Jelajah Jejak Gempa di Jakarta

PUBLISHED

Disasterchannel.co,- Seperti biasa, Jakarta masih dengan hiruk-pikuknya, tapi dirasakan begitu berbeda oleh 15 pemuda yang terpilih mengikuti jelajah jejak gempa di Batavia. Sabtu, 25 Februari 2023 menjadi hari yang begitu spesial, sebab hari ini adalah hari dimana kita mendapatkan pengalaman belajar sejarah gempa merusak di Jakarta yang dilakukan sambil berwisata. Semua antusias mengikutinya, terlihat dari kedatangan peserta yang tepat waktu walau gerimis mengundang malas terjadi pada pagi itu.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Asia Pacific Alliance for Disaster Management (APADM) Indonesia dan juga Skala Indonesia bekerjasama merancang perjalanan ini agar syarat akan makna dan menyenangkan bagi semua kawula muda. Jelajah jejak gempa di Jakarta didasari dari beberapa catatan. 

Ahli gempa Jerman, Wichmann (1918) mencatat bahwa pernah terjadi gempa bumi besar yang berasal dari sumber gempa di sekitar Jakarta dan menimbulkan kerusakan berat di wilayah Jakarta serta kota-kota lain di sekitar Jawa dan Lampung. Gempa besar ini terjadi pada 5 Januari 1699, 22 Januari 1780 dan 10 Oktober 1834. Tiga gempa ini merusak beberapa bangunan bersejarah dan menjadi awal mula penelusuran jejak gempa pada kegiatan kali ini.

Gambar 1. Gedung A.A. Maramis dalam kompleks Gedung Kementrian Keuangan yang pernah rusak akibat gempa tahun 1834, Sumber: disasterchannel.co

Gedung A.A. Maramis dalam kompleks gedung Kementerian Keuangan menjadi destinasi pertama yang dikunjungi. Dahulu, Gedung ini merupakan Het Groot Huis atau istana gubernur jenderal. pembangunannya dimulai pada 7 Maret 1809 atas prakarsa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, untuk memindahkan istana Batavia yang mulai kumuh di muara Sungai Ciliwung ke wilayah pusat ibu kota baru Weltevreden. Gedung ini menjadi saksi sejarah besarnya gempa yang terjadi pada 10 OKtober 1834. 

Javasche courant pada tanggal 10 Oktober 1834 mengabarkan terjadi guncangan parah terjadi di Batavia, Banten, Karawang, Bogor, dan Priangan pada pagi buta. Gemetar tanah terasa hingga Tegal dan Lampung bagian barat. Kekuatan gempa diprediksi sekitar 7 skala richter (sr). Gempa merusak bangunan vital di het groot huis (istana gubernur jenderal) di Sawah Besar Batavia dan sebagian istana Bogor ambruk. 

Jejak gempa masih bisa terlihat pada gedung yang baru dipugar ini. Terdapat beberapa anak tangga berbahan dasar batu yang terangkat sekitar satu sampai setengah sentimeter di salah satu sisinya. 

Setelah puas menjelajah gedung Kementrian Keuangan, perjalanan dilanjutkan menuju daerah Glodok, Jakarta Barat. Dahulu, di daerah ini terdapat sebuah observatorium pribadi milik seorang Bernama Mohr. Bangunan ini mulai didirikan pada tahun 1765 dan selesai dibangun pada tahun 1768. Kala itu, bangunan observatorium Mohr ini berdiri dengan megahnya dengan tinggi sekitar 24 meter. 

Observatorium milik pendeta yang tertarik dengan astronomi bernama Johan Maurits Mohr dilaporkan rusak akibat gempa yang terjadi pada 22 Januari pada tahun 1780. Getaran gempa dirasakan pada pukul 14.49 waktu setempat. Guncangan tanah dirasakan di seluruh Jawa dan Sumatera bagian tenggara; yang paling kuat dirasakan di wilayah Jawa Barat. Guncangan tanah menyebabkan 27 gudang dan rumah runtuh di Zandzee dan gracht (kanal) Moor yang terletak di Jakarta Pusat sekarang di mana Pusat Kebudayaan Jakarta sekarang berdiri.

Terdapat dugaan, tapak observatorium Mohr terletak di sebelah barat vihara, di lokasi yang kini menjadi lahan Yayasan Pendidikan Ricci dan Gereja Katolik Santa Maria de Fatima. Dugaan lain, observatorium berada pada lahan yang diapit sepasang jalan Kemurnian 2 di sisi selatannya dan jalan Kemurnian 1 di sisi utaranya. Bila kita lihat sekarang, area ini begitu padat dengan bangunan dan banyak sekali aktivitas di dalamnya. Jalan yang dilalui juga relatif kecil dan jauh dari lahan terbuka. Bila gempa masa lalu berulang di masa depan, ada kemungkinan beberapa bangunan dapat rusak seperti halnya observatorium Mohr.

Gambar 2 Museum Wayang yang dahulu merupakan gereja yang pernah hancur akibat gempa tahun 1699, Sumber: disasterchannel.co

Perjalanan dilanjutkan menuju Museum Wayang di dalam kompleks Kota Tua Jakarta.  Dahulu kala museum ini merupakan bangunan gereja tua yang dibangun oleh pemerintahan belanda pada tahun 1640 dengan nama ‘de oude Hollandsche Kerk’. Bangunan ini sempat mengalami kerusakan dikarenakan bencana alam gempa dan juga sempat berganti – ganti nama. Tercatat dalam katalog Wichman, disebutkan gempa tahun 1699 sebuah gereja hancur kemudian bekas bangunan gereja tersebut saat ini menjadi museum wayang.

Gempa itu tercatat dengan kronologi lengkap sebagai berikut “Lindu berlangsung cukup kuat, tak pernah hal seperti itu terjadi sebelumnya guncangan terjadi selama 3/4 jam”. Di Batavia dilaporkan 21 rumah, 29 lumbung rusak dan sedikitnya 28 nyawa melayang. Kerusakan pada bangunan yang signifikan juga dilaporkan terjadi di Lampung, Sumatera, dan beberapa kerusakan juga dilaporkan dari Banten.

Gambar 3. Beberapa bentuk perbuatan bangunan berupa angkur berbentuk huruf “Y” terbalik di Museum Bahari, Sumber: disasterchannel.co

Masih di kompleks Kota Tua Batavia, jejak kerusakan gempa juga terdapat di Museum Bahari. Dahulu museum ini adalah Gudang rempah-rempah yang sempat hancur karena gempa. Jika dilihat dengan seksama, banyak sekali logam berbentuk huruf “Y” terbalik di dinding atas bangunan ini. Menurut Firman, asisten kurator museum Bahari, menyebut bahwa bentuk “Y” terbalik ini adalah salah satu upaya perkuatan bangunan pada zaman dahulu.

Angin sepoi yang menyertai langit sore Jakarta menjadi sebuah salam perpisahan hangat perjalanan menyusuri jejak gempa di Batavia kali ini. 15 peserta bergaya di depan kamera untuk mengabadikan momen bersama. Mereka sangat berharap kegiatan ini terus berlanjut dan tetap banyak memberikan inspirasi untuk menambah pengetahuan mengenai bencana. (LS)

Sumber:

Nguyen, N., Griffin, J., Cipta, A., & Cummins, P. R. (2015). Indonesia’s Historical earthquakes. Modelled sample for improving the National hazard Maps, Geoscience of Australia.

Mohtar, O. (2021). GEMPA BUMI BATAVIA 1699 DAN 1780: MEMORI KOLEKTIF KEBENCANAAN: Batavia’s 1699 and 1780 Earthquake: Disaster Collective Memory. Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat, 74-82.