Disasterchannel.co,- Mengagetkan bila melihat kabar berita yang beredar mengenai dampak setelah menjalankan vaksinasi COVID-19. Ada beberapa kejadian yang sangat langka dialami oleh beberapa orang di luar sana setelah mendapatkan vaksin, dari mulai sakit hingga meregang nyawa. Contohnya saja kasus yang dialami pria asal Bali yang sempat mengalami vertigo dan kemudian meninggal dunia.
Dilansir dari Kompas.com, pria asal Bali bernama Muhamad Abdul Malanua (43) ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pada senin (24/05/2021). Pria yang diketahui bekerja sebagai penjahit itu meninggal di kamar indekosnya di Jl. Sebatik Dusun Batu Bintang, dauh Puri Kelod, Kota Denpasar, Bali. Kepala Dusun Batu Bintang Dauh Puri Kelod, I Nyoman Mardika mengatakan pihaknya belum mengetahui penyebab Malauna meninggal. Namun, dua hari sebelum meninggal Malanua sempat mengikuti vaksinasi di Banjar (kantor desa adat) pada Sabtu (22/05/2021) lalu. Vaksin yang disuntikkan kepada Malauna adalah AstraZeneca.
Kejadian yang serupa terjadi pula di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Dilansir dari Liputan6.com, seorang guru SMP berinisial LHN dengan usia 59 tahun di Kota Baubau meninggal dunia usai disuntik vaksin COVID-19 pada Kamis (20/05/2021). Anak korban, Rahmat Hidayat, mengungkapkan sebelum kejadian, ayahnya pulang beristirahat ke rumah setelah mendapatkan vaksin COVID-19. Setelah beberapa jam, korban kemudian batuk-batuk. “Kita bawa ke rumah sakit, tapi sudah tidak tertolong,” kata Rahmat.
Jubir Satgas COVID-19 Kota Baubau, dr Lukman, menyatakan guru tersebut terlihat sehat sebelum divaksin dan telah mengikuti tahapan serta prosedur screening. “LHN sudah melewat prosedur vaksinasi, meja screening, ada pengambilan data, yang bersangkutan menandatangani persetujuan pemberian vaksinasi,” ujar dr Lukman. Setelah meninggal dunia, tim dokter menyatakan korban memiliki riwayat penyakit gula tak dikontrol dengan baik, riwayat asma dengan neuropati.
Setelah melakukan vaksinasi, di antara kita mungkin mengalami beberapa efek samping, yang merupakan tanda normal bahwa tubuh sedang membangun perlindungan. Efek samping ini dapat mempengaruhi kemampuan kita untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi akan hilang dalam beberapa hari. Bahkan ada beberapa orang yang tidak memiliki efek samping.
Beberapa efek samping yang umum terjadi di antaranya adalah:
- Mengalami rasa sakit, kemerahan, pembengkakan di lengan tempat mendapat suntikan
- Mengalami reaksi di seluruh tubuh berupa kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, demam atau mual.
Efek samping seperti menggigil, sakit kepala, dan kelelahan setelah suntikan adalah hal yang normal terjadi. Namun, reaksi yang dialami oleh masing-masing individu sangatlah beragam. Tetapi reaksi dapat sangat bervariasi dan tidak mencerminkan bagaimana sistem kekebalan tubuh dalam merespons infeksi COVID-19.
Reaksi yang diberikan oleh tubuh terhadap vaksin berbeda-beda. Namun, tidak semua orang mengalami efek samping setelah mendapat vaksin COVID-19. Beberapa merasa baik-baik saja setelah mendapatkan kedua dosis. Dilansir dari nationalgeographic.com, Para ilmuwan tidak benar-benar tahu mengapa ini terjadi, ujar Sujan Shresta, ahli imunologi di Center for Infectious Disease and Vaccine Research di La Jolla Institute for Immunology, di California. “Tetapi tidak mengherankan jika setiap orang meningkatkan respons imun secara berbeda.”
Beberapa faktor dapat berkontribusi pada variasi yang luas ini. Wanita, misalnya, biasanya memiliki reaksi kekebalan yang lebih kuat daripada pria, yang mungkin menjadi bagian dari apa yang membuat mereka lebih rentan menderita efek samping dari suntikan.
Wherry, direktur institute for immunology University of Pennsylvania, di Philadelphia. “Ini hampir seperti sidik jari kekebalan kita sendiri yang didorong oleh genetika, jenis kelamin, diet, lingkungan kita, dan bahkan riwayat hidup kita, yang merupakan hal-hal yang telah terpapar sistem kekebalan kita di masa lalu dan telah dilatih untuk merespons selama bertahun-tahun.”
Sekalipun kita tidak mengalami reaksi yang tidak menyenangkan, vaksin tetap melakukan tugasnya, karena kerja nyata dari sistem imun dan vaksin berlangsung selama fase kedua, atau fase adaptif, respons imun. Dibutuhkan waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu untuk memberikan perlindungan jangka panjang ini terhadap virus. Ini juga alasan mengapa orang sering kali memiliki reaksi yang lebih keras terhadap suntikan kedua.
Namun, peneliti tidak benar-benar tahu apakah respons yang serius terhadap vaksin merupakan ukuran kekuatan sistem imun. Peneliti juga tidak tahu apakah itu berarti seseorang yang tidak memiliki respons bawaan yang kuat akan lebih rentan terhadap COVID atau lebih resisten. “Kami benar-benar tidak memiliki data di lapangan mengenai hal ini apakah orang dengan efek samping yang kuat akan mengalami infeksi COVID yang lebih parah dan sebaliknya,” kata Wherry.
“Tetapi efek samping dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering kali digabungkan itu tidak sama,” kata Wherry. “Efek samping cukup umum terjadi mungkin 50 hingga 70 persen dari waktu. Tapi kejadian tidak diharapkan jarang terjadi dan tidak terduga, seperti gangguan pembekuan.”
Segera setelah injeksi, sekitar dua hingga lima orang per juta mengalami anafilaksis (syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat), reaksi alergi parah yang menyebabkan penurunan tekanan darah secara dramatis dan kesulitan bernapas. Tetapi bahkan ini mudah diobati dengan EpiPen dan antihistamin, itulah sebabnya setiap orang diminta untuk bertahan selama 15 menit setelah suntikan COVID-19 mereka.
Penggumpalan darah yang terjadi akibat vaksin sangat jarang terjadi namun sangat mengancam nyawa. Efek samping langka yang terjadi sangat menghawatirkan, oleh sebab itu pelaporan sangatlah penting. Hanya studi lebih lanjut yang dapat menjawab penyebab terjadinya efek samping langka pada orang yang menerima vaksin. Bila terjadi kejanggalan atau gangguan kesehatan yang tidak umum terjadi ketika pasca melakukan vaksin, maka langsung periksa kondisi tubuh pada dokter. (LS)
Sumber:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/expect/after.html