Skala Indonesia Didukung New Zealand Embassy Menginisiasi Program Pengembangan Manajemen Risiko Bencana Berbasis Komunitas di Wilayah Ujung Kulon

PUBLISHED

Disasterchannel.co,- Setelah tsunami akibat longsoran badan Gunung Anak Krakatau melanda wilayah Selat Sunda. Pada awal tahun 2022 wilayah ini kembali dilanda bencana. Gempa besar dengan magnitude 6.6 terjadi pada 14 Januari pukul 16.05.41 WIB, episenter terletak di 7,01°LS dan 105,26°BT tepatnya di laut pada jarak 52 km arah Barat Daya Sumur Banten dengan kedalaman 10 km.  Karena guncangannya yang sangat besar, gempa ini menimbulkan kerusakan pada 48 kecamatan yang terdiri dari 166 desa atau kelurahan. Daerah yang terdampak parah di antaranya adalah di Kecamatan Sumur, Cikeusik, Cimanggu di Kabupaten Pandeglang dan Lebak. 

Berdasarkan data terkini yang dilaporkan, terdapat sebanyak 3.078 rumah rusak, dengan rincian 395 unit rusak berat, 692 unit rusak sedang, dan 1.991 unit rusak ringan. Gempa ini juga menyebabkan 51 unit gedung sekolah, 17 unit fasilitas kesehatan (faskes), 8 unit kantor pemerintahan, 3 unit tempat usaha, dan 21 tempat ibadah juga mengalami kerusakan. Akibat bencana yang terjadi, Bupati Pandeglang menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari, terhitung sejak tanggal 14 hingga 27 Januari 2022. 

Peristiwa bencana acapkali memunculkan berbagai macam persoalan, mulai dari masalah ekonomi, kesejahteraan sosial hingga kekerasan berbasis gender. Gender membentuk kerentanan dan ketahanan terhadap bencana dengan cara yang beragam dan kompleks. 

Penelitian Yayasan Skala Indonesia (2020) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan yang tidak melibatkan perwakilan gender menimbulkan berbagai permasalahan gender. Kebutuhan yang berbeda dari setiap gender membuat fasilitas yang dibangun juga harus disesuaikan untuk mengurangi kerentanan. Perempuan dapat menjadi salah satu potensi dalam pengurangan risiko bencana bila potensinya diakui dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan juga implementasi program penanggulangan bencana.

Pendekatan partisipatif dan bottom-up yang dipimpin oleh masyarakat yang terkena dampak sangat menjanjikan bahwa proses pemulihan pasca bencana akan lebih mampu memenuhi kebutuhan mereka. Pemberdayaan perempuan dalam konteks pascabencana diperlukan mengingat bencana mengekspos dan memperburuk eksklusi sosial yang ada dalam masyarakat. 

“Oleh karenanya, Yayasan Skala Indonesia menggagas program Pengembangan Manajemen Risiko Bencana Berbasis Komunitas sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas warga yang berada di daerah paling berisiko untuk dapat mengelola secara mandiri risiko bencana yang ada di daerahnya.” ujar Lien Sururoh selaku koordinator program.

Program ini telah melalui tahap pertama dengan melakukan kajian kerentanan kapasitas menghadapi bencana di empat desa, di antaranya Desa Ujung Jaya, Desa Tamanjaya dan Desa Kertamukti di Kecamatan Sumur, serta Desa Ciburial di Kecamatan Cimanggu, Pandeglang, Banten pada periode Juli hingga Agustus 2022. 

Rangkaian kegiatan selanjutnya adalah penyusunan dan pembentukan rencana kontijensi berbasis desa. Dalam kegiatan ini, kami melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif agar dapat membangun ketahanan komunitas yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat di wilayah tersebut. (LS)