Disasterchannel.co,- Masyarakat Baduy sendiri dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, pada pembahasan kali ini penulis akan berfokus kepada masyarakat Baduy Dalam, tentang bagaimana caranya menjaga kawasan hutan agar tetap lestari. Masyarakat Baduy Dalam merupakan masyarakat adat yang berada di daerah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Masyarakat Baduy Dalam sendiri berada di tiga desa yaitu Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo.
Masyarakat Baduy dalam merupakan masyarakat yang masih menjaga tradisi yang diturunkan oleh leluhur mereka, maka dari itu Baduy Dalam masih mengandalkan alam seperti ibu yang selalu memenuhi kebutuhan mereka. Maka tak heran jika masyarakat Baduy Dalam sangat menjaga hutan, serta sungai yang ada di wilayah mereka.
Untuk menjaga kelestarian Hutan masyarakat Baduy Dalam ternyata sudah memiliki konsep pelestarian hutan secara tradisional. Hal ini tentu sangat unik, dikarenakan Baduy Dalam sudah mengenal teori konservasi dengan alam pikirnya sendiri. Hutan sendiri dalam masyarakat Baduy dibagi menjadi beberapa kawasan yaitu hutan larangan, hutan dudungusan, dan hutan garapan.
Hutan larangan bagi masyarakat Baduy Dalam merupakan hutan yang tidak boleh diambil segala flora maupun fauna yang ada di dalamnya. Bahkan tidak boleh ada siapapun yang masuk ke dalam hutan larangan. Tentunya pemikiran masyarakat Baduy Dalam memperlakukan hutan larangan bisa kita simpulkan bahwasannya peraturan tersebut merupakan cara masyarakat Baduy Dalam, untuk melindungi ekosistem hutan. Sementara itu, hutan dudungusan adalah hutan yang dilestarikan atau dilindungi karena berada di hulu sungai, atau di dalamnya dianggap terdapat keramat atau diyakini sebagai tempat leluhur Baduy. Sedangkan yang dimaksud untuk hutan garapan bukanlah hutan menurut pemikiran konvensional, akan tetapi hutan garapan adalah ladang tempat bertani orang Baduy Dalam.
Konsep pembagian hutan dalam masyarakat Baduy merupakan salah satu cara konservasi tradisional. Hal ini menjadikan masyarakat Baduy sebagai masyarakat yang unik dan memiliki pengetahuan lokal yang sangat bijak, khususnya terkait pengelolaan hutan. Selain itu konsep hutan garapan juga menjadi hal yang unik dalam konsep konservasi ala masyarakat Baduy. Hal ini merupakan sebuah cara masyarakat Baduy menjaga hutan agar tetap menyediakan ruang untuk komunitasnya yang diperuntukan untuk kegiatan pertanian. Konservasi tradisional masyarakat Baduy Dalam sangatlah mirip dengan konservasi modern ala taman nasional yang juga membagi zona-zona di dalam administrasinya. Sungguh menurut penulis masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang cerdas sekaligus arif.
Dalam artikel kali ini semoga pembaca yang budiman bisa mengambil hikmah dari kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Baduy Dalam menjaga hutan. Tentunya kita masyarakat modern harus mencontoh masyarakat Baduy Dalam yang menghormati peraturan adat yang menjaga kelestarian hutan. Jangan sampai kita masyarakat modern malah merusak hutan-hutan yang sudah dimasukan ke dalam kategori taman nasional.
Penulis: Abdurrahman Heriza
Editor: Lien Sururoh
Photo: goodnewsfromindonesia.id
Sumber:
Agung Budi Sardjono and Satrio- Nugroho, “Menengok Arsitektur Permukiman Masyarakat Badui : Arsitektur Berkelanjutan Dari Halaman Sendiri,” Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan 19, no. 1 (July 26, 2017): h 60, https://doi.org/10.15294/jtsp.v19i1.9499.
Agung Budi Sardjono and Satrio- Nugroho, “Menengok Arsitektur Permukiman Masyarakat Badui : Arsitektur Berkelanjutan Dari Halaman Sendiri,” Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan 19, no. 1 (July 26, 2017): h 60, https://doi.org/10.15294/jtsp.v19i1.9499.
Suparmini Suparmini, Sriadi Setyawati, and Dyah Respati Suryo Sumunar, “PELESTARIAN LINGKUNGAN MASYARAKAT BADUY BERBASIS KEARIFAN LOKAL,” Jurnal Penelitian Humaniora 18, no. 1 (2013): h 18, https://doi.org/10.21831/hum.v18i1.3180.
Raden Permana, Isman Nasution, and Jajang Gunawijaya, “Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy,” Makara Human Behavior Studies in Asia 15, no. 1 (June 1, 2011): h 73, https://doi.org/10.7454/mssh.v15i1.954.
Suparmini Suparmini, Sriadi Setyawati, and Dyah Respati Suryo Sumunar, “PELESTARIAN LINGKUNGAN