Tahun 2005, merupakan tahun bersejarah bagi pemerhati masalah bencana di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bagaimana tidak, karena setelah mati suri sejak World Conference tentang pengurangan risiko bencana pertama yang diselenggarakan tahun 1994, di Yokohama, Jepang. World Conference II, diadakan di Kobe, Jepang. Walaupun konferesi tersebut diselenggarakan ketika dunia masih mengalami duka yang mendalam akibat tsunami yang menghantam beberapa wilayah di Samudera Hindia, tetapi pertemuan ini kemudian berhasil menyusun rencana untuk 10 tahun ke depan.
Rancangan-rancangan tersebut kemudian dikenal dengan Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Frame Work for Action). Disetujuinya Hyogo Frame Works for Action 2005 – 2015, menggerakkan dunia untuk menindak lanjuti dengan berbagai kegiatan baik di dalam negeri sendiri, maupun di tingkat regional Salah satu butir penting yang menyebutkan unsur-unsur yang perlu diperkuat adalah yang perlu diperkuat adalah Platform Global untuk pengurangan risiko bencana, Platform Global ini diikuti oleh pemerintah, agensi PBB, organisasi regional dan masyarakat sipil. Peran dan tanggung jawab forum ini adalah memberikan masukan dan implementasi dari Hyogo Frame Works for Action. Kemudian, konferensi dunia ini pun memberikan amanah, bahwa di setiap negara harus membentuk Platform Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah. Platform Nasional diharapkan dapat berfungsi sebagai forum koordinasi dan menindak lanjuti implementasi Hyogo Frame Work.(1) Pasca pertemuan tersebut, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) – mengambil inisiatif untuk melakukan serangkaian pertemuan yang membahas perlunya membangun sebuah forum multi pihak untuk kebencanaan. Alasannya jelas, menurut Faisal Djalal, anggota MPBI, bahwa bencana harusnya menjadi persoalan semua orang.
Diskusi panjang yang dilakukan oleh MPBI, kemudian menghasilkan sebuah catatan penting, catatan ini yang kemudian di usulkan oleh Sugeng Triutomo, yang juga anggota MPBI dan saat itu menjabat sebagai Deputy di Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) mulai melakukan “gerilya” untuk mewujudkan sebuah forum yang bicara tentang kebencanaan. Gerilya ini bukan tanpa alasan, karena salah satu butir dalam Hyogo Frame Work dan guideline UNISDR, mensyaratkan pentingnya sebuah Platform pengurangan risiko bencana untuk menjawab
berbagai tantangan persoalan kebencanaan di setiap negara, apalagi seperti Indonesia. Proses ini ternyata tidak mudah, karena “tim” yang terdiri dari Sugeng Triutomo, Faisal Djalal dan Krisna Pribadi dan dibantu oleh Puji Pujiono yang me-lobby berbagai pihak, membutuhkan waktu lebih dari empat tahun untuk merealisasikan pembentukan Platform Nasional (Forum tingkat nasional). Melalui serangkaian pertemuan, workshop, dan seri diskusi dimana kegiatan ini semua didukung dan didanai oleh Safer Community for Through Disaster Risk Reduction and Development (SCDRR), yang ketika itu merupakan program bentukan UNDP dan Bappenas.
Dari diskusi yang secara marathon dilaksanakan, berbagai anggota yang aktif pun pasang surut, yang paling sedikit keterlibatan di dalam “jabang bayi” Platform Nasional, dalah media dan lembaga usaha. Sementara LSM dan pemerintah adalah dua lembaga yang sejak awal dengan penuh semangat mengawal terbentuknya Platform Nasional. Akhirnya melalui proses yang cukup panjang, tahun 2009, tepatnya pada bulan Oktober, Platform Nasional kemudian di deklarasikan. Didukung oleh lebih dari 100 anggota yang terdiri dari Pemerintah, LSM, Media, Perguruan Tinggi dan lembaga Usaha. Kemudian mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, yang terdiri dari 33 Propinsi, maka dipandang perlu untuk membuat suatu sitem koordinasi di daerah, karena persoalan kebencanaan justru banyak terjadi di tingkat daerah, seperti yang diutarakan oleh Khalid Syaifulloh. Sementara salah satu butir tujuan di dalam program SCDRR adalah memperkuat kelembagaan di tingkat lokal (propinsi) untuk mengarus utamakan PRB di daerah. Jadi seperti gayung bersambut, maka forumforum didirikan di beberapa wilayah khususnya di Sumbar, Bengkulu, Sulteng, DIY dan Jawa Tengah.
Selain itu pembetukan Forum PRB Daerah juga diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 8 yang mendorong pelibatan forum dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah – Pengurangan Riskio Bencana. Dimana didalamnya diatur bahwa anggota forum ini meliputi unsur dari Pemerintah, non pemerintah, masyarakat, dan lembaga usaha.
Selengkapnya anda dapat mengunduh Ebook berikut : buku-forum-pr Download
Rancangan-rancangan tersebut kemudian dikenal dengan Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Frame Work for Action). Disetujuinya Hyogo Frame Works for Action 2005 – 2015, menggerakkan dunia untuk menindak lanjuti dengan berbagai kegiatan baik di dalam negeri sendiri, maupun di tingkat regional Salah satu butir penting yang menyebutkan unsur-unsur yang perlu diperkuat adalah yang perlu diperkuat adalah Platform Global untuk pengurangan risiko bencana, Platform Global ini diikuti oleh pemerintah, agensi PBB, organisasi regional dan masyarakat sipil. Peran dan tanggung jawab forum ini adalah memberikan masukan dan implementasi dari Hyogo Frame Works for Action. Kemudian, konferensi dunia ini pun memberikan amanah, bahwa di setiap negara harus membentuk Platform Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah. Platform Nasional diharapkan dapat berfungsi sebagai forum koordinasi dan menindak lanjuti implementasi Hyogo Frame Work.(1) Pasca pertemuan tersebut, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) – mengambil inisiatif untuk melakukan serangkaian pertemuan yang membahas perlunya membangun sebuah forum multi pihak untuk kebencanaan. Alasannya jelas, menurut Faisal Djalal, anggota MPBI, bahwa bencana harusnya menjadi persoalan semua orang.
Diskusi panjang yang dilakukan oleh MPBI, kemudian menghasilkan sebuah catatan penting, catatan ini yang kemudian di usulkan oleh Sugeng Triutomo, yang juga anggota MPBI dan saat itu menjabat sebagai Deputy di Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) mulai melakukan “gerilya” untuk mewujudkan sebuah forum yang bicara tentang kebencanaan. Gerilya ini bukan tanpa alasan, karena salah satu butir dalam Hyogo Frame Work dan guideline UNISDR, mensyaratkan pentingnya sebuah Platform pengurangan risiko bencana untuk menjawab
berbagai tantangan persoalan kebencanaan di setiap negara, apalagi seperti Indonesia. Proses ini ternyata tidak mudah, karena “tim” yang terdiri dari Sugeng Triutomo, Faisal Djalal dan Krisna Pribadi dan dibantu oleh Puji Pujiono yang me-lobby berbagai pihak, membutuhkan waktu lebih dari empat tahun untuk merealisasikan pembentukan Platform Nasional (Forum tingkat nasional). Melalui serangkaian pertemuan, workshop, dan seri diskusi dimana kegiatan ini semua didukung dan didanai oleh Safer Community for Through Disaster Risk Reduction and Development (SCDRR), yang ketika itu merupakan program bentukan UNDP dan Bappenas.
Dari diskusi yang secara marathon dilaksanakan, berbagai anggota yang aktif pun pasang surut, yang paling sedikit keterlibatan di dalam “jabang bayi” Platform Nasional, dalah media dan lembaga usaha. Sementara LSM dan pemerintah adalah dua lembaga yang sejak awal dengan penuh semangat mengawal terbentuknya Platform Nasional. Akhirnya melalui proses yang cukup panjang, tahun 2009, tepatnya pada bulan Oktober, Platform Nasional kemudian di deklarasikan. Didukung oleh lebih dari 100 anggota yang terdiri dari Pemerintah, LSM, Media, Perguruan Tinggi dan lembaga Usaha. Kemudian mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, yang terdiri dari 33 Propinsi, maka dipandang perlu untuk membuat suatu sitem koordinasi di daerah, karena persoalan kebencanaan justru banyak terjadi di tingkat daerah, seperti yang diutarakan oleh Khalid Syaifulloh. Sementara salah satu butir tujuan di dalam program SCDRR adalah memperkuat kelembagaan di tingkat lokal (propinsi) untuk mengarus utamakan PRB di daerah. Jadi seperti gayung bersambut, maka forumforum didirikan di beberapa wilayah khususnya di Sumbar, Bengkulu, Sulteng, DIY dan Jawa Tengah.
Selain itu pembetukan Forum PRB Daerah juga diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 8 yang mendorong pelibatan forum dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah – Pengurangan Riskio Bencana. Dimana didalamnya diatur bahwa anggota forum ini meliputi unsur dari Pemerintah, non pemerintah, masyarakat, dan lembaga usaha.
Selengkapnya anda dapat mengunduh Ebook berikut : buku-forum-pr Download