Disasterchannel.co,- Kerusakan hutan semakin hari semakin mengkhawatirkan pasalnya pada abad 20 luas jumlah hutan di dunia diperkirakan lima miliar hentar, akan tetapi terdapat jumlah kerusakan hutan akibat aktivitas manusia yang mengakibatkan hilangnya hutan sebanyak tujuh juta hektar per-tahunnya. Kerusakan hutan berikutnya akan membawa dampak dan tentunya akan mengakibatkan bencana seperti longsor, krisis sumber air akibat daerah resapan dan banyak lagi. Menurut Sonny Keraf, kerusakan hutan yang disebabkan oleh manusia, merupakan imbas dari cara pandang antroposentris yang hanya mengutamakan kepentingan manusia tanpa memperdulikan kelestarian alam.
Berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang berpikir ala antroposentris, biasanya masyarakat tradisional memiliki pengetahuan lokal terkait lingkungan. Salah satunya adalah masyarakat Kalaodi yang memiliki pengetahuan lokal terkait hubungan antara manusia dengan alam, yang tentunya bisa kita jadikan pembelajaran terkait harmonisasi antara manusia dan alam.
Masyarakat Kalaodi sendiri berada di daerah Kampung Kalaodi di Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara. Masyarakat Kalaodi memiliki pengetahuan serta tradisi lokal, yang disebut Ritual Paca Goya dan Bobeto. Dua kebudayaan ini yang menjadi kunci utama dalam pelestarian alam dalam masyarakat Kalaodi.
Ritual Paca Goya merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Kalaodi yang dilakukan setelah musim panen besar hasil petik buah cengkih atau buah pala. Ritual ini memiliki tujuan berupa ucapan rasa terima kasih manusia terhadap tuhan, yang telah menganugerahkan kekayaan alam kepada masyarakat. Perlu diketahui bahwasanya menurut penelitian Ihsan Teng dalam jurnal Local Wisdom Scientific dengan judul “Bobeto Sebuah Nilai Kearifan Lokal Pembentuk Ruang Ritual antara Manusia dengan Alam di Kalaodi – Tidore” masyarakat Kalaodi mayoritas bekerja sebagai petani, yang tentunya masih tergantung dengan kelestarian alam.
Ketika hari ritual Paca Goya dijalankan, masyarakat Kalaodi akan menghentikan aktivitasnya selama tiga hari. Tidak ada masyarakat yang berdagang, berkebun, atau melakukan pekerjaan apapun. Pada tiga hari itu masyarakat akan membersihkan makam keramat, dan dilanjutkan mengadakan ritual Paca Goya di Bukit atau gunung yang diyakini memiliki tuah atau keramat.
Daerah yang dijadikan tempat ritual Paca Goya merupakan daerah larangan, yang tidak boleh dirusak dan dijaga kelestariannya. Masih menurut Ichsan Teng, daerah ritual Paca Goya merupakan daerah yang paling hijau. Masyarakat Kalaodi tidak akan menebang pohon serta merusak tempat tersebut, dikarenakan takut akan terkena tulah atau kesialan. Hal ini menunjukan bahwasanya masyarakat Kalaodi berpandangan bahwasanya alam memiliki kekuatan mistik. Pandangan ini sungguhlah arif dikarenakan mereka tidak hanya memandang alam sebagai benda mati, tetapi juga memiliki makna yang dalam dan perlu dijaga kelestariannya.
Ritual Paca Gayo sendiri merupakan bentuk implementasi dari Bobeto, yaitu sebuah perjanjian antara manusia dengan alam. Perjanjian Bobeto sendiri berisi ”Barang siapa yang merusak alam, akan dirusak oleh alam”. Hal ini merupakan bukti bahwasanya masyarakat Kalaodi sudah memiliki konsep tentang penjagaan alam. Selain itu lewat konsep Bobeto menunjukan bahwasanya masyarakat Kalaodi sudah mengetahui efek dari kerusakan lingkungan.
Semoga dengan adanya tulisan ini kita bisa belajar dari masyarakat Kalaodi yang menghormati alam dan menjaga alam lewat tradisi mereka. Selain itu kesadaran pada masyarakat Kalaodi melalui Bobeto, yang merupakan sebuah perjanjian antara alam dan manusia merupakan contoh arif dari pengetahuan lokal. Di mana kerusakan alam yang diakibatkan oleh perilaku manusia, tentunya memiliki konsekuensi buruk terhadap manusia itu sendiri.
Penulis: Abdurrahman Heriza
Editor: Lien Sururoh
Sumber:
A. Sonny Keraf, Krisi Dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Yogyakarta: Kanisius, 2014),h 28, h 117.
Ichsan Sukarno Teng, Agung Murti Nugroho, and Susilo Kusdiwanggo, “Pengaruh Petuah Bobeto Terhadap Kearifan Setempat Kampung Kalaodi, Kota Tidore Kepulauan,” RUAS 19, no. 2 (December 23, 2021): 40–50.
Ichsan Teng, “Bobeto Sebuah Nilai Kearifan Lokal Pembentuk Ruang Ritual antara Manusia dengan Alam di Kalaodi – Tidore,” Local Wisdom : Jurnal Ilmiah Kajian Kearifan Lokal 9, no. 1 (January 9, 2017): 12–22.
Ichsan Sukarno Teng, Agung Murti Nugroho, and Susilo Kusdiwanggo, “Pengaruh Petuah Bobeto Terhadap Kearifan Setempat Kampung Kalaodi, Kota Tidore Kepulauan,” RUAS 19, no. 2 (December 23, 2021): 40–50.
Photo: mongabay.co.id