Disasterchannel.co,- Nun jauh di sana, terdapat gugusan-gugusan pulau indah yang membuat seluruh mata dapat termanjakan dengan lekukan setiap garis pantai yang dihantam ombak biru. Gugusan pulau semacam ini dapat kita saksikan bila kita berkunjung ke wilayah Maluku Barat Daya.
Selain alamnya yang begitu kaya dan mempesona, wilayah Maluku Barat Daya memiliki budaya yang tak kalah menarik. Budaya ini tumbuh bersamaan dengan penyesuaian atau adaptasi yang dilakukan para manusia yang hidup disana untuk terus melangsungkan hidupnya. Misalnya saja di Pulau Leti, tepatnya di Desa Nuwewang, mereka memiliki banyak kearifan lokal yang syarat akan pengurangan risiko bencana. Wilayah Maluku merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan gempabumi yang tinggi, hal ini menyebabkan mereka memiliki banyak pengalaman menghadapi gempa dan kemudian pengalaman ini berkembang menjadi sebuah pengetahuan yang diaplikasikan dalam berbagai bentuk, salah satunya direpresentasikan dalam bentuk budaya.
Berdasarkan penelitian Pakniany (2022) masyarakat yang ada di Desa Nuwewang memiliki kearifan lokal seperti membangun rumah adat yang tahan gempa dan memiliki budaya hnyoli lieta. Hnyoli lieta yang merupakan falsafah hidup masyarakat Desa Nuwewang untuk selalu hidup rukun dan damai, saling tolong menolong ketika terjadi bencana.
Sebagian besar masyarakat Maluku Barat Daya memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai ancaman bencana gempabumi di wilayah ini. Mereka tidak memahami bahwa Laut Timor merupakan cekungan dari daerah busur depan Lempeng Australia yang bergerak ke utara, daerah ini merupakan daerah yang berpotensi besar mengalami gempa tektonik. Bahkan pada 27 Mei 2022, wilayah Maluku Barat Daya mengalami gempa dengan magnitudo M6,5 pada kedalaman 104 km yang merusak beberapa bangunan.
Hidup di wilayah rawan gempa membuat masyarakat Desa Nuwewang sering mengalami gempa. Ketika terjadi gempabumi masyarakat desa ini secara spontan akan melakukan tindakan penyelamatan diri dengan teriakan “Opruru Ampuapenu o”. Kata Opruru Ampuapenu ” sendiri memiliki arti tanah goyang sudah datang.
Suara teriakan Opruru Ampuapenu o kemudian diiringi oleh bunyi tifa dan sofar sebagai penanda tegas bahwa telah terjadi gempa. Teriakan ini dilakukan sebagai salah satu peringatan dini skala lokal, agar masyarakat lainnya dapat segera menyelamatkan diri dan terhindar dari kemungkinan terjadinya bencana dengan cara segera meninggalkan tempat tinggalnya dan mencari tempat aman.
Selain memiliki peringatan dini berbasis pengetahuan lokal, masyarakat Desa Nuwewang juga memiliki pengetahuan lokal bangunan rumah adat yang tanah terhadap gempa. Leluhur mereka mewariskan tinggalan arsitektur bentuk bangunan adat yang berbahan dasar kayu dan bambu. Rumah dengan bahan dasar kayu akan lebih elastis ketika terkena guncangan gempa. Sehingga kerugian akibat kerusakan bangunan tidaklah parah.
Pengetahuan lokal mengenai bencana yang direpresentasikan dalam bentuk budaya masyarakat Desa Nuwewang amat kaya. Desa ini adalah salah satu dari ribuan desa yang memiliki pengetahuan berharga dalam menghadapi bencana. Masih banyak bentuk peringatan dini dan cerita inspiratif dari desa lainnya yang harus terus kita telusuri untuk menambah khazanah ilmu kita yang dapat menjadikan kita lebih Tangguh menghadapi bencana. (LS)
Sumber:
Pakniany, Y., Tiwery, W. Y., & Rakuasa, H. (2022). Mitigasi Bencana Gempa Bumi Berbasis Kearifan Lokal di Desa Nuwewang Kecamatan Pulau Letti Kabupaten Maluku Barat Daya. J. Pemikir. Islam dan Ilmu Sos, 15(1), 1-9.