terlanda kejadian gempabumi, sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG, 2006) telah menggolongkan daerah ini sebagai salah satu wilayah rawan gempabumi merusak di Indonesia. Hampir setiap bulan pasti terasa kejadian gempabumi dengan skala intensitas III – IV MMI yang dapat dirasakan oleh penduduk.

Sumber gempabumi yang mengancam wilayah Bengkulu berasal dari laut dan darat. Di laut bersumber dari zona penunjaman atau zona subduksi akibat tumbukan antara Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua Eurasia yang terdapat pada bagian Barat wilayah Bengkulu. Gempa Bengkulu sendiri banyak bersumber dari zona subduksi dikenal dengan sebutan “megathrust”. Gempabumi yang bersumber dari zona subduksi di wilayah ini mempunyai kedalaman dangkal, menengah dan dalam, semuanya dapat dirasakan oleh masyarakat di Bengkulu.

Seiring dengan seringnya kejadian gempa bengkulu yang melanda daerah Bengkulu ini, kesadaran masyarakat tentang ancaman gempa sebenarnya cukup tinggi. Namun sayangnya kesadaran ini tidak dibarengi dengan tindakan mitigasi untuk meminimalisir kerugian akibat gempa yang terjadi. (LS)

Sumber:

bengkulu.antaranews.com

Supartoyo. Warta Geologi Volume 2 nomor 3, edisi Bulan September 2007, hal. 24 – 33

Tinggalkan Balasan