Kata Ahli Mengenai Mutasi Virus dan Problematika Vaksin

PUBLISHED

Disasterchannel.co,- Menangani pandemi virus Corona seperti bermain teka-teki yang tidak terduga sebelumnya. Banyak kejutan-kejutan yang muncul secara alamiah atau bahkan ada pula permasalahan yang muncul karena perbuatan kita sendiri. Para ahli terus berpacu dengan waktu untuk memecahkan segala macam teka-teki dari tabir pandemi COVID-19. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk dapat menyelesaikan teka-teki ini secepat mungkin. 

Bertanya kepada para ahli merupakan usaha untuk memahami berbagai macam persoalan yang belum bisa terpecahkan. Pasalnya mereka memiliki pengetahuan lebih untuk dapat menjawab persoalan yang ada. Disasterchannel.co telah mengadakan diskusi sebagai upaya untuk menjawab berbagai tanya dari fenomena yang ada saat pandemi COVID-19 berlangsung. Dalam diskusi virtual pada Sabtu 24/04/2021 disasterchannel.co berbincang dengan Bapak dr. Mohamad Saifudin Hakim M.Sc, Ph.d yang merupakan ahli di bidang virologi dan imunologi. Berikut merupakan penjelasan mengenai beberapa pertanyaan mengenai persoalan mutasi virus dan pengaruhnya terhadap vaksin.  

Bagaimana virus bermutasi?

Gambar di bawah ini adalah struktur dari virus Corona yang menyebabkan COVID-19. Ada beberapa protein yang membungkus materi genetik SARS CoV2.

Gambar 1. Struktur dari SARS-CoV2, sumber: www.ncbi.nlm.nih.gov

Sebenarnya setiap virus secara alamiah bermutasi, mutasi adalah hal yang lumrah terjadi pada virus bahkan mutasi menjadi bagian dari siklus hidup virus. Bapak Saifudin Hakim menjelaskan bahwa mutasi terjadi ketika virus masuk kemudian menginfeksi sel di dalam tubuh. Ada proses yang disebut attachment, pada proses ini virus menempel pada sel inang dan kemudian melakukan fusi ke dalam sel. Selanjutnya materi genetik yang dimiliki olah SARS-CoV2 diterjemahan menjadi protein untuk menghasilkan protein baru yang digunakan untuk membuat anakan baru. Kemudian, ada proses yang bernama replikasi, proses ini terjadi ketika materi genetik virus difotokopi oleh enzim yang dimiliki virus itu sendiri. Ketika memfotokopi ini terjadi kesalahan dan menyebabkan mutasi pada virus SARS-CoV2.

Mutasi pada virus SARS CoV-2 dapat menyebabkan apa saja?

Mutasi pada virus virus SARS CoV-2 dapat menyebabkan beberapa sebab, di antaranya adalah:

  1. Mutasi virus mukin akan menyakibatkan mutan tersebut tidak bisa dideteksi oleh reagen Polymerase Chain Reaction (PCR) yang ada saat ini, hal ini terjadi bila agen PCR ini membidik protein yang mengalami perubahan.
  2. Virus yang mengalam mutasi dapat mengalami escape from the host natural immune response (sistem kekebalan tubuh tidak dapat merespon agen infeksi)akibatnya pasien bisa mengalami reinfeksi. Bila sebelumnya seseorang sudah sembuh dari varian lama dan sudah memiliki antibodi, tetapi orang ini terinfeksi varian baru dan sebelumnya tidak dikenali oleh oleh antibodi.
  3. Mutasi pada virus juga dapat mengakibatkan tubuh menjadi resisten terhadap obat-obat yang ada saat ini digunakan. Contohnya saja seperti terapi plasma darah konvalesen yang bergantung pada terapi antibodi SARS CoV-2. Ketika antibodi anti SARS CoV2 ini tidak mengenai virus maka efektivitasnya berkurang.
  4. Dimungkinkan juga mutan virus dapat menjadi lebih berbahaya, lebih cepat menular dan lebih memunculkan penyakit yang berat dari sebelumnya.

Bapak Saifudin meneruskan penjelasannya dan berkata “salah satu hal yang kita takutkan adalah antigenic variantions, antigenic variations adalah variasi-variasi yang terjadi pada daerah-daerah yang dikenali oleh antibodi”

Antigen adalah singkatan dari antibody generation. Antigen adalah zat yang mampu merangsang respon imun, khususnya mengaktifkan limfosit yang merupakan sel darah putih penangkal infeksi tubuh. Variasi antigen adalah salah satu startegi umum yang dimiliki oleh para pathogen untuk bisa menghindar dari sistem imunitas. 

SARS-CoV2 varian telah diklasifikasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sebagai Variant of InterestVariant of Concern dan Variant of High Consequence.

  1. Variant of Interest (VOI)

Varian dengan penanda genetik spesifik yang telah dikaitkan dengan perubahan pada pengikatan reseptor, pengurangan netralisasi oleh antibodi yang dihasilkan terhadap infeksi atau vaksinasi sebelumnya, pengurangan kemanjuran pengobatan, potensi dampak diagnostik, atau perkiraan peningkatan penularan atau keparahan penyakit. Variant of Interest ini ketika muncul ketika muncul seatu varian tapi masih di prediksi dampaknya

  • Variant of Concern (VOC)

Varian yang menunjukkan bukti peningkatan penularan, penyakit yang lebih parah (misalnya, peningkatan rawat inap atau kematian), penurunan signifikan dalam netralisasi oleh antibodi yang dihasilkan selama infeksi atau vaksinasi sebelumnya, penurunan efektivitas pengobatan atau vaksin, atau kegagalan deteksi diagnostik. Variant of concern prevalensinya sudah meningkat atau bahkan dominan dan ada bukti ilmiah mengatakan bahwa akan menyebabkan kegagakan vaksin atau yang lain

  • Variant of High Consequence (VOHC)

Varian konsekuensi tinggi memiliki bukti yang jelas bahwa tindakan pencegahan atau tindakan pencegahan medis telah secara signifikan mengurangi efektivitas relatif terhadap varian yang beredar sebelumnya. Varian of high consequence adalah varian yang sudah memang pasti menyebabkan kegagalan dalam proses vaksinasi dan kegagalan diagnostik menggunakan PCR.

Terdapat tiga varian baru yang dengan cepat menjadi dominan dalam beberapa negara telah menimbulkan kekhawatiran, di antaranya varian B.1.1.7 (juga dikenal sebagai VOC-202012/01), 501Y.V2 (B.1.351), dan P.1 (B.1.1.28.1). Varian B.1.1.7 (23 mutasi dengan 17 perubahan asam amino) pertama kali dijelaskan dalam Inggris Raya pada 14 Desember 2020. Varian 501Y.V2 (23 mutasi dengan 17 perubahan amino asam) awalnya dilaporkan di Selatan Afrika pada 18 Desember 2020. Varian P.1 (sekitar 35 mutasi dengan 17 perubahan asam amino) dilaporkan di Brazil pada 12 Januari, 2021.

Bagaimana efektivitas vaksin terhadap varian baru virus SARS-CoV-2?

Bagian yang paling banyak mengalami mutasi adalah pada protein spike. Ketika protein spike ini menjadi target antibodi netralisasi atau antibodi yang bisa memblok terjadinya infeksi. Bisa dibayangkan ketika protein spike mengalami mutasi, maka kemungkinan efektivitas vaksin berkurang. Hal ini terjadi karena saat ini vaksin dibuat dari strain original virus SARS CoV2 yang ada di Wuhan.

Ternyata mutasi D614G pada penelitian in vitro menunjukkan bahwa mutan ini ternyata meningkat daya tular virus. Beberapa penelitian juga mengumumkan bahwa terjadi penurunan efektivitas vaksin bila dihadapkan oleh varian-varian baru virus corona.

Gambar 2. Table ringkasan hasil uji efikasi dan Netralisasi virus dari varian B.1.1.7, P.1, dan 501Y.V2 V, sumber: The new england journal of medicine

Ada banyak sekali varian yang sedang menjadi perharian dunia di antaranya adalah varian B.1.1.7, varian 501Y.V2 dan varian P.1. Varian-varian ini ternyata mengakibatkan peningkatan daya tular virus ada peningkatan transmisi dan adanya penurunan efektivitas vaksin yang ada. Dari gambar tabel di atas, diketahui bahwa pada kasus ketika beberapa vaksin dihadapkan oleh varian-varian tersebut, ternyata aktivitas netralisasi antibodi-nya menurun dan ini adalah kejadian yang mengkhawatirkan. Bahkan vaksin AstraZeneca ketika dihadapkan dengan varian 501Y.V2, netralisasi antibodi-nya menurun secara drastis bahkan menunjukkan adanya complete immune escape atau sama sekali tidak dikenali oleh antibodi yang diinduksi oleh vaksin AstraZeneca

Apa yang harus dilakukan terhadap perkembangan varian baru virus SARS-CoV-2?

Menanggapi perkembangan varian baru yang terus bermunculan, maka para ahli harus terus melakukan hal-hal berikut:

  1. Memonitoring varian-varian yang bersirkulasi di Indonesia
  2. Memahami bagaimana efek bilologis dan klinis dari varian-varian tersebut
  3. Memonitoring efektivitas vaksin di lapangan
  4. Mengembangkan second generation (generasi kedua) dari vaksin COVID-19, 

Menyiapkan vaksin generasi kedua bukanlah perkara yang mudah, pasalnya banyak sekali pertimbangan yang harus diperhitungkan, mulai dari varian apa yang harus digunanakan untuk mengembangkan vaksin generasi kedua, kapan vaksin generasi kedua dikeluarkan dan seberapa lama frekuensi pembaharuan vaksin.

Perubahan atau mutasi pada virus seharusnya tidak membuat vaksin menjadi tidak efektif sama sekali.Semua terus berupaya melawan varian baru dengan mengurangi jumlah penularan virus yang juga dapat mengurangi peluang virus untuk menyebar dan memperbanyak varian. (LS)

Sumber:

www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMc2100362

www.britannica.com/

www.ncbi.nlm.nih.gov/