Kearifan Lokal Suku Sasak, Bentuk Arsitektur Atap Rumah Tahan Puting Beliung

PUBLISHED

Disasterchannel.co,- Lombok memiliki panorama rupa bumi yang begitu indah dengan topografi pegunungan serta wilayah pesisir dengan pantai yang eksotis. Di pulau ini terdapat etis asli Lombok yang bernama suku Sasak. Jumlah populasi etnis sasak cukupbanyak yaitu sekitar 3 juta jiwa. Beberapa kelompok suku sasak masih hidup secara tradisional sesuai warisan tradisi turun temurun dari nenek moyang mereka. Salah satu tradisi yang masih diteruskan hingga kini adalah arsitektur rumah suku sasak.

Masyarakat suku Sasak menganggap rumah memiliki posisi yang penting dalam kehidupan. Rumah dijadikan sebagai tempat individu dan keluarganya berlindung secara jasmani dari gangguan alam sekitar dan memenuhi kebutuhan spiritualnya untuk beribadah kepada Tuhan. Oleh karenanya, bila kita perhatikan secara seksama, rumah adat suku Sasak memiliki nilai keindahan dan nilai-nilai kearifan lokal.

Atap rumah Sasak terbuat struktur dan konstruksi kayu secara bersilang dan berjurai, guna menahan beban penutup atap, sedangkan bahan penutup atap terbuat dari jerami (batang padi yang dikeringkan) atau rumbia (batang-batang rerumputan yang ada di tempat sekitar). Sedangkan dinding rumah terbuat dari bahan jerami atau anyaman bambu (bedek). Struktur utama bangunan ditopang oleh empat buah tiang utama (saka) dimana lantai ruangan rumah dibuat agak tinggi dari permukaan tanah yaitu sekitar 1,5 hingga 2,0 meter diatas pondasi. Lantai permukaan tanah dibawah bangunan dibuat dari ‘tanah liat’ yang dicampur dengan kotoran kerbau / sapi dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau /sapi ini membuat lantai tanah menjadi keras, sekeras semen.

Seluruh bahan bangunan yang digunakan untuk mendirikan atau membangun rumah adat adalah kayu dan bambu. Untuk membuat rumah adat Sasak, bahan bangunan didapatkan dari lingkungan sekitar mereka tinggal dan merupakan bahan yang ada di lingkungan sekitar mereka, bukan bahan-bahan yang ‘asing’ yang tidak dikenal alam lingkungan sekitar. Bahkan untuk menyambung bagian – bagian kayu dari rumah adat tersebut, mereka menggunakan ‘paku’ yang terbuat dari bambu yang disebut ‘pasak’ dan ‘paku’. 

Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, serta hanya meliki satu jendela (ukuran kecil – tidak terlalu besar). Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan (separuh bentuk oval), menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Sungguh demikian, padanan dari rumah jengki masih dapat ditemukan pada bentuk atap rumah Sasak dari Nusa Tenggara Barat. Rumah tradisional Sasak memiliki desain atap yang lebih tumpul dari atap mansard dan ditutupi oleh daun. Hunian suku Sasak berada pada lingkungan pesisir yang berangin kuat dan karenanya, bentuk adaptasi yang dimunculkan di suku Sasak terlihat pada bentuk atapnya.

Keunggulan hunian Sasak selain memiliki desain atap paling aerodinamis di Indonesia terletak pula pada tata ruang hunian. Pola hunian Sasak bersifat tidak rapat sehingga membantu pergerakan angin sebagai ventilasi alami. Hal ini relatif umum pada hunian di lingkungan tropis di Indonesia sama umumnya dengan bentuk panggung yang memungkinkan angin untuk masuk ke dalam kolong bangunan dan mengurai kemungkinan terjadinya puting beliung. Karakteristik penting hunian vernakuler Indonesia yang tahap bencana angin puting beliung yaitu bentuk atap mansard khas Sasak.

Terdapat nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam membangun rumah. Suku Sasak dalam membangun rumah selalu menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.

Nilai-nilai kearifan lokal yang termuat dalam arsitektur rumah tinggal tradisional suku Sasak adalah:

  1. Penggunaan bahan bangunan yang ramah dengan kondisi lingkungan alam sekitarnya, bahan bangunan dibuat sesuai atau serasi dengan potensi alam yang mereka miliki, tanpa harus mencari-cari bahan lain dari luar daerah atau wilayah, 
  2. struktur dan konstruksi bangunan yang digunakan adalah struktur kayu sederhana dengan kolom utama berupa empat buah tiang (saka) terbuat dari kayu, beban atau berat dari bangunan dibuat ‘ringan’ dengan menggunakan sub-struktur lantai kayu serta bahan penutup atap terbuat dari bahan jerami atau rumbia. 

Desain rumah yang dibuat atas dasar penyesuaian dan adaptasi dengan lingkungan, serta membangun rumah berdasarkan kebutuhan menjadikan pembangunan rumah yang sesuai. Kearifan lokal mengenai desain rumah suku Sasak membuat biaya yang dikeluarkan untuk membangun menjadi lebih murah dan mendapat penerimaan kultural yang kuat. (LS)

Sumber: 

Pawitro, U. (2011). Prinsip-Prinsip “Kearifan Lokal” Dan Kemandirian “Berhuni” Pada Arsitektur Rumah Tinggal “Suku Sasak” Di Lombok Barat. Simposium Nasional RAPI X FT UMS. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-9.

Wazir, Z. A. (2019). Arsitektur Vernakular Tanggap Bencana Indonesia. Arsir3(1), 24-38.

https://rimbakita.com/suku-sasak/

Sumber foto : daerahkita.com