Disasterchannel.co,- Cerita ini datang dari feyza putri vinolita. I adalah salah satu penulis yang mengikuti Lomba Cerita Perempuan Hebat Menghadapi Bencana yang diadakan oleh disasterchannel.co. Feyza mencurahkan cerita peristiwa bencana dalam tulisan berikut:
Jika berbicara tentang ‘bencana’ mungkin yang terlintas pertama di pikiran kita semua ialah gempa, tsunami, dan berbagai bencana alam lainnya. Namun didorong faktor kencangnya perkembangan zaman saat ini kata ‘bencana’ tak lagi hanya sekadar yang berasal dari alam tetapi isi dari alam tersebut yaitu manusia yang mampu menyebabkan bencana itu sendiri, salah satunya adalah bom di Hiroshima.
Pada 6 Agustus 1945, kota Hiroshima yang awalnya merupakan pusat aktivitas penting di bidang industri dan militer menjadi hancur lebur tak bersisa dikarenakan jatuhnya ‘little boy’ ataupun bom nuklir milik Amerika serikat yang berhasil menewaskan 140.000 dari 350.000 penduduk. Bencana mengerikan itu tak hanya memakan nyawa penduduknya namun bom ini berhasil membuat kekalahan atas Jepang tak terhindarkan, sebab terjadi kehancuran total dan pemusnahan negara Jepang.
Namun kota Hiroshima dan Jepang bagai teratai yang mekar di atas lumpur yang mencerminkan bagaimana kota dan penduduknya bangkit dari bencana yang menerpa. Jepang berhasil memberlakukan UU Konstruksi Peringatan Perdamaian Hiroshima yang merupakan hasil kerja keras penduduk, terutama Walikota Shinzo Hamai, pada festival Perdamaian Hiroshima 1947 yang mengajak semua pihak bergabung bersama untuk membersihkan bumi dari kengerian perang dan untuk membangun sebuah perdamaian yang sesungguhnya.
Berdasarkan perkataan Dr. Harold Jacobsen “banyak orang percaya tidak akan ada yang tumbuh, atau hidup, di kota ini (Hiroshima) dalam waktu 70 tahun.” Namun pada musim gugur tahun itu gulma tumbuh dari bumi yang hangus, dan di musim panas berikutnya bunga oleanders bermekaran dengan indah.
Sepertinya kata ‘luka membuatmu lebih kuat’ bukan hanya sekadar kata bijak belaka yang mampu menyejukkan hati, penduduk Hiroshima menjadi salah satu contoh cerminan kata bijak ini. Jatuhnya bom nuklir saat itu sangat merugikan baik fisik maupun psikologis. banyak anak-anak yang menjadi trauma akan suara ledakan, banyak penduduk yang menjadi korban dari radiasi dari bom nuklir yang sangat berbahaya untuk kesehatan, banyak perempuan yang kehilangan sosok suaminya.
Menjadi peran ibu sekaligus ayah bukanlah hal yang mudah pada kondisi saat itu. kegemparan akan isu-isu sosial, banyaknya korban jiwa, kota yang hancur lebur oleh tragedi itu tentu sangat mampu merobohkan kesiapan mental untuk menghadapi banyak hal yang berubah.
Namun bukan perempuan jika tidak dapat melakukan banyak hal. Tak terhitung perempuan hebat yang berdiri di garda depan untuk membantu menyelamatkan para korban dan membantu menenangkan kondisi di saat itu, seperti sosok Teruko Ueno.
Pada saat itu Teruko menduduki tahun kedua sekolah keperawatan di rumah sakit palang merah Hiroshima. Setelah bom meledak, asrama mahasiswa rumah sakit terbakar. Ia membantu teman-temannya untuk keluar dari tempat itu, namun tak banyak yang selamat.
“Saya belum pernah ke neraka, jadi saya tidak tahu seperti apa rasanya, tapi neraka mungkin terasa seperti apa yang kami alami. Itu tidak boleh dibiarkan terjadi lagi,” kata Teruko. Pernyataan Teruko menegaskan kembali betapa runyamnya keadaan saat itu.
Satu minggu setelah pengeboman, Teruko siang malam membantu menangani pasien-pasien dengan luka-luka yang mengerikan walaupun saat itu makanan dan minuman sangat sulit ditemukan, namun hal itu tidak cukup kuat untuk melumpuhkan semangat Teruko untuk mengerahkan seluruh tenaganya demi keselamatan banyak orang.
Kehilangan teman seperjuangan oleh tragedi itu membuat Teruko semakin tidak ingin peristiwa kelam ini terjadi lagi, ia tidak ingin mimpi buruk ini semakin menghantui banyak orang. Banyak hibakusha ataupun orang-orang yang berhasil selamat dari bom Hiroshima dan Nagasaki yang masih menderita akibat efek radiasi nuklir.
“Masa depan ada di tangan kita. Kedamaian hanya mungkin terjadi jika kita memiliki imajinasi, memikirkan orang lain, menemukan apa yang bisa kita lakukan, mengambil tindakan, dan melanjutkan upaya tanpa lelah untuk membangun perdamaian setiap hari.” kata Teruko.
Banyak korban tragedi ini menggembar-gemborkan kampanye anti nuklir, mereka tidak menginginkan hal ini terjadi lagi baik di kotanya ataupun di kota-kota lainnya.
“Saya mencoba memiliki hubungan yang lebih dekat, tidak hanya dengan hibakusha di Hiroshima dan Nagasaki tetapi juga dengan pekerja tambang uranium, orang-orang yang tinggal di dekat tambang itu, orang-orang yang terlibat dalam pengembangan dan pengujian senjata nuklir, dan downwinders (mereka yang menderita penyakit akibat dari pengujian senjata nuklir). ” kata Teruko.
Sudah banyak bukti nyata pengaruh buruk dari efek radiasi nuklir dan tragedi pengeboman Hiroshima. Sudah sewajarnya kita semua bersimpati atas korban-korban, bukan hanya simpati berbentuk pertolongan namun bersimpati dengan cara tidak melupakan dan menjadikan tragedi ini sebagai pembelajaran untuk masa yang akan datang.
“Orang-orang yang memasuki kota setelah bom untuk melakukan kegiatan penyelamatan dan mereka yang datang untuk menemukan keluarga dan teman mereka banyak yang meninggal, mereka yang selamat menderita penyakit.” kata Teruko.
Sekian kisah heroik Teruko Ueno, disini saya sebagai penulis ingin menyampaikan bahwa perempuan hebat adalah perempuan yang bersimpati akan sesama, selalu memberikan yang terbaik di setiap langkah yang akan dilalui, dan tidak mudah menyerah.
Melalui tulisan ini dan melalui kisah Teruko, saya berharap semakin banyak perempuan yang termotivasi untuk tegar dan mampu berjuang di segala keadaan. Mungkin akan banyak sekali rintangan yang tak terduga di masa yang akan datang dan mungkin semakin banyak pula rasa sakit yang akan dirasakan, oleh karena itu sudah waktunya kita sebagai perempuan saling merangkul demi kesejahteraan bersama.
Penulis: Feyza Putri Vinolita
Photo: hiroshimapeacemedia.jp