Didong: Salah Satu Seni Mencurahkan Gagasan Mitigasi Bencana Ala Aceh Tengah

PUBLISHED

Disasterchannel.co,- Rasa seruput kopi Gayo mungkin sudah dikenal orang banyak, bahkan hingga mancanegara. Tetapi tidak banyak yang tahu mengenai budaya dan kesenian yang berkembang di wilayah Aceh Tengah. Kesenian Didong seolah terasa begitu asing bagi kita semua, pasalnya kesenian ini sudah jarang sekali dipertontonkan. Padahal diduga bahwa kesenian didong sudah ada sejak lama. Namun, Sejarah asal-usul kesenian didong kiranya belum ada keterangan yang mampu mengungkapkannya. Ada orang yang berpendapat bahwa umur kesenian ini sama tuanya dengan adanya orang Gayo itu sendiri. 

Kata “Didong” sendiri juga diterjemahkan dalam berbagai arti. Ada orang berpendapat bahwa kata didong itu mendekati pengertian kata “dendang” dalam bahasa Indonesia, yaitu sebuah nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati atau bersama-sama dengan bunyi-bunyian. Dalam bahasa Gayo juga dikenal kata denang atau donang yang artinya mirip dengan arti kata dendang.

Sebagai sebuah kesenian, Didong terus berkembang. Dari masa ke masa fungsi didong bagi anggota masyarakat Gayo semakin luas. Didong terus tumbuh dan memiliki fungsi yang majemuk, di antaranya sebagai hiburan, sebagai alat untuk menghidupkan dan memelihara nilai, norma-. norma adat di dalam kehidupan komunitas di masa lalu, bahkan hingga akhirnya menjadi sarana untuk menyalurkan atau menyampaikan perasaan, pikiran, keinginan dari seseorang kepada orang atau pihak lain. Fungsi lain adalah untuk menyalurkan rasa ketegangan sosial sehingga diperoleh keseimbangan dalam hubungan antara klen/klan, umumnya pada masyarakat Gayo Lut. Tak hanya itu, didong juga dijadikan untuk mencurahkan berbagai pikiran dan gagasan mengenai mitigasi bencana. 

Sali Gopal adalah seorang “ceh” seniman didong yang berasal dari kelompok Kemara Bujang yang mulai berdiri sejak 1940. Ia membuat sebuah puisi uten ‘hutan’ yang menggambarkan kegelisahannya akan kondisi alam. Ia melihat dalam benaknya pohon besar di hutan telah menjadi kering, rapuh, lusuh, akarnya tidak lagi mengikat bumi. Dalam keadaan semacam itu kegelisahannya seolah-olah berbagi dan menyatu dengan kegelisahan burung-burung yang tengah mencari tempat bertandang, tempat berjuntai santai di senja yang kuning. Dalam keadaan demikian ini Gobal merasa badai menerpa dan gempa mengguncang. Hal ini dilukiskannya dengan manis dalam beberapa bait di. antara bait-bait dari puisi uten-nya, seperti di bawah ini :

detak cabang si rapuh beluh isangkan bade, sayang 

berempas tanyor ku bumi si meri nge berpoloken, uten

bergerak museger beluh ku tuyuh musara rense, sayang 

gintes si meri-meri gere mutenelen, uten 

gempa muguncang kayu perdu uyete rengang, sayang 

retep jantan si kaul genyur jadi pempungen, uten 

donya munaos lagu .atu taring pengalang, sayang 

bujur batang ari perdu deru eluh kin sapunen, uten 

manuk cico kecici rugi tempat bertanang; sayang 

peberguk kuning ni lao cico ate ilelalenen, uten 

bedebuk uah si lungi nenggeri nge mate batang, sayang 

kerukuk cume gere cico lemboko sange jejuntenen, uten 

Terjemahan : 

(detak cabang rapuh jatuh tertiup badai, sayang 

terhempas jatuh ke bumi rubuh berserakan 

berderak sekali runtuh rubuh terhenyak, sayang 

yang busuk terkesima tanpa sasaran 

gempa mengguncang akar perdu merenggang, sayang 

putus urat yang besar rubuh yang /usuh 

dunia membuat bala hanya batu yang menyangga, sayang 

porak poranda uratnya menderu air mata 

burung cici kecico tiada tempat bertandang, sayang 

termenung senja menguning resah ditelan 

rontok buah yang ranum batang markisa mengering, sayang 

burung kerukuk menganga selibu tempat berjuntai)

Menurut penelitian Ramadhani (2022) didong uten dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah sebagai salah satu bentuk edukasi kebencanaan yang berakar dari kearifan lokal masyarakat setempat. Sebab dalam syair didong uten memiliki dua interpretasi, salah satunya adalah sebagai bentuk pengurangan risiko bencana. Sebagaimana tertera dalam syair yang menceritakan semua kayu sudah terjatuh akibat hutan yang ditebang. Sehingga ketika terjadi guncangan seperti gempabumi dan hujan yang lebat tidak ada lagi penghalang untuk pohon-pohon tetap berdiri di tempatnya. Syair ini begitu sarat akan kritik terjadinya degradasi alam yang berujung pada bencana yang harus diperbaiki dengan pengurangan risiko bencana. (LS)

sumber:

Melalatoa M.J., 1981. Didong: Kesenian Tradisional Gayo. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. 

Ramadhani, D., Sulastri, S., & Dirhamsyah, M. (2022). Edukasi Bencana Melalui Syair Didong Uten Karya Ceh Sali Gobal dalam Pengurangan Risiko Bencana di Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah. JIPI (Jurnal IPA & Pembelajaran IPA)6(4), 369-381.

Photo: indonesiamagz.com