Ini yang Harus Kita Pelajari dari Gempa Cianjur

PUBLISHED

Disasterchannel.co,- Hidup di daratan dekat dengan pertemuan lempeng niscaya membuat kita pasti pernah merasakan gempa, bahkan intensitasnya lebih sering. Seperti akhir-akhir ini, wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur silih berganti diguncang gempa besar. 

Gempa Cianjur menjadi begitu menarik perhatian, sebab jika dilihat dari kekuatan gempanya di angka magnitudo berkisar 5, namun begitu merusak. Semua berawal dari gempa yang terjadi pada 21 November 2022 pukul 13:21:10 WIB. Episenter gempa berada pada koordinat 6,84 LS – 107,05 dan kedalaman 11 km dengan magnitudo 5,6. Gempa ini berdampak pada 16 kecamatan dari total 32 kecamatan yang ada di kabupaten tersebut. Adapun desa yang terdampak mencapai 169 dari total 360 desa/kelurahan yang ada.

Akibat gempa ini, banyak sekali kerusakan dan kerugian yang terjadi. Berdasarkan laporan Asisten Daerah Pemerintah Kabupaten Cianjur, Arief Purnawan, sampai Rabu pukul 15.00 WIB (7/12/2022), jumlah korban meninggal akibat bencana gempa Cianjur mencapai 334 orang. Kemudian ada 593 orang yang mengalami luka berat, dan 44 orang di antaranya masih dirawat di rumah sakit. Sebanyak 41.166 kepala keluarga (KK) yang terdampak dan 114.683 penduduk tinggal di tempat pengungsian, baik pengungsian terpusat maupun mandiri.

Tercatat rumah rusak akibat bencana gempa sebanyak 53.408 unit, dengan rincian rumah rusak berat sebanyak 12.956 unit, rusak sedang: 15.196 unit dan rusak ringan: 25.256 unit. Sekolah yang mengalami kerusakan sebanyak 540 unit. Tempat ibadah yang mengalami kerusakan sebanyak 272 unit dan 18 fasilitas kesehatan pun mengalami kerusakan.

Gempa susulan pun masih kerap menghantui warga Cianjur. Dilansir dari akun twitter Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG menyebutkan gempa susulan Cianjur sampai dengan Kamis 08/12/2022 pukul 06.00 WIB telah terjadi 402 kali gempa. Kekuatan fluktuatifnya melemah secara umum dan frekuensi kejadiannya makin jarang.

Gambar 1. Peta pusat gempa bumi Cianjur 2022 meliputi gempa utama dan gempa-gempa susulan, memperlihatkan bagian patahan yang bergerak atau rupture area (kotak biru), sumber:vsi.esdm.go.id

Melalui webinar “Ngobrol Santai: Gempa Cianjur What’s Next?” yang diselenggarakan oleh Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) pada Selasa 06/12/2022, Dr Supartoyo, Penyelidik Bumi Madya PVMBG, Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan bahwa sebelumnya wilayah Cianjur pernah mengalami gempa bumi merusak. 

Sejarah kejadian gempa bumi merusak di daerah cianjur di antaranya terjadi pada 10 Oktober 1834 dengan guncangan dirasakan VIII-IX MMI terjadi kerusakan bangunan dan keretakan jalan antara bogor-cianjur. Terjadi kembali gempa pada 15 Februari 1844 dengan guncangan dirasakan VII-VIII MMI mengakibatkan kerusakan pada rumah penduduk. Pada 15 Desember 1910 wilayah Rajamandala mengalami gempa dengan guncangan VI MMI retakan pada dinding bangunan. Pada 21 November 1912 di Campaka terjadi gempa dengan guncangan VI MMI mengakibatkan retakan pada dinding bangunan. Dilihat dari guncangan yang dirasakan, kemungkinan berasosiasi dengan sesar aktif baik sesar Cimandiri segmen Rajamandala ataupun sesar aktif di tempat gempa Cianjur kemarin.

Berdasarkan laporan dari Badan Geologi-PVMBG, diperkirakan garis sesar sumber gempa berorientasi barat barat daya-timur laut, dengan mekanisme sesar geser mengiri dan mempunyai kemiringan bidang sesar (dip) ke arah selatan. Bagian patahan yang bergerak (rupture area) dapat diperkirakan dari area tempat berkumpulnya episenter gempa utama dan gempa susulan. Area ini memanjang dengan arah baratdaya – timurlaut, mulai dari Warungkondang hingga Karang Tengah, sepanjang kurang-lebih 12 km dan lebar 8 km.

Gempa Cianjur ini memang begitu mengagetkan, dari peristiwa ini kita harus banyak belajar. Dr. Supartoyo mengatakan bahwa kita harus belajar dari gempa merusak yang pernah terjadi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pelajari katalog gempa bumi merusak suatu daerah. Apabila pernah mengalami kejadian gempabumi merusakan masa lampau namun sumber gempa bumi belum teridentifikasi terutama yang terletak di darat, maka pertanda kita harus hati-hati. 

Terakhir Supartoyo berkata “obat mujarab untuk pengurangan risiko bencana gempa bumi hanya ada tiga, yang pertama adalah mitigasi, penataan ruang, dan yang tidak kalah penting adalah penguatan regulasi kebencanaan di daerah”.(LS)